Butuh Investasi Rp 5.800 Triliun, Pemerintah Perlu Terbitkan Perpres

Pemerintah dinilai perlu mengeluarkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan investasi

oleh Septian Deny diperbarui 18 Jun 2019, 18:30 WIB
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Dalam upaya mengamankan target kebutuhan investasi sekitar Rp 5.800 triliun pada 2020, pemerintah dinilai perlu mengeluarkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi landasan bagi keamanan investasi bagi investor.

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah mengatakan, investor yang datang menanamkan investasinya tentu berharap agar investasinya dapat berjalan lancar dan tidak mendapat gangguan. Oleh karena itu mereka membutuhkan jaminan kepastian hukum terhadap investasinya.

"Kita tahu bahwa kepastian hukum itu seringkali masih jadi masalah hingga saat ini. Pemerintah daerah sering kali mengeluarkan kebijakan yang berbeda. Ini tentu mengganggu kenyamanan investor," ujar dia di Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Trubus mencontohkan, masalah kerjasama antara PAM Jaya dan mitranya yaitu Palyja dan Aetra yang akan mengganggu investasi di bidang infrastruktur air bersih. Sebab ada keinginan dari sebagian pihak untuk menghentikan kerjasama yang masih berlaku hingga 2023.

"Hal seperti ini perlu diatur. Jangan sampai investasi yang sudah berjalan dan sesuai undang-undang bisa diotak-atik karena beda penafsiran dari pemerintah daerah," kata dia.

Namun demikian, Trubus tetap menyakini jika pemerintah sanggup menarik investasi besar ke depannya. Sebab beragam upaya terlaku dilakukan pemerintah untuk menghilangkan hambatan investasi.

"Adanya Perpres akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengambil kebijakan terkait investasi yang ditanamkan para investo," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menkeu Akan Gunakan Instrumen Fiskal

Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini masih terus mengkaji wilayah yang layak untuk menjadi ibu kota baru pengganti Jakarta. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan,pihaknya akan menggunakan instrumen fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga perbaikan regulasi yang kondusif dalam rangka mendukung kebutuhan investasi yang mencapai Rp 5.800 triliun tersebut.

Menurut dia, kebutuhan investasi sebesar itu guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ke depannya.

"Ini yang menggambarkan bahwa untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi, peranan investasi swasta menjadi sangat penting sehingga policy yang berhubungan dengan kebijakan investasi menjadi kunci apakah perbaikan infrastruktur, produktivitas tenaga kerja, pasar tenaga kerja, maupun policy untuk simplifikasi dan regulasi yang bisa positif bagi investasi,” tandas dia.


Pemerintah Target Investasi Tumbuh 7,4 Persen di 2020

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rapat kerja tersebut terkait penjelasan pemerintah mengenai asumsi dasar kerangka asumsi ekonomi makro yang akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan investasi sebesar 7 persen hingga 7,4 persen di 2020.

"Kami untuk dukung asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen hingga 5,6 persen, dengan investasi tumbuh 7 hingga 7,4 persen," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6).

Sri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan investasi selama ini belum pernah double digit atau dua angka. Pada 1980, investasi pernah tumbuh tinggi saat tren industrialisasi mencapai kinerja terbaik, tapi belum menyentuh angka 10 persen.

"Dari sisi investasi tumbuhnya relatif di bawah. Tahun 80-an sentuh angka 8,7 persen, tapi lebih tinggi tahun 90 hingga 2000 di mana tren deindustrialisasi tumbuhnya cukup tinggi, tapi tetap tidak di atas 7 persen," jelasnya.

Sementara itu, untuk tahun ini pemerintah masih optimistis pertumbuhan investasi capai 7 persen walaupun kondisi ekonomi global terus bergejolak.

"Tahun 2019 dengan asumsi 7 persen dan kita lihat 2018 mendekati 6,9 persen. Kita waspada 2019 pertumbuhan ekonomi melemah terutama di PMTB," ucap Sri Mulyani.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya