Tanggapi Tekanan AS, Presiden Iran: Kami Tak Akan Perang dengan Negara Manapun

Presiden Iran telah mengatakan bahwa negaranya tidak akan berperang dengan siapapun, meski tekanan AS semakin kuat.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Jun 2019, 18:00 WIB
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan "tidak akan berperang melawan negara apa pun", setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan penambahan 1.000 tentara ke Timur Tengah, menyusul ketegangan yang meningkat di Teluk Oman.

Langkah AS, yang diumumkan oleh pelaksana tugas menteri pertahanan, Patrick Shanahan, datang setelah Washington menyalahkan Teheran atas serangan terhadap dua kapal tanker minyak pada pekan lalu, yang menimbulkan kekhawatiran konfrontasi.

Aroma peningkatan tensi kedua negara semakin menguat tatkala Iran mengumumkan akan meningkatkan laju pengayaan uranium untuk proyek nuklirnya, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (18/6/2019).

Shanahan mengatakan pengerahan pasukan itu untuk "tujuan defensif", mengutip kekhawatiran tentang ancaman dari Iran.

Di lain pihak, Presiden Rouhani menjawab pada hari Selasa, bahwa Iran tidak memiliki keinginan terlibat konflik.

"Iran tidak akan berperang melawan negara mana pun," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan langsung oleh televisi pemerintah. "Mereka yang menghadapi kita adalah sekelompok politikus dengan sedikit pengalaman."

Dia menambahkan: "Terlepas dari semua upaya Amerika di kawasan itu dan keinginan mereka untuk memutuskan kontak kami dengan seluruh dunia, serta keinginan mereka untuk membuat Iran tetap tertutup, mereka tidak berhasil.


AS Rilis Banyak Bukti Foto

Sebuah kapal tanker minyak mendekati fasilitas minyak di Fujairah, Uni Emirat Arab (AP/Kamran Jebreili)

AS merilis lebih banyak foto pada hari Senin untuk mendukung klaimnya, bahwa Iran bertanggung jawab atas serangan terhadap tanker komersial di Teluk Oman.

Salah satu gambar tampak menunjukkan --dengan warna dan fokus yang lebih tajam-- sebuah insiden yang sebelumnya disajikan dalam video hitam-putih yang belum terkena proses edit.

Gambar itu menunjukkan kapal patroli --dituding berbendera Iran-- dengan pelaut berseragam hitam berlayar mendekat salah satu kapal tanker terdampak, Kokuka Courageous.

Sebuah pernyataan yang menyertai gambar-gambar itu mengatakan insiden tersebut difilmkan dari sebuah helikopter AS, setelah ledakan terjadi pada kedua kapal pada 13 Juni.

Awak Kokuka Courageous telah melihat tambang limpet --sejenis hulu ledak laut-- yang tidak meledak di lambung kapal dan membiarkannya.

"Kemudian pada hari itu, sebuah kapal patroli Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Gashti mendekati Kokuka Courageous, dan diamati oleh helikopter angkatan laut AS MH-60R yang memindahkan tambang limpet yang tidak meledak dari kapal terkaot," kata pernyataan yang dikeluarkan oleh Komando Pusat AS.


Kunjungan Pompeo ke Komando Pusat AS

Menlu AS Mike Pompeo (AP PHOTO / Pool)

Sementara itu, pada hari Selasa waktu AS, menteri luar negeri setempat, Mike Pompeo, dijadwalkan mengunjungi markas Komando Pusat AS di Florida, yang bertanggung jawab atas semua operasi di Timur Tengah.

Tidak lazim bagi seorang menteri negara untuk mengunjungi markas militer, terutama karena posisi menteri pertahanan dilaporkan masih lowong di Washington.

Pompeo telah mengambil peran utama dalam kampanye "tekanan maksimum" terhadap pemerintah Iran, sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir multilateral pada Mei tahun lalu.

Teheran pada hari Senin mengumumkan akan segera melanggar batasan berapa banyak uranium yang diperkaya yang dapat ditimbunnya berdasarkan kesepakatan nuklir.

Kesepakatan itu, yang ditengahi oleh Barack Obama, serta yang dipertahankan oleh Iran dan para partisipan lainnya setelah penarikan Trump, membatasi persediaan uranium yang diperkaya menjadi 3,67 persen.

Namun. Iran mengatakan telah meningkatkan empat kali lipat tingkat pengayaan, sehingga dalam 10 hari akan melewati batas 300 kilogram yang disyaratkan.

Seorang juru bicara dewan keamanan nasional Gedung Putih mengatakan ini sama dengan "pemerasan nuklir".

Morgan Ortagus, juru bicara kementerian luar negeri, mengatakan kepada wartawan pada hari Senin: "Kami terus menyerukan rezim Iran untuk tidak mendapatkan senjata nuklir, untuk mematuhi komitmen mereka kepada masyarakat internasional."

"Sangat disayangkan bahwa mereka telah membuat pengumuman tersebut. Ini tidak mengejutkan siapa pun dan inilah mengapa presiden sering mengatakan bahwa JCPOA (rencana aksi komprehensif bersama) perlu diganti dengan kesepakatan yang lebih baik," lanjut Ortagus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya