Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengubah ketentuan mengenai batasan nilai hunian mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Hal ini mempertimbangkan untuk mendorong pertumbuhan sektor properti melalui peningkatan daya saing properti. Salah satunya hunian mewah.
Dengan pertimbangan tersebut, pada 10 Juni 2019, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah teken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.010/2019 tentang Perubahan atas PMK Nomor 35/PMK.010/2017 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak atas penjualan barang mewah.
Baca Juga
Advertisement
Dalam lampiran I PMK Nomor 86/PMK.010/2019 itu disebutkan, daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif 20 persen.
"Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp 30 miliar atau lebih," bunyi lampiran I PMK tersebut, seperti dikutip dari laman Setkab, Rabu (19/6/2019).
Sebelumnya pada PMK Nomor 35/PMK.010/2017 disebutkan, daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 20 persen.
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya:
1.Rumah dan town house dari jenis non stratatitle dengan harga jual sebesar Rp 20 miliar atau lebih
2.Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp 10 miliar atau lebih.
"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal II PMK Nomor 86/PMK.010/2019 yang diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana pada 11 Juni 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menkeu dan Menperin Ajukan Perubahan Skema Pajak Barang Mewah ke DPR
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI memanggil Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto untuk mengadakan rapat yang membahas terkait perubahan skema Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM).
Pada kesempatan tersebut Sri Mulyani menyampaikan, usulan rapat ini dilatarbelakangi oleh adanya usulan Menteri Airlangga pada 11 September 2017 lalu mengenai kebijakan fiskal industri untuk mendorong kendaraan rendah karbon.
Menindaki permintaan tersebut, ia mengatakan, Kementerian Keuangan sudah melakukan koordinasi dengan pelaku industri sepanjang 2017-2018.
"Dari beberapa kali pembahasan, Menperin kembali menyampaikan syarat kepada Menkeu tanggal 27 Desember (2018) mengenai usulan harmonisasi PPnBM dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih," paparnya di Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.
Dia menyebutkan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Penjualan Barang Mewah pasal 8 ayat 3, pengelompokan barang kena pajak penjualan barang mewah baru bisa dilakukan setelah berkonsultasi dengan pihak DPR, dalam hal ini Komisi XI.
"Oleh karenanya, kami sampaikan surat ke DPR untuk konsultasi karena ada perubahan PPnBM untuk kendaraan roda empat," sebut dia.
Sri Mulyani menyatakan, ada beberapa pergantian dalam usulan perubahan ini, yakni terkait perhitungan kapasitas mesin serta daya tampung penumpang pada kendaraan roda empat.
"Untuk usulan perubahan maka dihitung bukan mesin, tapi konsumsi bahan bakar dan karbon dioksida. Usulan perubahan baru juga tidak berdasarkan sistem penggerak, tapi (daya tampung) penumpang, apakah dibawah 10 atau diatas 10 penumpang," tutur dia.
Advertisement
REI Optimistis Sektor Properti Bakal Positif pada 2019
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Soelaeman Soemawinata mengaku, optimistis sektor properti akan tumbuh positif pada 2019.
Dia menuturkan, sektor properti sempat mengalami kemunduran pada periode 2014 -2017.
"Sejak 2014 sampai 2017 itu sales-nya hampir 70 persen sisanya. Jadi turun 30 persen. Di awal 2018 itu para pengembang menata ulang bagaimana strategi pengembangan yang harus di lakukan," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Selasa, 5 Maret 2019.
Namun, keadaan mulai menunjukkan pemulihan pada 2018. Salah satu indikator pulihnya sektor properti dari meningkatnya investasi.
"Pada akhir 2018 kelihatannya ada peningkatan investasi hampir 16 persen di sana itu berarti 2019 ini beberapa pengembang mencoba untuk melamgkah ke arah yang positif," ungkapnya.
"Kita tentu dengan kerja keras kita harus optimis di 2019 ini bisa mencapai pertumbuhan yang positif," ia menambahkan.
REI menargetkan akan membangun 200.000 unit rumah non-MBR pada 2019. Jumlah ini, naik dari realisasi pembangunan hunian non-MBR di tahun 2018, yakni 180.000 unit.
"Realisasi 2018 kemarin kita hampir 180.000. Sekarang kita naikkan jadi 200.000 untuk non-MBR. Karena investasi di properti rumah non-MBR itu bukan hanya rumah jadi ada commercial office pariwisata ada industri dan lain-lain," tandasnya.