Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu Beberkan Alasan Tolak Laporan BPN Terkait DPT

Agus yang merupakan tim IT BPN, di MK, membeberkan temuan ada 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang memiliki tanggal lahir yang sama.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 19 Jun 2019, 13:48 WIB
Suasana saat Ketua Kuasa Hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan jawaban dari termohon. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga menghadirkan 15 saksi pada sidang sengketa Pilpres di MK. Saksi pertama adalah Agus Muhammad Maksum.

Dalam kesaksiannya, Agus menyebut memiliki bukti adanya DPT ganda. Hal tersebut sudah dilaporkan ke Bawaslu RI, namun ditolak.

Menanggapi keterangan Agus, Ketua Bawaslu M Abhan membenarkan soal laporan BPN itu.

"Pertama memang laporan dari tim BPN soal DPT di daerah yang tidak lanjut di daerah. Kedua, terkait saudara saksi katakan ke Bawalsu RI, betul bahwa suatu ketika kami lupa tanggal, tim BPN ada audiensi dengan kami," ucap Abhan di MK, Rabu (19/6/2019).

Namun, laporan yang disampaikan BPN tidak memenuhi syarat formil dan materil untuk ditindaklanjuti. "Kami terangkan soal DPT, laporan disampaikan tetapi tidak penuhi syarat formil materil," lanjut dia di hadapan hakim MK.

Meski demikian, Bawaslu berupaya untuk mempertemukan BPN dan KPU terkait aduan soal DPT ganda tim BPN itu. 

 


Keterangan Saksi

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman didampingi sejumlah Hakim Konstitusi memimpin sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang itu memiliki agenda pembacaan materi gugatan dari pemohon. (Lputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Agus yang merupakan tim IT BPN itu membeberkan temuan ada 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang memiliki tanggal lahir yang sama. Temuan ini didapatnya selama melakukan pendataan.

Kejanggalan ini, kata Agus, sudah disampaikan ke KPU. Namun, KPU menyebut itu adalah hal yang wajar.

Menurut KPU, lanjut dia, jika ada penduduk yang tak tahu tanggal lahirnya, maka akan diberi tanggal lahir pada 1 Januari atau 31 Desember.

"Alasan itu kami terima, tapi kami permasalahkan jumlahnya yang banyak," kata Agus di Sidang MK, Rabu (19/6/2019).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya