BI Masih Bakal Tahan Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 day reverse repo rate di posisi 6 persen.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Jun 2019, 10:45 WIB
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 day reverse repo rate di posisi 6 persen. BI menggelar pertemuan dua hari pada 19-20 Juni 2019.

Head of Sales and Distribution PT Ashmore Asset Management Indonesia, Steven Satya Yudha menuturkan, BI masih tahan suku bunga acuan. BI diperkirakan pertahankan suku bunga acuan ini untuk mempertahankan stabilitas rupiah.

Selain itu,  bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve juga tetap pertahankan suku bunga acuannya. Steven menuturkan, the Federal Reserve juga baru membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan meski dilakukan dalam beberapa bulan ke depan.

Steven melihat arah kebijakan Bank Indonesia (BI) akan serupa dengan the Federal Reserve untuk membuka peluang menurunkan suku bunga pada 2019.

"Namun perspektif BI kami lihat adalah stabilitas rupiah. Sehingga yang ditunggu BI adalah portofolio flow yang agresif untuk membiayai defisit baru mereka akan cut,” ujar Steven saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (20/6/2019).

Ia menambahkan, dengan sentimen bank sentral AS tahan suku bunga dan kabar bank sentral Eropa, pasar akan tetap stabil terutama obligasi dan rupiah.

Sementara itu, Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menuturkan, BI akan menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps). Selama satu tahun terakhir, ia menilai BI sudah pro stabilitas dengan menaikkan bunga acuan. Bhima menuturkan, ada penurunan suku bunga diharapkan dapat menekan biaya di sektor riil.

"Dengan bunga yang lebih rendah, cost of borrowing atau biaya peminjaman sektor usaha akan lebih ringan. Pertumbuhan kreditnya lebih tinggi dan bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi lebih baik di atas harapan pasar," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, ada dampak negatif terhadap arus modal keluar karena turunnya suku bunga juga berarti turunnya keuntungan investor di surat utang atau obligasi.

Adapun jika suku bunga acuan turun, ia menilai dampaknya bagi bank terasa 3-4 bulan untuk sesuaikan bunga kredit. "Sementara bunga simpanan dipastikan lebih cepat turun, jadi ada lag ke ekonomi riil," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Menanti Langkah The Fed

Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) dinilai akan berhati-hati menetapkan suku bunga acuan atau BI 7 day reverse repo rate pada pertemuan yang digelar pekan depan. Hal ini mengingat masih ada sejumlah sentimen negatif yang pengaruhi pasar.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, peluang suku bunga acuan BI turun 50:50. Hal ini mengingat banyak pertimbangan baik dari domestik dan eksternal pengaruhi langkah BI.

"BI 7 day reverse repo rate turun masih 50:50. Banyak faktor pengaruhi. Dari domestik memang kondisi kita relatif baik dengan S&P menaikkan peringkat Indonesia sehingga membuat imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun," ujar David saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 15 Juni 2019.

Selain itu, inflasi Mei 2019 sebesar 0,68 persen relatif terkendali meski tinggi karena faktor musiman. Akan tetapi, David menyoroti defisit transaksi berjalan yang masih besar pada kuartal I 2019. 

Tercatat defisit transaksi berjalan mencapai USD 7 miliar atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Diperkirakan defisit transaksi berjalan masih terjadi pada kuartal II 2019.

Ditambah cadangan devisa Mei 2019 turun USD 4 miliar jadi USD 120,3 miliar, menurut David juga menjadi pertimbangan.

Sedangkan dari eksternal yang bayangi keputusan penetapan suku bunga acuan, menurut David, faktor penyelesaian perang dagang juga menjadi perhatian pasar. Diharapkan pada pertemuan G20 pada akhir Juni ada kesepakatan perang dagang antara AS dan China.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump juga menyatakan kalau pihaknya akan menaikkan tarif impor produk China bila Presiden China Xi Jinping tidak mau hadir dalam pertemuan G20.

Dari sentimen eksternal lainnya yaitu ketegangan di Timur Tengah membuat harga minyak menguat

Sentimen tersebut membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah. "Pada penutupan Jumat (kemarin-red) rupiah di kisaran 14.300 per dolar AS. Rupiah masih volatile ke depan,” kata dia.

 


Selanjutnya

Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Meski demikian, David menilai, peluang suku bunga acuan turun juga besar. Namun, hal itu tergantung dari keputusan The Fed pada pekan depan pada 18-19 Juni 2019.

Di pasar berjangka AS, Fed Fund Rate atau suku bunga acuan the Fed diprediksi turun kemungkinan di bawah 40 persen pada Juni. Akan tetapi, kemungkinan penurunan suku bunga pada Juli dan Agustus meningkat. Bahkan prediksi pada September dapat mencapai hampir 100 persen.

"The Fed turunkan suku bunga acuan, BI bisa turunkan suku bunga acuan," kata David.

David prediksi, jika BI pangkas suku bunga acuan, penurunannya sekitar 25 basis poin (bps). Hingga akhir 2019, diprediksi suku bunga acuan BI bisa turun capai 50 bps.

Namun, David menilai BI harus hati-hati turunkan suku bunga acuan. Hal ini mengingat dampaknya terhadap pergerakan rupiah.

"Harus hati-hati dan lihat konsekuensi serta kepercayaan pasar. Kalau salah langkah rupiah akan volatile. Kita juga masih butuh pasokan dana mengingat tidak terlalu berharap banyak pada ekspor karena pertumbuhan ekonomi global melemah," kata David.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya