Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon dalam sidang gugatan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan ahli teknologi informatika (TI) Prof Marsudi Wahyu Kisworo sebagai saksi ahli.
Dalam kesaksiannya, Marsudi, yang merupakan profesor TI pertama di Indonesia ini, memaparkan keamanan Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) KPU. Pada kasus Situng 2019. Web Situng dirancang untuk menginformasikan kepada masyarakat.
Advertisement
"Dia (Situng Web) merupakan virtualisasi dari Situng yang sesungguhnya di dalam," ujar dia.
Sehingga, yang perlu diamankan Situng yang di dalam. Pertama, Situng dalam hanya bisa diakses dari dalam KPU. Kedua, dibuat cadangan server dan itu harus disembunyikan.
"Satu di KPU dan dua di tempat lain. Sehingga kalau misalnya KPU kejatuhan pesawat terbang, masih ada dua server yang berjalan," ujar dia.
Sementara itu, berbeda dengan Situng atau Web Situng. Itu dirancangkan agar masyarakat mudah memanfaatkan data tersebut untuk mengawal jika terjadi manipulasi. Sehingga pengamanan tidak perlu berlebihan.
"Kenapa, situs web virtualisasi dari Situng dari dalam. Jadi kalau situs web dirusak atau diretas, silakan saja nanti 15 menit lagi di-recovery juga kembali seperti semula," ujar dia.
Marsudi pun sempat ditantang oleh salah seorang kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Uno apakah dirinya mampu mengaudit hasil perolehan suara dalam Situng. Marsudi pun mengaku tidak sanggup karena tidak bekerja dengan KPU.
"Loh, saya ini rakyat biasa, enggak bisa ujug-ujug datang langsung audit. Saya enggak bisa datang langsung oprek-oprek, bisa ditangkap polisi saya," ucap dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Profil Marsudi Wahyu Kisworo
Dikutip dari laman marsudi.wordpress.com, Marsudi Wahyu Kisworolahir di Kediri pada tanggal 29 Oktober tahun 1958.
Dia merupakan tamatan dari ITB tahun 1983 dari jurusan Teknik Elektro dan mengambil spesialisasi Teknik dan Sistem Komputer.
Tahun 1989 dia melanjutkan studi S2 di Curtin University of Technology, Perth, Australia dengan sponsor dari Australian International Development Assistance (AIDAB). Program 2,5 tahun dia selesaikan 1 tahun. Dia pun melanjutkan pendidikan S3.
Di dunia akademisi, Marsudi tercatat pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina dan Rektor Universitas Perbanas. Dia meraih gelar Guru Besar dari Universitas Prasetya Mulya dan Universitas Bina Dharma.
Advertisement