Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md menilai saksi-saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 belum mampu untuk membuktikkan dalil gugatan.
Menurut dia, klaim kemenangan tim Prabowo tidak bisa dibuktikkan dengan digital forensik.
Advertisement
"Coba kalau klaim 52 juta ngelawan 40 juta, itu tidak bisa mengatakan dibuktikan dengan forensik digital, tidak bisa. Harus bukti dong, mana formulirnya, formulirnya ternyata tidak bisa diadu karena belum disusun berdasar bagian-bagian. Itu satu," kata Mahfud di Kantor BPIP Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Sementara itu, terkait kesaksian adanya KTP palsu dan KTP ganda, Mahfud Md menyebut bahwa kasus tersebut sudah banyak bermunculan di sidang-sidang MK sebelumnya. Dia mengatakan bahwa hal itu bukan rekayasa untuk pemalsuan identitas.
"Waktu saya dulu zaman saya ngadili Pilkada, Pileg, ini KTP ganda, ini KTP palsu. Nah, soalnya sekarang karena ada orang lahirnya 1 Juli tahun 1944 semuakan, sekian juta orang, nah waktu saya ada, tidak jutaan waktu saya, puluhan ribu, kok tanggal lahirnya sama, Kemendagri kita tanya tidak tahu juga kenapa ya," terang dia.
Mahfud menuturkan setelah dicek ke lapangan, ternyata orangnya ada meski tanggal lahirnya sama dengan beberapa orang lainnya. Usai dicek ke bagian IT, ternyata hal itu terjadi karena kesalahan dalam sistemnya.
"Kenapa bisa begitu? Ternyata salah di dalam program, setiap orang yang mendaftar pada hari yang sama itu tanggal kelahirannya, ikut yang di atas semua, secara otomatis, sehingga banyak. Itu kan bukan rekayasa, teknologi itu, sistemnya yang keliru, tapi tidak ada rekayasanya. Itu dulu yang saya buktikan," sambung Mahfud Md.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penjelasan KPU
Sebelumnya, kubu Prabowo-Sandiaga menghadirkan Agus Muhammad Maksum sebagai saksi sidang sengketa Pilpres 2019. Agus yang merupakan tim IT BPN itu membeberkan temuan ada 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang memiliki tanggal lahir yang sama.
Temuan ini didapatnya selama melakukan pendataan. Kejanggalan ini, kata Agus, sudah disampaikan ke KPU.
Namun, KPU menyebut itu adalah hal yang wajar. Menurut KPU, lanjut dia, jika ada penduduk yang tak tahu tanggal lahirnya, maka akan diberi tanggal lahir pada 1 Januari atau 31 Desember.
"Alasan itu kami terima, tapi kami permasalahkan jumlahnya yang banyak," kata Agus di Sidang MK, Rabu, 20 Juni 2019.
Advertisement