Liputan6.com, Jakarta Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan saat ini Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) masih terus menghimpun usulan formasi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019.
Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan mengatakan, ada sebanyak 623 instansi pemerintah mulai dari kementerian, lembaga hingga pemerintah daerah yang mengusulkan formasi untuk PPPK dan CPNS tahun ini.
Advertisement
"Saat ini Panselnas sedang menunggu pemenuhan data dan informasi di 623 kementerian dan daerah," ujar dia di Kantor BKN, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Sementara untuk pendaftaran dan seleksi, lanjut dia, masih harus menunggu pengumuman lebih lanjut dari Panselnas. Meski sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menyatakan perkiraan waktu penerimaan CPNS dan PPPK.
"Pak Menteri PANRB yang soal waktu itu sebagai ancer-ancer. Karena tidak boleh blank sama sekali," kata dia.
Sama halnya dengan jumlah formasi yang akan dibuka pada tahun ini yang sebanyak 254.173, hal tersebut merupakan batas maksimal formasi yang akan dibuka pada tahun ini."Kalau disampaikan 254.173 itu maksimal," tandas dia.
BKN: Tak Mungkin Honorer Jadi PNS Tanpa Tes
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan tidak ada keistimewaan bagi pihak manapun yang ingin menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeru Sipil (PNS). Para honorer pun juga diajak untuk ikut seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai peraturan.
Kepala Biro Humas BKN, M. Ridwan, menyatakan sejak awal pegawai honorer sudah paham bahwa tidak bisa langsung diangkat menjadi PNS. Ia mengatakan sudah ada kontrak yang ditandatangani sejak awal.
"Dari awal, teman-teman honorer ketika pertama kali kontrak itu narasi normatifnya adalah tidak akan menuntut diangkat menjadi CPNS. Dari awal mereka sudah tanda tangan itu," jelas Ridwan ketika berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (18/6/2019).
Baca Juga
Selain itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sempat meminta ada prioritas honorer di tes CPNS karena sudah puluhan tahun mengabdi. Ridwan menjelaskan tidak akan ada keistimewaaan seperti itu bagi honorer.
Ia berkata sejak awal kontrak para honorer memahami bahwa bekerja di sebuah instansi tidak akan menjadi penentu status mereka. Semuanya pun wajib mengikuti seleksi.
"Yang kedua, mereka sudah tahu dengan konsekuesinya bahwa menjadi honorer di salah satu instansi itu bukan tiket privilege bagi mereka untuk bisa menjadi CPNS," tegas Ridwan.
Mengikuti seleksi PPPK turut menjadi solusi bagi para honorer yang berusia di atas 35 tahun. Ridwan menyebut dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 12 Tahun 2019, ada kebijakan bahwa para honorer hanya akan bertanding dengan honorer dalam memperebutkan PPPK. Sementara, honorer berusia di bawah 35 tahun diajak ikut tes CPNS umum.
"Jadi tidak ada tiket privilege bagi siapapun yang tidak mau pakai seleksi kemudian tiba-tiba mau jadi ASN. Enggak mungkin," lanjutnya menegaskan.
Pemerintah pun sejak tahun lalu menggencarkan agar honorer diatas 35 tahun masuk PPPK. Sebab, tugas, kewajiban, dan penghasilan akan setara dengan PNS, dan sama-sama menjadi ASN.
Advertisement
Ada Lowongan CPNS 2019, Honorer Minta Dapat Prioritas
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berharap agar pemerintah memberikan prioritas kepada para tenaga honorer untuk bisa ikut seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan diangkat menjadi PNS.
Hal ini menyusul akan dibukanya penerimaan (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diprediksi akan banyak diserbu oleh generasi muda atau generasi milenial.
Ketua Pengurus Besar PGRI Didi Suprijadi mengatakan, sebenarnya boleh saja para generasi milenial ini untuk melamar dan ikut dalam seleksi CPNS dan PPPK.
Namun demikian, pemerintah juga harus mengutamakan pada tenaga honorer untuk bisa diangkat menjadi PNS dengan mempertimbangkan masa pengabdiannya di instansi pemerintah.
"Boleh-boleh saja, karena yang orang-orang baru (milenial) juga punya hak. Tapi perlu diingat, bahwa orang-orang ini (tenaga honorer) sudah mengabdi puluhan tahun," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Menurut dia, jika dulu para tenaga honorer khususnya guru mendapatkan prioritas untuk diangkat menjadi PNS dengan mempertimbangkan masa kerjanya sebagai pengajar di sekolah negeri. Namun saat ini hal tersebut tidak berlaku lagi.
"Seharusnya diutamakan (yang honorer). Dari jaman dulu guru honorer itu setelah 5 tahun dia cocok mengajar langsung diangkat menjadi PNS, statusnya ada. Sekarang ini kan statusnya tidak ada, jadi yang penting ada statusnya dulu," ungkap dia.
Selain itu, lanjut Didi, pemerintah juga seharusnya mempertimbangkan kompetensi dan pengalaman yang telah dimiliki oleh para tenaga honorer selama mengabdi puluhan tahun untuk ikut penerimaan CPNS. Ini yang dinilai menjadi hal yang tidak dimiliki oleh para generasi milenial.
"Jadi kalau secara hak, dia sebagai warga negara ya boleh, ini kompetisi. Tetapi kompetensi orang yang sudah mengajar puluhan tahun dengan orang yang baru apakah bisa disamakan kompetensinya? Jadi melihat juga itu," tandas dia.
Tonton Video Ini: