Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum Edward Omar Syarief Hiariej menyinggung pendapat Yusril Ihza Mahendra yang dijadikan dalil tim hukum BPN Prabowo-Sandi dalam materi permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menilai, pendapat Yusril sudah tidak relevan dijadikan dalil dalam sengketa Pilpres 2019. Pendapat itu muncul saat Yusril dihadirkan sebagai ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2014 oleh kubu Prabowo Subianto-Hatta Radjasa selaku pemohon.
Advertisement
"Keterangan tersebut tidaklah dapat dijadikan rujukan, sebab saat itu Mahkamah Konstitusi menolak gugatan untuk seluruhnya," kata Edward dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Pada persidangan sengketa Pilpres 2019 ini, Edward dihadirkan sebagai ahli hukum oleh kubu TKN Jokowi-Ma'ruf selaku pihak terkait yang berperkara.
"Dalam konteks hukum pembuktian, keterangan ahli dalam perkara a quo sama sekali tidak memiliki preponderance of the evidence sebagai clear and convincing evidence yang memiliki bobot bukti untuk meyakinkan hakim," ujar Edward.
"Dengan demikian, tidaklah relevan dijadikan sebagai fundamentum petendi (dasar gugatan/permohonan) pada saat ini," sambung guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kutip Pernyataan Yusril
Teuku Nasrullah, salah satu tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa Pilpres 2019 mengutip langsung pernyataan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.
Kendati diketahui, Yusril saat ini menjadi 'lawan' dari mereka dalam persidangan sengketa Pilpres 2019 di MK. Yusril dalam hal ini merupakan koordinator hukum bagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
"Beberapa ahli juga menolak MK hanya melakukan kerja teknis kalkulasi suara, yang dalam bahasa populer dikatakan menolak MK menjadi 'Mahkamah Kalkulator', keterangan Ahli Prof Dr Yusril Ihza Mahendra," kata Nasrullah di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Selain Yusril, Nasrullah juga mengutip nama salah satu hakim majelis konstitusi, yakni Saldi Isra. Yakni dalam tulisannya di harian Kompas tanggal 14 Agustus 2013 yang berjudul “Memudarnya Mahkota MK”.
"Prof Saldi menyatakan bahwa jika ada pelanggaran yang bersifat TSM, maka batasan yang dibuat UU terkait minimal selisih suara yang dapat digugat ke MK dapat diterobos," baca Nasrullah mengutip perkataan Saldi.
Advertisement