PSI Dorong Kepastian Hukum terkait Reklamasi, Bukan Adu Polemik

PSI menilai positif keinginan Gubernur memberi kepastian hukum, tapi penerbitan IMB tersebut bukan langkah yang tepat.

oleh Muhammad Ali diperbarui 21 Jun 2019, 19:23 WIB
Aktivitas pekerja menyelesaikan pembangunan hunian mewah di salah satu blok di Pulau D atau Kawasan Pantai Maju, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru-baru ini diketahui telah mengeluarkan IMB untuk 932 bangunan di Pulau D. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi polemik penerbitan IMB di pulau reklamasi, Ketua DPW PSI Jakarta Michael Victor Sianipar meminta Gubernur Anies Baswedan konsisten dan konsekuen dalam memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha dan masyarakat.

PSI menilai positif keinginan Gubernur Anies Baswedan memberi kepastian hukum, tapi penerbitan IMB tersebut bukan langkah yang tepat.

“Saya rasa keinginan memberikan kepastian hukum ini sangat bagus, tapi jangan juga salah kaprah. Jelas tertulis di Pergub 206 Tahun 2016 bahwa Panduan Rancang Kota bersifat INDIKATIF, artinya sifatnya hanya sebagai pedoman perencanaan pengembangan pulau. Kalau Pak Anies anggap pergub itu sebagai dasar menerbitkan IMB, ya jelas salah. Tujuan pergub itu bukan untuk memberikan dasar diterbitkannya IMB,” ujar Michael, Jumat (21/6/2019).

PSI menilai ada pro-kontra penerbitan IMB apakah bisa cukup mengacu ke Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 atau harus menunggu peraturan daerah yang baru dan lebih detil. Polemik ini tidak akan selesai kalau kepastian hukum tidak dikunci dengan adanya perda baru yang lebih kuat.

“Bagi PSI, reklamasi sudah menjadi fakta. Pulaunya sudah ada, bangunannya sudah ada. Faktanya, reklamasi pesisir utara Jakarta adalah program pemerintah dan swasta yang diwariskan sejak zaman Sutiyoso. Kalau tiap berganti Gubernur kebijakannya berubah, itu namanya tidak ada kepastian hukum terhadap pembangunan di Jakarta,” tambah Michael.

Jika Gubernur Anies serius ingin memberikan kepastian hukum, seharusnya segera mengejar pembahasan dan pengesahan perda terkait kawasan pesisir utara dan pulau reklamasi. Penyelesaian perda itulah solusi final untuk kepastian hukum yang dibutuhkan dalam hal reklamasi.

 


Gagal Berikan Kepastian Hukum

Kapal nelayan melintas di dekat proyek pembangunan hunian di salah satu blok Pulau D, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Bangunan di Pulau D terdiri atas 409 hunian, 212 rumah kantor (rukan), dan 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun setelah sempat disegel. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

PSI menyayangkan kinerja DPRD periode 2014-2019 yang gagal memberikan kepastian hukum itu, bahkan dalam pembahasan perda tersebut tersandung kasus korupsi suap dalam menentukan besaran kewajiban kontribusi tambahan.

“Perlu digarisbawahi, tugas memberikan kepastian hukum bukan hanya tanggung jawab Gubernur. DPRD DKI Jakarta juga bertanggung jawab karena ini kan tugas Dewan juga. Ini kenapa DPRD juga harus berbenah, segera kejar produk hukum yang dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum.,” kata Michael.

PSI tidak ingin urusan reklamasi yang berdampak sangat besar untuk Jakarta ini digantung terus-menerus dan dijadikan polemik berkepanjangan yang merugikan masyarakat. PSI meminta adanya keputusan pasti dan final terkait reklamasi supaya tidak maju-mundur.

“Ini Ibukota Jakarta, masa urusan kepastian hukum saja sudah bertahun-tahun tidak bisa diselesaikan dan diputuskan? Kita harus mengejar pembangunan ekonomi untuk bisa bersaing dengan kota-kota besar dan negara-negara lain. Setiap keputusan pasti ada pro-kontra, tapi Gubernur dan DPRD harus bisa duduk bareng dan selesaikan,” tutup Michael.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya