Liputan6.com, Jakarta Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menyarankan isi draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang mobil listrik ikut mengatur tentang batas waktu masa peralihan dari kendaraan konvensional menuju ke kendaraan listrik. Penetapan batas waktu ini seperti dilakukan negara lain.
"Sekarang di draf Perpres itu tidak ada tahun batasannya. Saya setuju itu dibatasi sampai 2040 selesai. kalau tidak orang Indonesia di kasih begitu terus kemana-mana, jadi mendingan dibatasi saja," ujar dia di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Advertisement
Agus mencontohkan negara di Eropa yang sudah memberikan batasan atau tenggat waktu peralihan penggunaan mobil listrik. Maksimal pada 2040, seluruh masyarakat Eropa sudah menggunakan kendaraan listrik.
"Di 2040 itu Eropa tidak boleh ada mobil berbahan bakar lagi. Di 2040 semua sudah bersih di sana," imbuh dia.
Agus menambahkan sejauh ini payung hukum dari kendaraan listrik sudah disetujui dan ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan dan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
Namun, ada beberapa menteri lagi yang masih belum menandatangani.
"Saya berharap sebulan ini keluar (Perpresnya). Karena baru dua menteri yang sudah (tandatangan) gak tau saya cek minggu lalu Menteri ESDM dan Menperin sudah setuju, hukum dan ham belum Kemenkeu belum gak tau kalau sekarang mungkin saya harus cek minggu depan," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Tingkat Polusi di Jakarta Tinggi, Keberadaan Mobil Listrik Jadi Hal Mendesak
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mobil listrik. Keberadaan mobil listrik sangat dibutuhkan karena menyangkut tingginya polusi udara di kawasan Jakarta.
"Mobil listrik ini sangat urgent untuk menghilangkan polusi di kota besar yang padat kendaraan bermotor," kata dia di Jakarta, Minggu (23/6).
Ahmad mengatakan, pembahasan mengenai payung hukum untuk mobil listrik masih berjalan alot di masing-masing kementerian. Alhasil, industri pun belum bisa memproduksi kendaraan mobil listrik.
"Harus ada kebijakan teknis elektrik bus ini kan harus ada standarnya, kalau nggak ada (aturan) pabrikan bermotor nggak bisa produksi. Nah, standarnya itu harus ada," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga harus mengatur pemberian insentif fiskal terhadap mobil listrik. Sebab, selama ini harga mobil listrik masih jauh lebih mahal dibanding mobil yang menggunakan bahan bakar minyak ( BBM).
"Nah, setelah kita hitung, kendaraan motor bakar atau konvensional harganya masih murah maka dari itu mobil listrik nggak akan dibeli masyarakat. Maka dari itu bila pemerintah nggak nyiapin aturan, nggak akan siap," pungkas dia.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Transjakarta, Agung Wicaksono mengaku siap mengoperasikan kendaraan atau bus listrik di Jakarta. Hanya saja, saat ini pengoperasian masih terkendala oleh Peraturan Presiden (Perpres) yang belum terbit.
"Kalau ada Perpres bisa dibuka. Kita siap sudah maju, tapi peraturan lebih tinggi dari level DKI Jakarta juga diperlukan," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement