Pemerintah Muba Kerahkan Pasukan Lalat Hitam untuk Olah Sampah

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mengembangkan inovasi baru dalam pengolahan sampah organik dengan mengerahkan lalat hitam.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 25 Jun 2019, 11:00 WIB
Petugas melihat lalat tentara hitam di penangkaran Unit Pengolahan Sampah (UPS) 2 Sukmajaya Depok, Jawa Barat, Selasa (5/3). Telur lalat tentara hitam menghasilkan ulat maggot. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Musi Banyuasin - Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mengembangkan inovasi baru dalam pengolahan sampah organik dengan menggunakan lalat atau yang dikenal dengan nama ‘black soldier fly’ sebagai media pengurai.

Inovasi ini dipamerkan dalam kegiatan Pekan Daerah (Peda) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke-13 Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) di Kabupaten Musi Banyuasin, 24-28 Juni 2019.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Musi Banyuasin Andi Wijaya Busro mengatakan lalat Black Soldier Fly (BSF) yang selama ini dianggap hewan pengganggu justru memegang peran utama untuk pengelolaan sampah organik.

Lalat tersebut kini dimanfaatkan untuk membantu penguraian sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah organik di Musi Banyuasin. Dengan cara ini sampah organik bisa terurai dan ramah lingkungan, dilansir Antara.

Ia mengatakan inovasi ini terbukti mampu mengurai sampah lebih cepat dan efisien. Volume sampah yang menjadi ancaman kelestarian lingkungan akhirnya dampaknya bisa ditekan.

Mula-mula lalat tersebut tidak dilepas begitu saja. Namun diternak atau dikembangbiakkan dalam kawasan khusus terlebih dahulu. Pengembangbiakkan lalat hitam ini bertujuan untuk menghasilkan "maggot" atau belatung.

Belatung dari lalat hitam inilah nanti yang akan bekerja untuk mengurai sampah, sehingga volume sampah akan berkurang dan sekaligus mengurangi bau sampah.

Setelah lalat bertelur, telur-telur tersebut dipisahkan dan ditempatkan di tempat berbeda untuk proses penetasan.


Panen Larva

Maggot, larva Black Soldier Fly (BSF), penghancur cepat bahan organik untuk jadi pupuk organik. (Foto: Liputan6.com/Topik Rohman/Muhamad Ridlo)

Setelah menetas dan berusia lima hari diletakkan pada sampah organik. Kemudian, memasuki usia 10 hari, larva tersebut sudah dapat dipanen dan ditebarkan ke tumpukan sampah untuk bekerja mengurai sampah.

Ia mengatakan mini larva tersebut bisa mengonsumsi sampah selama dua minggu. Dalam perhitungannya, 10 gram telur (larva yang sudah menetas) bisa mengonsumsi 100-150 kilogram (kg) sampah organik per hari.

Kemudian, mini larva akan berubah menjadi maggot (belatung atau larva lalat BSF) selama delapan hingga 17 hari. Dari jumlah maggot secara keseluruhan, 90 persennya akan disisihkan untuk pakan ternak dan ikan, lalu 10 persennya lagi untuk dijadikan lalat lagi agar bertelur.

"Maggot mengandung protein tinggi, 19 asam amino, dan 11 mineral, sehingga diklaim sangat cocok untuk pakan ternak dan ikan," kata dia, diansir Antara, Senin (24/6/2019).

Dengan adanya inovasi ini, Pemkab Musi Banyuasin berharap jumlah volume yang setiap hari bertambah bisa segera terurai secara alami dengan menggunakan metode BSF.

Larva dari lalat hitam ini dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik karena keberadaannya yang banyak ditemukan di sekitar sampah.

"Lalat hitam ini bertelur di sekitar sampah. Mereka meletakkannya di tempat kering dan bersih, berbeda dengan lalat hijau yang hinggap dan bertelur di sampah," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya