Izin Habis, Tanito Harum Tak Bisa Garap Tambang Batu Bara di Samarinda

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Tahito Harum telah habis sejak 14 Januari 2019.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Jun 2019, 18:15 WIB
Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mengambil keputusan untuk perpanjangan izin operasi PT Tanito Harum. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) perusahaan tersebut telah habis sejak 14 Januari 2019.

Direktur Jendera Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, Tanito Harum sudah tidak bisa menggarap ‎tambang batu baranya di Samarinda, Kalimantan Timur. Sebab PKP2B yang dipegang sudah kadaluarsa.

"Ya otomatis kalau dia enggak ada ininya (izinnya) berhenti lah. Logikanya gitu saja kan‎," kata Bambang, saat menghadiri Coaltrans 2019, di Nusa Dua Bali, Senin (24/6/2019).

Bambang pun belum bisa memastikan perpanjangan izin untuk Tanito Harum. Untuk diketahui, jika pemegang PKP2B ingin melakukan perpanjangan maka statusnya harus berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Saya nggak tau, terserah Tanito, saya bukan yang punya enggak tau," tuturnya.

Ketidakjelasan nasib yang sama juga dialami pada lahan penciutan, dia belum bisa memastikan lahan tersebut akan dijadikan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus‎ (WIUPK).

"Lho ya kan kemungkinannya masih panjang, bisa jadi WPN, jadi WIUPK, kan macem-macem kan. Atau yang lain. Saya nggak tau, belum tau," ujar Bambang.

‎Sebenarnya Tanito Harum telah mendapat perpanjangan izin, namun dicabut kembali atas rekomendasi Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK). ‎Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, terdapat dua pilihan kelanjutan operasi dari PKP2B.

Pertama, setelah kontrak berakhir, lahan bekas tambang bisa diusulkan ke DPR untuk dijadikan WPN kemudian ditawarkan kembali ke perusahaan. Hal ini sesuai Pasal 27 dan 74 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Batubara.

Kedua, setelah berakhirnya kontrak, lahan tersebut otomatis menjadi WIUPK untuk langsung ditawarkan ke perusahaan. Ketentuan soal WIUPK ini diatur dalam Ketentuan Peralihan Pasal 169 dan 171 Undang-Undang Minerba, serta Pasal 112B angka 9 PP 77 Tahun 2014.

Namun hingga kini, pemerintah belum memutuskan opsi mana yang diambil. Pasalnya, pemerintah masih memproses revisi keenam PP 23 Tahun 2010.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perang Dagang Tekan Harga Batu Bara Indonesia

Pekerja Batu Bara (iStock)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) USD 81,48 per ton untuk periode Juni 2019. Turun jika dibanding Mei 2019 yang tercatat USD 81,86 per ton. 

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan, penurunan HBA disebabkan beberapa hal, diantaranya perang dagang antara China dan AS.

Adanya perang dagang tersebut ternyata mempengaruhi permintaan batu bara Indonesia dari China. Sesuai dengan hukum ekonomi, dengan penurunan permintaan tersebut maka berpengaruh terhadap penurunan harga.

Kondisi ini juga diperparah oleh kebijakan China mengurangi impor batu bara dan menambah produksi dalam negeri. Kebijakan tersebut mempengaruhi penurunan harga batu bara beberapa bulan terakhir.

Agung melanjutkan, penyebab lain yang mempengaruhi penurunan harga adalah batu bara dari Rusia mulai membanjiri pasar Asia, sehingga pasokan batu bara di pasar Asia meningkat.

"Tekanan terhadap harga batubara masih sama seperti bulan sebelumnya. Belum berkurang. Harga terkoreksi negatif," kata Agung, di Jakarta Selasa (11/6/2019).

Untuk diketahui, penetapan Harga Batu bara Acuan mengacu pada index pasar internasional. Ada empat index yang dipakai Kementerian ESDM untuk dijadikan patokan, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25 persen dalam formula HBA.


Bos Adaro Prediksi Harga Batu Bara akan Capai Titik Stabil

PT Pembangkitan Jawa Bali berhasil menepis anggapan masyarakat bahwa kehadiran pembangkit listrik berbahan bakar batu bara bisa menyebabkan kerusakan ekosistem.

Sebelumnya, Adaro Energy memprediksi harga batu bara akan mencapai titik stabil‎, setelah turun beberapa waktu terakhir. Hal ini akibat pertemuan titik keseimbangan antara permintaan dan pasokan.

Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir‎ mengatakan, dalam beberapa waktu ke depan tidak ada tambahan produksi batu bara. Ini akibat dari pendanaan asing untuk memodali kegiatan penambangan batu bara yang semakin ketat.

"Permasalahan dari sisi suplai, financing baru untuk dari bank itu susah gara-gara bank asing bisnis batu bara nggak deh. Berarti kalau nggak ada financing baru, berarti suplai baru juga tidak meningkat," kata Garibaldi, di Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Menurut Garibaldi, kondisi tersebut akan membuat pasokan batu bara di pasar ‎stabil. Sebab tidak ada pemain baru yang menambah produksi. Dengan begitu, akan berpengaruh pada harga yang stabil.

Dia pun memperkirakan harga batubara akan berada dikisaran level USD 80 per ton. "Kalau suplai tidak meningkat karena tidak ada pemain baru berarti harga stabil. Di 80-an. Sekarang di 85," tuturnya.

Garibaldi melanjutkan, untuk permintaan batu bara akan mengalami kenaikan seiring beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas besar‎ di beberapa negara Asia. Hal ini membuat stok batu bara yang saat ini berlebih menjadi terserap sesuai kebutuhan.

‎"Beberapa tahun ke depan harusnya bertambah karena PLTU Batang jadi, Vietnam jadi, Jepang, Thailand. Dia kan butuh batu bara. Saya lihat supply akan tetap akan terbatas karena financing," tandasnya.


Pengusaha Batu Bara RI Jalin Kerja Sama dengan China

Ilustrasi batu bara Bengkulu (Liputan6.com / Yuliardi Hardjo Putro)

Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) sepakat menjalin kerja sama dengan China National Coal Association (CNCA). kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) untuk mendukung perdagangan dan investasi kedua negara Indonesia dan China.

Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir mengatakan, kerja sama ini mempunyai arti penting karena melibatkan dua negara penting di sektor industri batu bara dunia, dimana Indonesia sebagai negara eksportir batu bara terbesar di dunia sedangkan China adalah negara importir terbesar dan juga produsen batu bara terbesar dunia.

Ekspor batu bara merupakan komoditas ekspor nonmigas terbesar kedua Indonesia, perannya sangat penting di saat perdagangan dunia sedang dalam kondisi pelemahan global yang dibayangi perang dagang antara AS dan China.

"Kerja sama sama kedua belah pihak ini terlaksana berkat fasilitasi dari Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan juga Kementerian Perdagangan, diawali dengan kunjungan delegasi RI dimana APBI ikut serta dalam pertemuan dengan pihak CNCA di Shanghai, Tiongkok," kata Pandu, di Jakarta, Sabtu (25/5/2019).

Ekspor Indonesia ke China pada 2018 mencapai sekitar 125 juta MT atau sekitar 25 persen pangsa ekspor batu bara Indonesia. Sedangkan dari sisi China, impor dari Indonesia mencakup sekitar 45 persen dari total impor batu bara China negara yang memproduksi lebih dari 3 miliar Metrik Ton (MT) batubara pada 2018.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya