Liputan6.com, Jakarta Dalam acara Dinner Meeting di Sidang International Labour Organization (ILO) di Jenewa, Swiss beberapa waktu lalu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mendorong kerja sama diantara negara anggota G-20.
Advertisement
Tujuannya untuk menyukseskan bonus demografi yang akan dialami Indonesia. Hanif mengatakan bahwa isu demografi bukan hanya berkaitan dengan penuaan demografi yang dialami sejumlah negara.
"Tapi yang juga sama pentingnya adalah isu bonus demografi. Keduanya adalah siklus demografi yang harus mendapatkan perhatian serius, karena sama-sama berdampak pada masalah ketenagakerjaan, ekonomi, sosial dan lainnya," kata Hanif Dhakiri.
Indonesia sangat berkepentingan menyukseskan bonus demografi yang akan dialami pada 2030-2045, di mana 70 persen populasi Indonesia merupakan penduduk usia produktif.
Pada 2045 penduduk Indonesia diprediksi mencapai 321 juta jiwa. Sementara pada saat yang sama, sebagian anggota G-20 seperti Jepang dan beberapa negara Eropa mengalami penuaan generasi (aging population), suatu kondisi kebalikan dengan bonus demografi.
Bonus demografi yang akan dialami Indonesia menjadi modal pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dengan catatan, penduduk usia produktif memiliki kompetensi menjadi tenaga kerja produktif dan kompetitif.
Beberapa lembaga dunia yang kredibel seperti Mckinsey Global Institut memprediksi dengan menyukseskan bonus demografi, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi keempat dunia.
Hanif juga mendorong negara-negara anggota G-20 yang telah sukses melewati bonus demografi seperti China, Korea dan India untuk berbagi pengalaman dan bekerja sama secara saling menguntungkan.
Sebaliknya, kepada negara yang mengalami penuaan populasi, Indonesia siap bekerja sama diantaranya dengan penempatan tenaga kerja Indonesia untuk mengisi kekosongan tenaga kerja produktif setempat.
Termasuk di dalamnya adalah penempatan perawat dan caregiver untuk menangani manusia usia lanjut di negara-negara yang alami penuaan populasi.
"Penanganan bonus demografi harus menjadi bagian penting dari pencarian solusi di antara negara-negara anggota G-20. Tidak ada satu resep untuk selesaikan semua masalah. Di sinilah pentingnya kerja sama," kata Hanif.
Dalam pertemuan yang dimoderatori Dirjen ILO Guy Ryder tersebut Hanif menyampaikan bahwa pola kerja sama yang dimaksud diantaranya mencakup pengembangan keterampilan pekerja (skill development), pengakuan keterampilan (skill recognition), pemagangan dan youth network, keterbukaan pasar kerja, pemetaan bentuk pekerjaan di masa mendatang (future of work) serta perlindungan jaminan sosial pekerja.
"Seluruh anggota G-20 harus saling support serta memiliki komitmen yang sama terkait masalah tersebut," tegasnya.
Hanif juga menyampaikan keseriusan Presiden Jokowi dalam meningkatkan kompetensi pekerja, dengan berbagai skema pendidikan dan pelatihan vokasi. Hal itu memberikan kesempatan luas bagi kaum muda untuk bekerja dengan menyediakan berbagai fasilitas.
Juga menciptakan ekosistem usaha yang nyaman bagi pelaku ekonomi digital, serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di dunia digital. Jokowi juga memastikan seluruh pekerja dan pekerja migran terlindungi jaminan sosial.
Masih terkait isu ketenagakerjaan, hari ini dilaksanakan working group meeting G-20 di Jenewa. September nanti, pertemuan tingkat Menteri Ketenagakerjaan G-20 akan dihelat di Jepang.
(*)