Liputan6.com, Jakarta - Pernah mengambil gambar lanskap atau pemandangan tapi kesal karena ada orang 'nyelip' di foto? Pasti mengganggu.
Sepertinya, keluhan ini didengar oleh pengembang aplikasi kamera Bye Bye Camera. Dilansir Tech Crunch, Rabu (26/6/2019), aplikasi ini dibuat oleh Damjanski dalam proyeknya, Do Something Good.
Aplikasi kamera ini menggunakan artificial intelligence (AI) yang sudah tersedia online, seperti YOLO (You Only Look Once), untuk mengklasifikasi objek seperti manusia dan bakal meng-outline-nya secara otomatis.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian, objek tersebut dipisahkan dari gambar dengan fitur yang serupa dengan context-aware fill milik Adobe lalu dihapus.
Damjanski menyatakan kalau ini adalah aplikasi era post-human. "Maksudnya, aplikasi ini sangat kontradiktif dengan orang-orang yang hobi selfie atau foto yang objeknya fokus pada manusia," ujarnya.
Jika tertarik, pengguna bisa mendownloadnya di App Store. Sayangnya, aplikasi ini masih berbayar, sekitar USD 3 atau Rp 43 ribu. Plus, aplikasi ini belum tersedia untuk Android.
Adobe Kembangkan Pendeteksi Foto Editan
Sementara, Adobe juga sudah memulai kontribusinya untuk memberantas foto editan. Maraknya foto rekayasa yang bisa mencemarkan nama baik satu pihak tampaknya jadi perhatian tim Adobe dan kelompok peneliti asal University of California Berkeley.
Demi mengurangi penyebaran informasi menyesatkan, mereka mengembangkan teknologi AI (artificial intelligence) untuk mendeteksi apakah suatu foto asli atau editan Photoshop.
Dilansir dari Engadget, Selasa (18/6/2019), tim Adobe dan peneliti UC Berkeley akan melatih convolutional neural network (CNN) untuk menemukan titik perubahan di gambar yang diedit dengan fitur Photoshop, Face Awal Liquify yang memang didesain khusus untuk daerah mata, mulut dan fitur wajah yang mendetail lainnya.
Advertisement
Tepat Hingga 99 Persen
Ketika diuji, jaringan neural ini bisa mendeteksi gambar yang diedit dengan tingkat ketepatan 99 persen. Sebagai perbandingan, tingkat ketepatan manusia hanya sebesar 53 persen saja.
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Adobe melakukan hal ini. Mereka bahkan punya target spesifik untuk mendalami manipulasi wajah.
"Kita hidup di zaman di mana semakin sulit untuk manusia mempercayai apa yang dilihat di internet," ujar peneliti Adobe Richard Zhang.
Oleh karenanya, Adobe akan terus bekerja keras untuk memaksimalkan hal ini.
(Tik/Isk)