Usulan Napi Bandel ke Nusakambangan, JK: Tak Semua Seperti Setya Novanto

Wapres JK mengatakan, Setya Novanto yang terjerat dalam kasus e-KTP memang layak untuk dipindahkan dan diberikan sanksi.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2019, 17:19 WIB
Wakil Presiden Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, pemindahan narapidana kasus korupsi yang berkelakuan buruk ke lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, belum perlu dilakukan. Dia yakin, tidak semua narapidana berkelakuan seperti Setya Novanto yang lolos untuk pelesiran.

"Saya kira mereka itu disiplin. Ada satu dua yang tidak disiplin, tapi sebagian besar disipilin. Yang tidak disiplin lah yang tentu ada sanksinya. Tapi kalau yang disiplin. Kan tidak semua seperti Novanto. Lebih banyak yang disiplin daripada yang tidak disiplin. Jangan disamaratakan," kata Jusuf Kalla di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (25/6/2019).

Wapres yang kerap disapa JK ini mengatakan, Setya Novanto yang terjerat dalam kasus e-KTP memang layak untuk dipindahkan dan diberikan sanksi. Tetapi menurut JK banyak juga dari para napi yang berkelakuan baik.

"Ya, kalau Novanto kan dianggap bandel kan bawa ke Sindur. Jadi sama saja, kalau memang terjadi lagi ya Nusakambangan yang paling keras ya dipakai teroris, tahanan kota, kalau pidananya lain, ya tentu kalau korupsi di Sukamiskin," ungkap JK.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya mengusulkan agar narapidana yang bandel dipindahkan dari Lapas Sukamiskin ke Nusakambangan. Hal demikian hanya untuk membuat jera para narapidana koruptor di Sukamiskin supaya tak turut membandel.

Namun, kata dia, itu hanya usulan KPK bukan permintaan resmi. "Itu supaya apa? Memberikan efek jera. Untuk napi-napi lain supaya enggak meniru hal yang sama. Kan begitu. Tetapi, kembali lagi itu menjadi kewenangan Ditjen PAS. KPK hanya menyarankan, mengusulkan," ujar Alexander.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kata Menkumham

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). Raker membahas pendahuluan RKA-KL dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, napi kasus korupsi seharusnya tidak perlu dipenjara di lapas berpengamanan supermaksimum, seperti di Nusakambangan. Narapidana kasus korupsi tak masuk dalam kategori napi dengan risiko tinggi atau highrisk. 

"Saya mengatakan begini, di Nusakambangan itu kita menempatkan memang lapas-lapas yang highrisk. Lapas supermaximum security. Napi-napi koruptor bukanlah napi kategori highrisk yang memerlukan supermaximum security. Jadi itu persoalannya," ujar Yasonna di kantornya, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Dia mengatakan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memantau langsung Lapas Nusakambangan yang diperuntukkan bagi narapidana kasus korupsi. Pemantauan itu dilakukan bersama dengan Dirjen PAS.

Namun, menurut dia, lapas-lapas di Nusakambangan sejatinya diperuntukkan bagi narapidana yang mendapat hukuman mati atau minimal vonis seumur hidup. Bukan untuk napi kasus korupsi.

"Itu yang kami dedikasikan untuk berada di sana (Nusakambangan). Karena yang di sana itu pada umumnya adalah pidana mati, pidana seumur hidup, pelaku kejahatan pembunuhan, narkoba, teroris," kata Yasonna.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya