Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan melakukan pengecekan mengenai kabar Perusahaan Lapindo Brantas, Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya yang memiliki utang kepada pemerintah sebesar Rp1,9 triliun. Piutang ini berasal dari cost recovery sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable).
"Mereka mengklaim punya hak cost recovery, dari operasi mereka, kami sudah diskusikan ini. Kalau soal cost recovery itu kan bukan urusan kami, makanya kami mesti cek dulu," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata saat ditemui di DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Isa mengatakan pihaknya akan mendalami mengenai persoalan piutang tersebut kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Selain itu, dirinya juga ingin memastikan mengenai surat dari SKK Migas yang menyatakan adanya biaya yang dapat diganti, sesuai dengan surat SKK Migas No SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.
Di sisi lain, Kemenkeu juga ingin mengecek terkait besaran utang Lapindo yang disebut mencapai Rp773,38 miliar. Utang ini merupakan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah yang berupa Dana Antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga terdampak lumpur Sidoarjo.
Adapun utang Lapindo terhadap pemerintah hanya sebatas pokok hutang. Namun Lapindo belum memasukkan biaya bunga dari adanya pinjaman tersebut dari pemerintah. Sementara bunga dari utang Lapindo itu diperkirakan sekitar 4 persen dari pokok hutang.
"Kalau kami lihat lagi perjanjianya sebetulnya di situ disebut bahwa ada bunga yang harus mereka bayar juga, nah kami kan harus hitung juga bunganya berapa, tapi nanti kami akan undang mereka," kata Isa.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Langkah Pelunasan Lapindo
Sebelumnya diberitakan, Lapindo Brantas Inc dan Minarak Lapindo Jaya menyatakan bakal melunasi utangnya kepada pemerintah sebesar Rp 773 miliar. Perseroan memperoleh pinjaman dari Pemerintah berupa dana antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga terdampak luapan lumpur Sidoarjo.
Namun, dalam keterangannya, pembayaran utang tersebut bisa dilakukan dengan melakukan biaya pengganti lewat cost recovery atau biaya yang dapat diganti (cost recoverable). Adapun cost recovery merupakan skema pengembalian biaya operasi di industri hulu migas.
Pembayaran utang yang dapat diganti dengan cost recovery ini juga dikuatkan lewat surat dari SKK Migas No SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018. Sedangkan, menurut pernyataan resmi Lapindo, besaran biaya cost recovery yang diterima tembus USD 138 juta atau setara dengan Rp. 1,9 triliun.
"Untuk itu kami sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah melalui Departemen Keuangan untuk dilakukan pembayaran utang dengan mekanisme perjumpaan utang, yaitu menjumpakan piutang kepada pemerintah dengan pinjaman dana antisipasi," seperti dilansir dari keterangan tertulis dua perusahaan atas nama President Lapindo Brantas Inc Faruq Adi Nugroho dan PT Minarak Lapindo Jaya Benjamin Sastrawiguna.
Advertisement