Aturan Harga Batu Bara Khusus Kelistrikan Kemungkinan Berlanjut di 2020

Sektor kelistrikan merupakan konsumen potensial yang memberikan kepastian penyerapan batu bara dalam negeri.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Jun 2019, 10:15 WIB
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum membahas perpanjangan kebijakan harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan. Saat ini, Kementerian ESDM mematok harga tertinggi batu bara khusus sektor kelistrikan di angka USD 70 per ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, kebijakan patokan harga batu bara tertinggi USD 70 per ton ditetapkan berlaku hingga akhir 2019. Namun apakah kebijakan tersebut akan diperpanjang untuk tahun berikutnya, Kementerian ESDM belum‎ membahas.

"Aturannya sampai 2019. Untuk selanjutnya belum ditetapkan. Nanti kita lihat," kata Bambang, di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Namun Bambang memberi sinyal, kebijakan penetapan harga tertinggi batu bara sebesar USD 70 per ton‎ sangat baik jika diterapkan kedepannya.

Menurutnya, sektor kelistrikan merupakan konsumen potensial yang memberikan kepastian penyerapan batu bara dalam negeri. Hal ini tentu mendorong peningkatan penyerapan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

"Sekarang harga juga saya tanya ke beberapa perusahaan, sekarang juga bagus, pasokan ke PLN seebsafr USD 70 per ton juga ada semua. Dia kan dapat kontrak PLN luar biasa itu. JAdi PLN merupakan user yang cukup potensial," tuturnya.

Penetapan harga batu bara khusus dengan patokan tertinggi USD 70 per ton untuk listrik nasional, diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 1395.K / 30 / MEM / 2018. Hal ini untuk melindungi kepentingan masyarakat daya beli dan daya saing industri‎.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Pemerintah Targetkan 60 Persen Batu Bara Terserap di Dalam Negeri

Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Sebelumnya, pemerintah telah memperioritaskan produksi batu bara ‎diserap konsumen dalam negeri. Hal ini untuk menjadikan komoditas tersebut tidak hanya menjadi sumber pendapatan negara, tetapi pertumbuhan ekonomi.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, sejak 2011 hingga 2017, penyerapan batu bara di pasar domestik telah meningkat sebesar 27 persen setiap tahun. Pada 2019 diharapkan dapat meningkat sebesar 60 persen dari produksi yang ada.

"Perlahan tapi pasti, kami mulai memprioritaskan kebutuhan domestik," kata Bambang, saat menghadiri Coaltrans di Nusa Dua Bali, pada Senin 24 Juni 2019. 

Bambang melanjutkan,‎ dalam rencana nasional jangka menengah-panjang 2015-2019, produksi batu bara yang direncanakan pada 2018 sebesar 413 juta ton dan akan dikurangi menjadi 400 juta ton pada 2019.

"Namun pada kenyataannya, produksi batu bara pada 2018 berjumlah 528 juta ton. Jumlah produksi yang besar ini jika tidak digunakan dengan benar untuk negara tidak akan sia-sia," tuturnya.

Menurut Bambang, salah satu pemicu peningkatan penyerapan batubara di daam negeri adalah diberlakukannya Kewajiban Pasar Domestik (Domestic Market Obligation/DMO) yang secara tidak langsung mendukung pertumbuhan pasar domestik, ditandai dengan penurunan ekspor batubara sekitar 14 persen per tahun. ‎

"Lima tahun yang lalu, kami lebih suka mengekspor batu bara untuk mendapatkan pendapatan pajak tetapi sekarang kebijakan telah berubah," ujarnya. 

Pemerintah pun telah menetapkan skema baru untuk DMO, yang menetapkan harga untuk penjualan batubara domestik, yaitu menetapkan harga jual batubara untuk pembangkit listrik domestik sebesar USD 70 untuk HBA 6322 GAR / kal.

"Pemerintah memutuskan untuk menetapkan harga batu bara untuk listrik nasional melalui Kepmen ESDM No. 1395.K/30/MEM/2018 untuk melindungi kepentingan masyarakat daya beli dan daya saing industri," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya