Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Hero Supermarket Tbk (HERO), induk usaha dari Giant menyatakan akan menutup enam gerai Giant. Penutupan gerai Giant itu dimulai pada 28 Juli 2019.
Penutupan gerai Giant ini bukan kali pertama dilakukan perseroan. Pada Januari 2019, PT Hero Supermarket Tbk menutup 26 gerai jaringan ritelnya. Dari 26 gerai yang ditutup, sebagian besar gerai Giant.
Giant merupakan salah satu dari bagian PT Hero Supermarket Tbk. Selain Giant, perseroan memiliki unit usaha Hero Supermarket, Guardian, dan Ikea.
Baca Juga
Advertisement
Lalu bagaimana kinerja PT Hero Supermarket Tbk sejak 2016 hingga 2018?
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Rabu (26/6/2019), perseroan membukukan laba Rp 120,58 miliar pada 2016 dari periode 2015 rugi Rp 144,07 miliar. Akan tetapi, pendapatan turun 4,7 persen menjadi Rp 13,67 triliun pada 2016 dari periode 2015 sebesar Rp 14,35 triliun.
Pendapatan perseroan turun itu disumbangkan dari usaha segmen makanan yang turun dari Rp 12,62 triliun pada 2015 menjadi Rp 11,69 triliun pada 2016. Sedangkan segmen non makanan tumbuh 14,65 persen menjadi Rp 1,97 triliun pada 2016 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1,72 triliun.
Pada 2017, perseroan alami rugi tahun berjalan Rp 191,40 miliar dari sebelumnya untung Rp 120,58 miliar. Hal ini didorong biaya one-off yang dikeluarkan sebesar Rp 366 miliar, sebagian besar digunakan untuk penurunan nilai aset dan stock clearance pada bisnis makanan.
Pendapatan bersih perseroan susut 4,7 persen menjadi Rp 13,03 triliun pada 2017 dari periode 2016 sebesar Rp 13,67 triliun.
Pada keterangan tertulis 1 Maret 2018 di BEI, PT Hero Supermarket Tbk menyatakan pendapatan melemah itu didorong bisnis makanan yang merosot sebesar tujuh persen menjadi Rp 10,85 triliun karena penjualan like-for-like yang negatif akibat melemahnya kinerja supermarket dan hypermarket. Perseroan mencatat kerugian operasional underlying sebesar Rp 434 miliar dibandingkan laba Rp 91 miliar pada tahun sebelumnya.
Sebaliknya, penjualan bisnis non-makanan tumbuh sebesar 10 persen menjadi Rp 2,17 triliun terutama didorong pertumbuhan penjualan like-for-like pada bisnis IKEA dan Guardian. Laba usaha juga tumbuh 60 persen menjadi Rp 282 miliar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kinerja 2018
Pada 2018, kinerja perseroan belum membaik. PT Hero Supermarket Tbk alami lonjakan rugi tahun berjalan menjadi Rp 1,25 triliun dari periode 2017 sebesar Rp 191,40 miliar. Pendapatan turun 0,48 persen dari Rp 13,03 triliun pada 2017 menjadi Rp 12,97 triliun pada 2018.
Perseroan menyatakan hadapi tantangan signifikan oleh Giant Supermarket dan Hypermarket membukukan penjualan lebih rendah dan peningkatan kerugian.
Sementara toko Hero Supermarket berkontribusi positif bagi bisnis karena perseroan meningkatkan standar operasional dalam kualitas, kesegaran dan ketersediaan.
Di sisi lain, bisnis nonmakanan berjalan baik. Secara keseluruhan, penjualan tumbuh 21 persen menjadi Rp 2,62 triliun terutama didorong oleh promosi yang kuat pada kategori kecantikan di bisnis kesehatan dan kecantikan serta didukung oleh peningkatan kunjungan ke toko IKEA Alam Sutera, ditambah peningkatan kontribusi dari bisnis e-commerce. Hal ini mendorong 35 persen peningkatan laba pokok menjadi Rp 380 miliar.
Advertisement
Guardian dan Ikea Topang Kinerja Hero Supermarket
Perseroan sangat terdorong oleh peningkatan di bisnis kesehatan dan kecantikan Guardian yang terus memberi peluang signifikan.
Setelah alami tantangan bisnis beberapa tahun lalu, Guardian sekarang telah pulih dengan baik dan menambah lebih banyak jaringan toko. Perseroan berencana untuk investasi lebih lanjut dalam ekspansi dan pengembangan format bisnis kesehatan dan kecantikan di Indonesia.
Selain itu, perseroan juga terus berinvestasi dalam bisnis IKEA melalui percepatan pertumbuhan jaringan toko.
"Kami juga telah memperbaharui dan meluncurkan kembali platform online IKEA. Saat ini, pembangunan toko kedua IKEA di Jakarta Garden City sedang dilakukan, dan juga telah mendapatkan lokasi toko berikutnya di Bandung,” tulis manajemen.
"Kami juga sedang dalam proses mengkonversi salah satu Giant Hypermarket menjadi toko IKEA sebagai proyek percontohan dalam upaya untuk memanfaatkan kembali lokasi bisnis makanan perseroan yang berkinerja buruk sekaligus mempercepat pengembangan bisnis IKEA,” tambah manajemen.
Update: Kata Analis
Analis PT Artha Sekuritas, Frederik Rasali menuturkan, bisnis Hero Supermarket rugi karena memang bisnis Giant tidak efisien. Frederik melihat dari, bisnis Giant yang tidak efisien.
"Dari segi laba untuk divisi makanan per kuartal I 2019 masih merugi sebesar Rp 64 miliar walaupun lebih baik dari kuartal I 2018. Segmen tersebut merugi Rp 87 miliar," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, dampak dari penutupan gerai Giant tentu berdampak ke pendapatan perusahaan secara signifikan. Ini karena pendapatan dari segmen itu mencapai Rp 10,3 triliun pada 2018.
Sedangkan segmen nonmakanan (IKEA) berkontribusi Rp 2,6 triliun pada 2018 sehingga porsi penjualan akan hilang lebih dari Rp 10 triliun. "Namun, di sisi lain, kita perlu melihat kinerja segmen makanan yang ternyata pada 2018 mencatat kerugian sebesar Rp 1,5 triliun sedangkan segmen non makanan untung Rp 380 miliar," kata dia.
Selain itu, investor juga memonitor perkembangan bisnis perseroan seiring operasional Giant berhenti, Hero dapat membukukan laba bersih dan fokus untuk menggenjot bisnis yang menguntungkan dengan struktur organisasi yang ramping.
Meski gerai ritel banyak tutup, ia optimistis terhadap sektor ritel. Namun, perusahaan ritel harus mulai shifting ke industri 4.0. Hal ini dengan menggabungkan teknologi lebih baru dan beroperasi lebih efisien.
Advertisement