RI Tingkatkan Kerja Sama Dagang dengan Argentina

Kemendag dan Pemerintah Argentina melakukan penandatanganan kesepakatan guna tingkatkan hubungan dagang kedua negara.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Jun 2019, 12:30 WIB
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Pemerintah Argentina melakukan penandatanganan Joint Statement on the Establishing of Working Group on Trade and Investment (WGTI). Kesepakatan ini dilakukan untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara.

"WGTI kita belum punya. Biasanya secara bilateral itu start pertama dulu," ungkap Direktur Perdagangan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Ni Made Ayu Marthini seusai acara di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Ni Made menjelaskan, WGTI memiliki tiga tujuan. Pertama, yakni sebagai forum barter informasi kedua negara yang secara lokasi berjauhan.

"Dua negara ini kan jauh, satu di Amerika Selatan satu di Asia. Jauh, enggak kenal, selalu ada barrier di pengusaha, padahal enggak. Di sini lah terjadi tukar menukar info, apa sih hambatannya," ujar dia.

Kedua, yakni untuk mendorong perdagangan dan investasi, khususnya di private sektor. Lalu ketiga guna membahas isu soal tarif produk dagang yang ditawarkan Indonesia dan Argentina.

"Kita itu dagang tidak hanya barang ,tapi juga jasa. Seperti tenaga kerja kita di sana, tourism, transportasi, itu yang didorong. Kita juga dorong perusahaan dalam negeri invest di sana, biar kita enggak cuman jago kandang," tuturnya.

Kendati begitu, Ni Made menyoroti posisi Argentina yang menjadi bagian dari Mercosur, sebuah organisasi yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi dari negara-negara Amerika Latin.

"Mereka enggak bisa bilateral, harus Mercosur. Kita tanya Mercosur, mereka bilang mau bahas dulu karena tidak bisa ujug-ujug. Harus ada studi, asesmen. Mereka juga sibuk berunding dengan banyak negara," sebut dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Duta Besar Argentina untuk Indonesia Ricardo Luis Bocalandro menyampaikan, pihaknya merasa senang telah bisa menjalin kesepakatan dagang dengan Indonesia.

"Kami sangat bangga karena bisa meningkatkan hubungan bilateral, meliputi perdagangan dan hal penting lainnya yang harus didiskusikan dengan Indonesia. Dan sekarang bersama Kementerian Perdagangan RI, dimana kedua negara saling mengeksplorasi potensi perdagangan dan meningkatkan trade balance," urainya.

Secara bentuk kesepakatan, ia menyebutkan, Indonesia dan Argentina telah membahas beberapa isu terkait relasi dagang guna meningkatkan perdagangan bilateral.

"The working group telah mendiskusikan bersama seluruh elemen dalam hubungan perdagangan. Seperti untuk produk-produk potensial, bertukar ilmu, dan meningkatkan apa-apa saja yang penting untuk mendorong perdagangan bilateral," pungkas dia.


Bertemu Jokowi, Bank Dunia Ingatkan Dampak Perang Dagang ke RI

Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kanan) dalam Bali Fintech Agenda IMF-WB 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo A Chaves. Pertemuan keduanya dilakukan secara tertutup di Istana Merdeka, Jakarta.

Usai pertemuan, Rodrigo menjelaskan dirinya melaporkan program kerja Bank Dunia di Indonesia selama satu tahun terakhir kepada Jokowi.

"Kami hanya melaporkan program kerja Bank Dunia di Indonesia selama satu tahun terakhir," ucapnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Selain soal program kerja, Rodrigo mengaku menyinggung kucuran pinjaman dana Bank Dunia kepada pemerintah dalam satu tahun terakhir. Dia membantah pertemuan ini membahas tawaran pinjaman dana baru.

"Tidak (menawarkan pinjaman dana baru). Kita hanya mengulas pinjaman-pinjaman yang sudah diberikan selama satu tahun terakhir," tegas Rodrigo.

Kepada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, Rodrigo mengingatkan agar memperhatikan betul perkembangan ekonomi global. Dia menyebut perang dagang Amerika Serikat dan China yang masih terjadi hingga kini memberikan ketidakpastian ekonomi dunia. Tidak tertutup kemungkinan, perang dagang tersebut memberikan dampak negatif pada perekonomian Indonesia.

"Ada awan hitam yang menggelantung karena perang dagang. Semoga saja negosiasi antara dua negara kuat (AS-Tiongkok) segera terjadi agar dampak perang dagang tak berdampak semakin buruk untuk semua pihak," kata dia.


AS Jadi Penyumbang Surplus Neraca Perdagangan RI

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Kenaikan impor dari 14,46 miliar dolar AS pada Maret 2018 menjadi 16,09 miliar dolar AS (month-to-month). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Namun demikian, secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2019 neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit sebesar USD 2,14 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto membeberkan, ada beberapa negara yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus. Tiga diantaranya yaitu Amerika Serikat (AS), India, dan Belanda.

"Beberapa negara yang mencatatkan surplus sepanjang Januari hingga Mei 2019 adalah Amerika Serikat, dengan surplus USD 3,923 miliar, India USD 3,08 miliar dan Belanda sebesar USD 1,016 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (24/6).

Sebagai gambaran surplus perdagangan terjadi ketika ekspor Indonesia ke negara tertentu lebih tinggi jika dibandingkan dengan impor negara tersebut ke Indonesia. Sementara sebaliknya, defisit neraca perdagangan terjadi ketika nilai ekspor Indonesia ke negara tertentu lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai impornya.

Di sisi lain, nilai defisit neraca perdagangan Indonesia tertinggi terjadi justru terjadi di China, Thailand dan Italia. Di mana, defisit neraca dagang Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai USD 8,48 miliar. Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan periode Januari hingga Mei 2018 yang sebesar USD 8,10 miliar.

"Dengan Thailand kita defisit USD 1,6 miliar dan Australia kita defisit USD 1,0 miliar," pungkasnya

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya