Polri Cegah Massa dari Luar Jakarta Tak ke MK saat Sidang Putusan Pilpres 2019

Polri sudah berkoordinasi dengan Polda di daerah-daerah sekitar Jakarta dan daerah lainnya untuk mempersuasi massa supaya tak datang ke MK.

oleh Yopi Makdori diperbarui 26 Jun 2019, 15:53 WIB
Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), penjagaan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi diperketat. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Polri sudah berkoordinasi dengan Polda di daerah-daerah sekitar Jakarta dan daerah lainnya untuk mempersuasi massa supaya tak datang ke Jakarta. Hal itu untuk mencegah terjadinya kerusuhan saat Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 pada 27 Juni.

"Sudah ada, ada. Itu Polda-Polda penyangga sudah menggunakan pendekatan-pendekatan secara persuasif juga. Juga sudah melakukan langkah-langkah dalam apa untuk mitigasi dan mengantisipasi massa dari luar Jakarta yang masuk ke Jakarta. Tapi kita sudah monitor ada beberapa massa yang dari luar Jakarta sudah masuk terus kita imbau juga agar sama-sama menjag situasi kondusif yang ada di Jakarta," kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Kantor Humad Mabes Polri, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).

Dedi menyapaikan, massa tidak diperkenankan untuk menggelar demonstrasi di depan atau area sekitar Gedung MK. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan demi menjaga kondusifitas proses persidangan di dalam MK.

Meskipun begitu, massa diperkenankan untuk menggelar demonstrasi di luar area Gedung MK, seperti di Bawaslu dan Patung Kuda atau sekitar Monas.

"Tidak ada (larangan demonstrasi), ya pokonya di depan MK dan di titik-titik yang mengganggu proses dinamika sindang yang ada di MK itu ndak boleh. Itu bahwa proses dinamika yang terjadi di dalam MK maupun di sekitar MK itu betul-betul clear," ucap Dedi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pola Pengamanan

"Iya kita fasilitasi (demonstrasi). Artinya bahwa polisi tidak menutup hak demokratis masyarakat. Silahkan, demo masyarakt itu merupakan hak yang dilindungi oleh Undang-Undang (nomor) 9 tahun 1998 kita fasilitasi. Kenapa tidak boleh di MK? Mengacu kepada kejadian 21-22 Mei yang pertama, dan kita mengacu juga sesuai dengan Undang-Undang (nomor) 9 tahun 1998 Pasal 6. Ini aspek keamanan dan ketertiban masyarakat itu jauh lebih yg diutamakan ya begitu," lanjutnya.

Dedi juga menuturkan, pola pengamanan yang dilaksanakan saat ini sama dengan pola pengamanan massa aksi pada hari-hari sebelumnya. Hanya ruang geraknya dibatasi, yakni tidak diperkenankan untuk menggelar aksi si depan Gedung MK.

"Pola pengamanan saya rasa standar operasional prosedur sama ya. Sama, jadi kalau untuk di depan MK kita batasi ruang geraknya. Kemudian rekayasa arus lalulintas juga dilakukan hari ini sudah dilakukan. Kemudian kawat berduri atau security barrier juga sudah dipasang. Ya itu semuanya dalam rangka untuk mencegah dan memitigasi secara potensi gangguan yang tidak menutup kemungkinan bisa terjadi juga ya. Itu kita tetap lakukan," jelas Dedi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya