Pemindahan Ibu Kota Dongkrak Inflasi 0,2 Persen  

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan satu-satunyta dampak negatif dari pemindahan ibu kota adalah peningkatan inflasi.

oleh Ayu Lestari Wahyu Puranidhi diperbarui 26 Jun 2019, 17:15 WIB
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemindahan ibu kota baru akan menimbulkan banyak dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Namun demikian, pemindahan ini pun juga akan menimbulkan satu dampak negatif yaitu, peningkatan inflasi nasional.

“Mungkin dampak satu-satunya yang menjadi dampak negatif dari pemindahan ibu kota ini bisa menyebabkan tambahan inflasi. Tetapi tambahan inflasi itu sangat minimal, relatif kecil, terutama tadi kalau lokainya memang memiliki infrastruktur yang lebih baik sektor produksi sekitarnya relatif beragam. Adapun tambahan inflasinya berkisar 0,2 persen,” ujar Bambang dalam diskusi nasional II pemindahan ibu kota dengan mengangkat tema Menuju Ibu Kota Aman, Lestari dan Sejahtera, di Bappenas, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Hal ini berarti jika baseline inflasi seperti tahun lalu 3,13 persen, berarti dengan adanya pemindahan ibu kota ini akan bertambah menjadi 3,33 persen. Jadi menurut Bambang ini masih berada pada batas yang bisa ditoleransi dan tambahnya minimal.

 

Sementara itu, Bambang juga turut menambahkan dampak positif lainnya dari  pemindahan ibu kota diantaranya yaitu, akan menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan. 

“Hal ini terlihat pada persentase  kenaikan harga dari modal 0,23 persen dan kenaikan harga dari tenaga kerja sebesar sebesar 1,37 persen, jadi artinya pemindahan ibu kota ke provinsi yang baru akan menyebabkan perekonomian terdiversivikasi ke arah sektor yang lebih padat karya,” ujar Bambang.

Bagi Bambang, padat karya ini penting karena salah satu tantangan yang Indonesia alami yaitu mengatasi pengangguran. 

“Jadi kita harus mendorong kegiatan padat karya sehingga bisa membantu kesenjangan antar kelompok pendapatan baik di regional maupun di tingkat nasional,” kata Bambang.

Terakhir menurut Bambang dampak positif lain dari pemindahan ibu kota yaitu, mendorong perdagangan antar wilayah di Indonesia yaitu dari pulau Jawa ke provinsi luar Jawa dan antara provinsi di luar Jawa.

“Tidak hanya antara Jawa dengan wilayah lain tetapi mendorong perdagangan antar wilayah,” pungkas Bambang

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Alasan Pemindahan Ibu Kota

Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (13/5/2019). Diskusi ini membahas tema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Meskipun menimbulkan banyak polemik, pemerinah tetap teguh akan memindahkan ibu kota dari Jakarta saat ini. Bahkan, hingga hari ini nama calon pengganti ibu kota baru semakin jelas meskipun memang belum diresmikan.

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjoneggoro mengatakan, kandidat terkuat ibu kota baru akan berada di luar Pulau Jawa, yaitu tepatnya berada di pulau Kalimantan. Hal ini ia sampaikan pada saat diskusi nasional II pemindahan ibu kota  dengan mengangkat tema Menuju Ibu Kota Aman, Lestari dan Sejahtera, di Bappenas, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Bambang menjelaskan, sebelumnya terdapat tiga opsi tentang rencana ibu kota baru, namun opsi pembangunan ibu kota baru di luar pulau jawa lah yang menjadi pilihan dengan alasan karena saat ini pulau jawa sudah menanggung beban yang sungguh luar biasa.

“Beban pulau jawa yang sudah luar biasa. Dari 167 juta penduduk yang ada, 57 persen penduduk berada di pulau Jawa, dan membuatnya menjadi pulau dengan kontribusi PDB terbesar yaitu sekitar 58 persen. Sementara sisanya berada di pulau-pulau lainnya.” Jelasnya.

Selain itu, menurut Bambang saat ini beban Jakarta juga sudah meningkat seperti rawan banjir, permukaan tanah yang turun, meningkatnya permukaan air laut, kualitas air yang menurun bahkan tercemar, hingga kemacetan yang menimbulkan kerugian hingga Rp 56 triliun per tahunnya.

Dengan adanya hal ini lah yang menjadi alasan utama mengapa ibu kota baru harus berada di luar Pulau Pawa menurut Bambang. Pulau Kalimantan dipilih karena menurutnya, pulau ini lah yang hampir memenuhi kriteria sebagai ibu kota baru.


Anggaran Pemindahan Ibu Kota Rp 466 Triliun

Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Kondisi ekonomi Indonesia dinilai relatif baik dari negara-negara besar lain di Asean. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah telah menyepakati akan memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta menuju sebuah kota di luar Jawa. Sampai saat ini belum dipastikan dimana lokasinya. Hanya saja Presiden RI Joko Widodo sudah meninjau langsung Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Kementerian PPN/Bappenas telah membuat kajian mengenai rencana pemindahan ibu kota tersebut. Hasilnya, setidaknya butuh Rp 466 triliun untuk mewujudkan rencana besar pemerintah tersebut.

Dikutip Liputan6.com dari hasil kajian Bappenas, Jumat (7/6/2019), Rp 466 triliun ini didapatkan dari tiga skema pembiayaan untuk ibu kota baru, yaitu APBN, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta.   

Kawasan Ibu Kota ini nantinya terbagi dalam tiga komponen. Pertama, fungsi utama, yang terdiri dari gedung legislatif, gedung eksekutif, gedung yudikatif, Istana Negara dan bangunan strategis TNI/POLRI.

Komponen pertama ini akan dibangun dengan anggaran Rp 32,7 triliun. Dimana khusus untuk pembangunan Istana Negara dan bangunan strategis TNI/POLRI akan bersumber dari APBN.

Komponen kedua, kawasan ibu kota ini terdiri dari rumah dinas, sarana pendidikan, sarana kesehatan dan Lembaga Pemasyarakatan. Adapun total anggaran pembangunan sebesar Rp 265,1 triiliun.

Mengenai sumber pendanaan, dalam komponen ini tidak ada yang berasal dari APBN, semua akan berkonsep KPBU dan murni swasta.


Fungsi Pendukung

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Kemudian komponen ketiga, yaitu merupakan fungsi pendukung. Kawasan pendukung ini terdiri dari sarana dan prasaran (jalan, listrik, telekomunikasi, air minum, drainase, pengolahan limbah; sarana olah raga), ruang terbuka hijau.

Kawasan pendukung ini akan dibangun dengan anggaran Rp 160,2 triliun. Adapun untuk fasilitas sarana dan prasarana dibangun dengan skema KPBU dan ruang terbuka hijau dibangun dengan APBN.

Terakhir, pemerintah tetap menganggarkan untuk pengadaan lahan. Hanya saja, anggaran untuk ini tidaklah besar, hanya Rp 8 triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya