Liputan6.com, Jakarta - Bali terancam mengalami krisis listrik mulai 2021. Hal ini akan terjadi jika tidak ada pasokan listrik tambahan untuk Pulau Dewata tersebut.
General Manager PLN Distribusi Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa menilai cadangan listrik di Bali pada 2021 sudah tidak ideal karena berada di bawah 30 persen yaitu sekitar 28 persen.
Pada 2021, beban listrik sekitar 1.041 megawatt (MW), sedangkan daya mampu 1.274 MW yang berasal dari pembangkit asal Bali dan pasokan listrik dari Jawa melalui kabel bawah laut.
"Dalam kondisi tersebut, jika ada satu unit pemeliharaan pasti akan ada pemadaman," ungkap Astawa dalam diskusi media di Denpasar, Bali, Rabu (26/6/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dalam RUPTL 2019-2028, cadangan listrik di Bali akan terus menipis seiring dengan meningkatkan kebutuhan listrik yang tidak disertai penambahan pasokan di Pulau Dewata. Pada 2023, cadangan listrik hanya tinggal 13 persen.
"Bali akan alami masa-masa kritis karena tidak rencana pembangunan pembangkit di Bali," ungkap Astawa.
PLN memang bakal membangun pembangkit listrik tenaga surya di Bali. Saat ini PLTS dengan total kapasitas 50 MW itu sedang dalam proses lelang.
"Tapi PLTS ini tidak menambah kapasitas terpasang. karena kan bisa digunakannya siang," ungkapnya.
Untuk solusi jangka pendek, lanjut Astawa, PLN melalui anak usahanya yaitu Indonesia Power mengubah pembangkit berbahan bakar BBM dengan gas. "Kita bisa memindahkan mobile power plant di Lombok ke Bali atau Marine Vessel Power Plant dari Kupang untuk memperkuat pasokan Bali," jelas dia.
Solusi lainnya yaitu membangun jaringan transmisi 500 kV Jawa Bali Connection. Melalui kabel listrik ini, Bali akan mendapatkan pasokan listrik dari Jawa hingga 1.600 MW.
Menurut dia, pembangunan Jawa Bali Connection ini lebih efisien ketimbang membangun pembangkit baru di Bali. Sebab, untuk membangun pembangkit dengan kapasitas 1.600 MW bisa menelan biaya Rp 60 triliun, sementara biaya bangun Jawa Bali Connection jauh lebih rendah.
"Direktur sudah menghadap Gubernur dan beliau setuju ini jalan. Proyeknya akan dilelang 2021 ditargetkan 2024 sudah selesai dibangun," harap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN: Tarif Listrik Bisa Berubah Setiap Saat
Pemerintah berencana kembali memberlakukan tarif listrik tidak tetap (adjustment ) untuk golongan pelanggan nonsubsidi pada 2020. Ini setelah sejak pertengahan 2016 sampai akhir 2019 tarif listrik tak berubah.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PLN Djoko Abumanan mengatakan, untuk menetapkan besaran tarif listrik, PLN mengacu pada tiga faktor. Ketiganya yaitu inflasi, kurs dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).
"BPP (Biaya Pokok Produksi) sangat dipengruhi oleh beberapa faktor. Terutams kurs dan ICP," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Djoko mengungkapkan, jika tarif listrik tidak tetap untuk golongan pelanggan non subsidi berlaku kembali, maka besaran tarif bisa berubah dalam waktu tertentu mengikuti pergerakan tiga faktor tersebut.
"Makanya, apabila mau mengikuti tarif adjustment, maka harga bisa berubah sewaktu waktu," ujar dia.
Menurut Djoko, tarif listrik untuk semua golongan sampai akhir 2019 diputuskan tidak berubah dengat rata-rata besaran Rp 1.132 per kilo Watt hour (kWh).
Padahal jika mengikuti pergerakan formula harga rata-rata tarif listrik sebesar Rp 1.3448 per kWh pada Maret 2019 dan Rp 1.352 per kWh pada April 2019.
"Namun, masyarakat kan menikmati harga yang ditahan seperti saat ini sebesar Rp 1.132 per kwh. Selisih harga inilah yang diberikan oleh pemerintah sebagai kompensasi," tandasnya.
Advertisement
PLN Meraup Laba Bersih Rp 4,2 triliun di Kuartal I 2019
PT PLN (Persero) memperoleh laba bersih sebesar Rp 4,2 triliun pada kuartal I 2019. Capaian tersebut bersumber dari berbagai upaya perseroan seperti pertumbuhan penjualan, peningkatan kinerja operasi dan keuangan, serta efisiensi operasi.
Plt. Direktur Utama PLN Djoko R Abumanan mengatakan, penjualan tenaga listrik meningkat sebesar Rp 3,8 triliun atau 6,11 persen, peningkatan ini ditopang oleh pertumbuhan pelanggan yang naik sebesar 3,8 juta pelanggan dengan daya terjual sebesar 3,04 Terra Watt hour (TWh) dari periode yang sama tahun lalu (year on year).
Kenaikan konsumsi listrik ini didominasi oleh pertumbuhan pelanggan sektor bisnis yaitu sebesar 6,76 persen atau 10.613 GWh (Giga Watt Hour).
"Pada kuartal I tahun 2019 perseroan mencapai realisasi kinerja yang lebih baik, dibanding kuartal I tahun sebelumnya," kata Djoko, di Jakarta, Senin (24/6/2019).
Selain pertumbuhan penjualan dan pelanggan, PLN juga berhasil meningkatkan kinerja operasi melalui penurunan biaya sewa pembangkit. Dengan beroperasi nya Gardu Induk (GI) khususnya di daerah Sumatera dan Kalimantan, PLN berhasil menghemat Rp 667 miliar dari efisiensi biaya sewa pembangkit.
Selain dari biaya sewa, volume pemakaian BBM untuk pembangkit pun turun sebesar 98 ribu Kilo Liter (KL) dibandingkan pemakaian pada April 2018, harga rata-rata pun mengalami penurunan dari Rp 11.058 per liter menjadi Rp 8.835 per liter di kuartal I 2019. Disamping itu, perseroan juga berhasil menurunkan biaya pemeliharaan sebesar Rp 183 miliar.
Membaiknya kinerja perusahaan juga ditopang oleh penguatan kurs mata uang rupiah dan penurunan harga ICP (Indonesian Crude Price).
"Peningkatan laba di kuartal I 2019 ini merupakan buah keringat para pegawai yang berhasil meningkatkan penjualan listrik, melakukan efisiensi di berbagai sektor, dan meningkatkan kinerja operasi sehingga selisih keuntungan sebelum pajak bisa meningkat hingga Rp 10,6 triliun dari kuartal I tahun lalu," ungkapnya.
Menurutnya, PLN terus melakukan efisiensi pada komponen biaya operasi yang berada dalam kendali perusahaan, sehingga kondisi keuangan tetap terjaga.
"Dampak positif ini merupakan hasil dari berbagai upaya efisiensi seperti pengurangan konsumsi BBM, pengurangan biaya sewa beberapa pembangkit, peningkatan efisiensi operasi pembangkit sehingga konsumsi energi per kWh PLTU Batubara dapat ditekan, serta melakukan zonasi untuk menghemat ongkos transportasi batubara," tandasnya.
Ini Bocoran Calon Dirut PLN
Kementerian BUMN sampai saat ini belum menentukan siapa Direktur Utama PT PLN (Persero). Yang terbaru, Kementerian BUMN sudah mengantongi beberapa nama sebagai kandidatnya.
Sekretaris Kementerian BUMN, Imam A Putro mengatakan, sesuai prosedur, pemilihan siapa pimpinan PLN harus melalui Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ada beberapa calon, dari internal dan eksternal," tegas Imam, Selasa (11/6/2019).
Dia juga sedikit memberikan sosok seperti apa yang pantas memimpin PLN.
"Dia harus punya leadership yang kuat, karena PLN itu BUMN yang punya aset paling besar," tegasnya.
Imam tak menjelaskan siapa nama-nama kandidat yang berasal dari eksternal PLN. Hanya saja untuk internal, beberapa direksi yang saat ini menjabat masuk sabagai kandidat.
Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PLN (Persero) mengangkat Djoko Rahardjo Abumanan menjadi pejabat pelaksana tugas (Plt.) Direktur Utama PLN.
Ia menjalankan tugas Sofyan Basir yang saat ini tengah menjalani proses hukum terkait perkara kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1. Penyerah Surat Keputusan (SK) pengangkatan Djoko Rahardjo Abumanan berlangsung di kantor Kementerian BUMN Jakarta Pusat, pada Rabu, 29 Mei 2019.
Advertisement