Liputan6.com, Jakarta Dokter hewan di Indonesia kini sudah memiliki kemampuan layaknya detektif. Ada 19 orang dokter hewan dari seluruh penjuru Indonesia yang punya kemampuan tersebut.
Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, Fadjar Sumping mengungkapkan, tenaga dokter hewan mampu menyelidiki perkembangan penyakit hewan.
Baca Juga
Advertisement
"Ke-19 dokter hewan melakukan investigasi wabah serta penanganan yang diperlukan. Para ‘detektif’ penyakit hewan ini menyediakan data ilmiah yang sangat dibutuhkan pemerintah dalam membuat kebijakan kesehatan hewan yang efektif," ungkap Fadjar dalam keterangan rilis kepada Health Liputan6.com, ditulis Kamis (27/6/2019).
Bahaya penyakit hewan pun dapat mengganggu produksi pangan di peternakan serta menular kepada manusia. Kedua “detektif” yang bertugas di Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta, Endang Ruhiat dan Dwi Hari Susanto menceritakan keterlibatannya menyelidiki kasus penyakit antraks yang kembali ditemukan di Yogyakarta pada Mei 2019.
“Biasanya kami lebih fokus pada pengambilan dan pengujian sampel untuk peneguhan diagnosis saja. Misalnya, sampel tanah saat penyelidikan antraks. Kini, kami lebih mengetahui gambaran besarnya sampai detail," ujar Endang.
Selain itu, dokter hewan Endang dan Dwi juga lebih spesifik mengetahui kondisi lapangan tempat kejadian serta menerapkan analisis ilmiah dalam setiap langkah penyelidikan dari persiapan hingga pembuatan rekomendasi.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Garda Terdepan Cegah Penularan Penyakit
Direktur CDC Amerika Serikat di Indonesia, Juliette Morgan, menjelaskan, kehadiran 'detektif' dokter hewan menjadi garda terdepan yang sangat penting.
"Adanya ‘detektif’ penyakit hewan menjadi garda terdepan dalam pencegahan penularan penyakit yang bisa menjadi ancaman kesehatan global," jelas Juliette.
Sementara itu, James McGrane, Team Leader Unit Khusus FAO di Bidang Kesehatan Hewan (FAO ECTAD) menyampaikan, penguatan penyelidikan penyakit zoonosis bagi Indonesia yang berada di lokasi strategis jalur mobilitas manusia dan hewan dinilai penting.
“Kementan dan FAO ECTAD telah bekerja sama selama 13 tahun terakhir agar peternak dan masyarakat umum dapat terhindar dari bahaya penyakit hewan. Kami berharap dapat menyiapkan ‘detektif' penyakit hewan untuk memperkuat dinas terkait pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota," kata James.
Advertisement
Bimbingan dan Pelatihan
Kemampuan 'detektif' dari 19 dokter hewan diperoleh setelah bimbingan teknis Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia (PELVI) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara, Kementerian Pertanian bersama Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO).
Fadjar menerangkan, bimbingan berkala dimulai sejak April 2018 yang didukung oleh USAID, Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dan Alert Asia Foundation.
Setelah melalui pelatihan berkala, 16 dari 19 epidemiolog ini akan kembali bertugas di 8 Balai Besar/Balai Veteriner di bawah Ditjen PKH yang ruang lingkup kerjanya mencakup seluruh Indonesia.
Satu dokter hewan lain bekerja di Balai Pengendalian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan dan Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara serta satu orang lain bertugas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di bawah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Saat ini, mereka juga diminta berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan di unit kerja masing-masing untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bahaya penyakit hewan.