MK: Eksepsi KPU dan Pihak Jokowi Terkait Perbaikan Permohonan Prabowo Tak Beralasan

Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil Pilpres 2019 sudah dimulai.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Jun 2019, 13:50 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman didampingi sejumlah Hakim Konstitusi membuka sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan oleh majelis hakim MK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil Pilpres 2019 sudah dimulai. Dalam sidang, MK menyatakan bahwa perbaikan permohonan yang diajukan kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan bagian dari permohonan.

"Dalam hal ini mahkamah berpendapat, bahwa naskah yang menurut pemohon sebagai perbaikan permohonan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan naskah permohonan yang telah diajukan pemohon pada tanggal 24 Mei 2019 yang diregistrasi bertanggal 11 Juni 2019," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (27/6/2019).

Oleh karenanya, sambung dia, mahkamah juga tidak menganggapnya sebagai perbaikan permohonan dalam arti yang sesungguhnya yaitu secara substansial terpisah dengan permohonan yang diajukan pada 24 Mei 2019. Sesungguhnya dalit-dali yang menjadi posita dan petitum permohonan pemohon adalah segala hal yang diyatakan dalam persidangan.

"Bahwa persoalan substansial dalil dan petitum permohonan yang disampaikan oleh pemohon dalam naskah, yang menurut pemohon sebagai perbaikan permohonan, tidak sekadar redaksional semata. Hal tersebut juga sepenuhnya menjadi hak masing-masing pihak untuk menilainya dan sulit bagi mahkamah untuk membatasinya, menginggat dalam perkara yang bernuansa perselisihan kepentingan bersifat private, sebagai badan peradilan mahkamah lebih berada dalam posisi netral atau tidak berpihak," beber Enny.

Hakim Konstitusi Saldi Isra menambahkan, sikap MK telah jelas. Di satu sisi tidak ada keinginan untuk tidak konsisten dalam melaksakakan perintah undang-undang terutama berkaitan dengan hukum acara MK.

Namun, di sisi lain, mahkamah juga mempertimbangkan rasa keadilan para pihak terutama adanya persoalan teknis yang terjadi menyebabkan mahkamah tidak dapat menjalankan perintah peraturan perundang-undangan akibat adanya momentum yang menjadi kendala untuk dapat dilaksanakan peraturan perundangan secara normal.

"Oleh karenanya, terhadap keberatan atau eksepsi termohon (KPU) dan pihak terkait (Jokowi-Ma'ruf Amin), sepanjang berkaitan dengan naskah yang menurut pemohon adalah perbaikan permohonan harus dinyatakan tidak berasalan menurut hukum," kata Saldi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Eksepsi Dikesampingkan

Maka, sambung Saldi, terhadap dalil eksepsi termohon yang mempersoalkan perihal syarat formil permohonan dan dalil eksepsi pihak terkait, yang menyatakan mahkamah tidak berwenang mengadili untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar sengketa hasil penghitungan suara, menjadi tidak berasalan menurut hukum.

"Eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan dengan permohonan pemohon kabur, menurut mahkamah eksepsi yang sudah berkaitan dengan pokok perkara demikian adalah eksepsi yang menyalahi prinsip beracara sehingga eksepsi yang demikian adalah eksepsi yang menyalahi prinsip beracara sehingga eksepsi yang demikian harus dikesampingkan," Saldi Isra menegaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya