PLTU Skala Besar Beroperasi, Tarif Listrik Bisa Turun

Biaya pokok produksi PLTU saat ini berada di USD 6 sen, jauh lebih murah ketimbang pembangkit jenis lain.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Jun 2019, 19:26 WIB
Pekerja tengah memasang Trafo IBT 500,000 Kilo Volt di Gardu induk PLN Balaraja, Banten, Kamis (16/12). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) memperkirakan tarif listrik akan mengalami penurunan tahun depan. Penurunan tersebut dengan beroperasinya beberapa Pembangkit Listrik ‎Tenaga Uap (PLTU).

Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Djoko Abumanan mengatakan, PLTU yang merupakan bagian dari program 35 ribu MW berkapasitas besar akan banyak yang beroperasi pada tahun depan. Hal ini akan menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik yang berdampak pada penurunan tarif listrik.

"Kalau 35 ribu MW sudah masuk maka turun kan (tarif). Bisa murah karena banyak PLTU," kata Djoko, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Untuk diketahui,‎ biaya pokok produksi PLTU saat ini berada di USD 6 sen, jauh lebih murah ketimbang pembangkit jenis lain. Dengan kehandiran PLTU dapat menurunkan rata-rata biaya produksi listrik.

Djoko mengungkapkan, agar biaya produksi listrik tetap murah maka ‎harga batu bara harus ada kebijakan harga khusus untuk sektor kelistrikan. Saat ini, pemerintah sudah menetapkan harga patokan tertinggi batu bara khusus untuk kelistrikan sebesar USD 70 per ton.

Namun kebijakan itu hanya berlaku sampai akhir 2019. Oleh karena itu, Djoko pun menginginkan, kebijakan tersebut tetap berlaku pada 2020, sehingga tarif listrik tetap terjangkau masyarakat.

Saat ini PLN dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM‎) sedang membahas agar harga patokan tertinggi batubara sebesar USD 70 per ton tetap berlaku tahun depan.

"Lagi dibahas, kita habis tahun ini, kita minta teruslah atau suruh cabut biar harga di rakyat," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Aturan Harga Batu Bara Khusus Kelistrikan Kemungkinan Berlanjut di 2020

Ilustrasi baru bara.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum membahas perpanjangan kebijakan harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan. Saat ini, Kementerian ESDM mematok harga tertinggi batu bara khusus sektor kelistrikan di angka USD 70 per ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, kebijakan patokan harga batu bara tertinggi USD 70 per ton ditetapkan berlaku hingga akhir 2019. Namun apakah kebijakan tersebut akan diperpanjang untuk tahun berikutnya, Kementerian ESDM belum‎ membahas.

"Aturannya sampai 2019. Untuk selanjutnya belum ditetapkan. Nanti kita lihat," kata Bambang, di Jakarta, pada Rabu 26 Juni 2019. 

Namun Bambang memberi sinyal, kebijakan penetapan harga tertinggi batu bara sebesar USD 70 per ton‎ sangat baik jika diterapkan kedepannya.

Menurutnya, sektor kelistrikan merupakan konsumen potensial yang memberikan kepastian penyerapan batu bara dalam negeri. Hal ini tentu mendorong peningkatan penyerapan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

"Sekarang harga juga saya tanya ke beberapa perusahaan, sekarang juga bagus, pasokan ke PLN seebsafr USD 70 per ton juga ada semua. Dia kan dapat kontrak PLN luar biasa itu. JAdi PLN merupakan user yang cukup potensial," tuturnya.

Penetapan harga batu bara khusus dengan patokan tertinggi USD 70 per ton untuk listrik nasional, diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 1395.K / 30 / MEM / 2018. Hal ini untuk melindungi kepentingan masyarakat daya beli dan daya saing industri‎.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya