Bahas 5 Isu Sensitif, KTT G20 Dianggap Rapat Paling Berisiko dalam Sejarah?

KTT G20 dianggap sebagai rapat paling berisiko dan penuh gejolak. Ini penjelasannya.

oleh Siti Khotimah diperbarui 28 Jun 2019, 12:29 WIB
Presiden AS Donald Trump dan Presiden RI, Joko Widodo berbincang saat bertemu di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, (8/7). Sejumlah pemimpin negara berkumpul dalam KTT G20 pada 7-8 Juli 2017. . (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Osaka - Sejumlah pemimpin dunia berkumpul di Osaka, Jepang pada Jumat 28 Juni 2019 dalam KTT G20. Konferensi itu dianggap sebagai rapat paling berisiko dan penuh gejolak. Pasalnya, pertemuan puncak dihelat di tengah adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta ketegangan politik dalam berbagai hal.

KTT G20 yang akan berlangsung dua hari di Osaka itu akan didominasi dengan diskusi soal ekonomi dan perdagangan. Namun, sejumlah isu juga diprediksi akan turut "memeriahkan" momentum tersebut.

Berikut adalah lima isu sensitif yang akan mewarnai gelaran KTT G20 tahun 2019, dikutip dari berbagai sumber.


Perang Dagang AS - China

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Tak elak, isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China akan menjadi fokus utama dalam KTT G20 tersebut. Perhatian semua delegasi akan tertuju pada apakah Presiden AS Donald Trump dan pemimpin China Xi Jinping dapat mencapai gencatan senjata yang telah merusak ekonomi dunia.

Donald Trump sebelumnya mengatakan, Beijing akan bersepakat dengannya dalam konteks perang dagang sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Jumat (28/6/2019). Hal itu disebabkan oleh ekonomi China tengah "menurun".

Trump marah pada apa yang ia sebut sebagai hal yang tidak adil dalam perdagangan. Presiden nyentrik itu telah memukul Beijing dengan pungutan US$ 200 miliar atas barang-barang impor dari China.

Sementara itu, China menuduh Washington mempraktikkan taktik perdagangan yang mengintimidasi, dengan menerapkan tarif pajak sepihak.

Para ahli percaya adanya peluang didapatkannya kesepakatan atau setidaknya "gencatan senjata" antara AS - China dalam KTT G20.

Meski demikian, Wall Street Journal melaporkan pada Kamis, 27 Juni 2019, China tidak akan menyetujui apapun. Kecuali, Washington mencabut sanksinya pada perusahaan telekomunikasi Huawei.


Masalah AS - Iran

Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Meskipun KTT G20 akan berfokus pada pembicaraan ekonomi dan perdagangan, para pemimpin dunia juga akan berusaha memadamkan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.

Sebagaimana diketahui, ketegangan Washington - Teheran melonjak setelah Iran pekan lalu menembak jatuh pesawat pengintai AS, sebuah klaim yang ditolak oleh Washington.

Trump memicu alarm internasional ketika dia mengatakan pada Jumat bahwa dia telah membatalkan serangan militer AS terhadap Iran pada menit terakhir. Alasannya, ia tahu akan ada terlalu banyak kerusakan.

Amerika Serikat juga beberapa waktu lalu menyajikan bukti yang katanya menunjukkan bahwa Iran berada di belakang serangan baru-baru ini terhadap kapal tanker minyak di Teluk Oman. Teheran telah membantah bertanggung jawab atas serangan-serangan itu.

Penjabat Duta Besar AS di PBB, Jonathan Cohen mengatakan, "Satu-satunya aktor negara dengan kemampuan dan motif untuk melakukan serangan itu adalah Iran."

Permasalahan ketegangan AS - Iran ini berpotensi turut disinggung, mengingat membahayakan kestabilan Timur Tengah.

Membayangi pembicaraan akan melanjutkan ketegangan di Timur Tengah. Trump mengatakan sebelum menuju ke Jepang bahwa perang dengan Iran "tidak akan bertahan lama."


Perubahan Iklim

Presiden Amerka Serikat (AS) Donald Trump siap meluncurkan sanksi paling berat terhadap Iran, Senn, 5 November 2018 (AFP).

Delegasi KTT G20 direncanakan juga akan mencari titik temu dalam isu perubahan iklim. Jepang berharap untuk menyatukan kepentingan Eropa yang menginginkan adanya aksi konkret terkait isu tersebut, dengan AS yang menarik diri dari perjanjian iklim Paris.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia ingin kata-kata yang kuat dalam mendukung aksi perubahan iklim, tetapi Washington tidak mungkin mendukung pernyataan yang mendukung kesepakatan perubahan iklim Paris, dari mana ia berencana untuk mundur.

Para pejabat Jepang mengatakan mereka berharap untuk menemukan titik temu, meskipun Macron bersikeras bahwa masalah itu adalah "garis merah", tetapi mengakui hal itu akan sulit.

"Pekerjaan untuk mengkonsolidasikan berbagai pendapat diperkirakan akan sulit," seorang pejabat Jepang mengakui kepada wartawan pada hari Kamis.


Perburuan Paus?

Sejumlah pihak masih melakukan perburuan paus dewasa ini, meskipun mendapatkan kecaman dari konservasionis dan aktivis hak-hak hewan (AFP Photo)

Sementara itu, para pecinta lingkungan dari seluruh dunia mendesak para pemimpin global pada KTT G20 pada hari Jumat 28 Juni untuk tidak "menutup mata" terhadap apa yang mereka sebut "serangan kejam terhadap ikan paus".

Jepang menarik diri dari Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional (IWC) pada hari Minggu.

"Minggu ini, sementara satu bagian dari pemerintah Jepang dengan bangga memfasilitasi kerja sama internasional dengan menjadi tuan rumah pertemuan G20, yang lain diam-diam melepaskan diri dari kewajiban untuk kolaborasi global tentang perlindungan dan pengelolaan paus dunia," kata Kitty Block, presiden dari Humane Society International, dalam sebuah pernyataan.

 "Tindakan Jepang meninggalkan IWC dan menentang hukum internasional untuk mengejar ambisi perburuan paus komersialnya adalah pembangkang, kemunduran, dan rabun," lanjutnya.

Block dan yang lainnya, termasuk antropolog Jane Goodall, menyerukan "intervensi perburuan paus internasional" untuk dibahas pada pertemuan di kota barat Osaka, dan surat-surat telah dikirimkan kepada semua pemimpin G20.

Namun, belum ada pemimpin dari negara G20 yang berkomentar apapun tentang hal ini.


Kasus Hong Kong?

Demo Hong Kong 12 Juni 2019 (Anthony Wallace / AFP Photo)

Warga Hong Kong menginginkan peserta pertemuan puncak G20 dapat berdialog dengan China, membahas permasalahan RUU ekstradisi. Hal itu diserukan dalam longmars pada Rabu, 26 Juni 2019.

Sepanjang Rabu, sekitar 1.000 demonstran berpartisipasi. Banyak di antara mereka memegang plakat "Tolong Bantu Hong Kong" atau meneriakkan "Bantu Hong Kong." Dalam longmars itu mereka juga berusaha menyerahkan petisi, memohon utusan negara G20 untuk melobi pemerintah mereka.

Pada malam harinya, sekitar 4000 pengunjuk rasa berkumpul di sebuah taman di distrik komersial, lapor Channel News Asia.

Sementara pada Kamis, ratusan orang telah berkumpul di luar markas polisi di distrik Wan Chai, Hong Kong. Mereka menumpuk payung dan barikade.

Seorang pengunjuk rasa, yang memberikan nama keluarga sebagai Lau, mengatakan masyarakat internasional memiliki hak untuk berbicara tentang masa depan Hong Kong karena perannya sebagai pusat perdagangan utama global.

"Kita perlu menjaga keunikan kita agar kita dapat melayani ekonomi internasional," katanya kepada AFP.

Para pengunjuk rasa juga telah meluncurkan kampanye crowdfunding untuk mengeluarkan iklan di surat kabar keuangan utama. Hingga donasi dihentikan pada Selasa, sudah terkumpul sekitar HK $ 5,48 juta (Rp 9,9 miliar) dari 20.000 penyumbang.

China Menolak

Sementara itu, China telah mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengizinkan adanya diskusi tentang protes Hong Kong dalam KTT yang akan berlangsung di Jepang itu. Pernyataan Beijing menanggapi Donald Trump yang sebelumnya berencana mengangkat masalah itu saat bertemu dengan Presien Tiongkok Xi Jinping.

"China tidak akan pernah menyetujui (pertemuan) G20 membahas masalah Hong Kong. Ini sepenuhnya urusan dalam negeri China," kata juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang kepada wartawan, lapor Channel News Asia.

Hong Kong telah melakukan serangkaian protes pada bulan ini. Mereka menuntut pencabutan RUU kontroversial yang akan memungkinkan ekstradisi ke China daratan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya