Liputan6.com, Maluku - Berbeda dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Laiskodat, Gubernur Maluku Murad Ismail menegaskan tidak akan menyetujui usul untuk melegalkan sopi, minuman tradisional beralkohol hasil fermentasi nira.
"Saya dalam kapasitas sebagai kepala daerah tidak menginginkan adanya legalisasi sopi, karena Maluku ini berbeda dengan daerah lain. Jadi jangan ada lagi yang menyuarakan legalisasi sopi," katanya dikutip Antara, Jumat (28/6/2019).
Murad, yang dilantik menjadi gubernur pada 24 April, mengingatkan bahwa Maluku tidak bisa dibandingkan dengan provinsi seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Bali.
Baca Juga
Advertisement
"Harus diingatkan bahwa Maluku adalah laboratorium perdamaian di Tanah Air dengan kerukunan antar-umat beragama yang terjalin harmonis. Itu merupakan warisan leluhur, sehingga perdamaian harus berlanjut," katanya.
Gubernur mengatakan 1,8 juta warga Maluku harus hidup sebagai orang basudara (bersaudara) supaya bisa menangkal berbagai isu yang berpotensi menimbulkan perpecahan seperti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pilpres 2019.
"Maluku pasca-keputusan sengketa hasil pilpres tetap berada dalam kondisi damai, kendati saat pemilu serentak pada 17 April 2019 itu berbeda kepentingan politik," ujarnya.
"Kenyataannya masyarakat hidup berdampingan dengan damai, makanya harus dipertahankan, bahkan perlu ditingkatkan," ia menambahkan.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pengelolaan minuman tradisional sopi drafnya sudah selesai dibahas.
Namun Kementerian Dalam Negeri mengembalikan draf rancangan peraturan tersebut.
"Soal kewenangan. Jadi, yang namanya minuman tradisional sopi itu bersentuhan langsung dengan kabupaten/kota, maka Ranperda itu dikembalikan dengan alasan yang diberikan kewenangan itu kepada kabupaten/kota. Karena itu pada 2018 Ranperda itu tidak dapat dilanjutkan," kata Anos.
Dia berpendapat DPRD kabupaten/kota di Provinsi Maluku bisa menggagas peraturan daerah mengenai minuman tradisional ini.
"Kami sudah melakukannya, namun karena kewenangan, maka tidak bisa melanjutkan. Perda itu bukan kewenangan provinsi tetapi kewenangan kabupaten/kota," kata Anos.