Liputan6.com, Jakarta - Setelah berjalan empat tahun, penyidik Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menahan eks Dirut PLN Nur Pamudji (NP), tersangka dugaan korupsi pembelian high speed diesel. Eks Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu kini tak lagi bebas.
"Sudah ditahan sejak Rabu (26/6/2019)," kata Direktur Tipikor Bareskrim Kombes Djoko Purwanto saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (28/6/2019).
Advertisement
Penahanan dilakukan penyidik karena berkas penyidikan sudah hampir rampung dan akan segera dilimpahkan ke kejaksaan.
"Hampir rampung dan segera dilimpahkan tahap 2," kata Djoko.
Terkait lamanya penyidikan, Djoko mengatakan bahwa hal itu karena prosedur penyidikan yang ada di Bareskrim. Penyidik harus bertahap dan berjenjang menyidik sesuai perundangan yang berlaku.
"Kita tidak ingin hanya dua alat bukti, kalau bisa tiga kenapa tidak. Agar lebih hati-hati," ujar Djoko.
NP dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut Djoko, berkas perkara NP telah P-21 atau lengkap sejak 14 Desember 2018 lalu.
"Terhadap berkas perkara dengan tersangka 'NP' Telah dinyatakan lengkap (P-21) berdasarkan Surat Kejaksaan Agung RI Nomor: B-104 /F.3/Ft.1l12/2018 tanggal 14 Desember 2018," katanya.
Adapun kerugian negara dalam kasus ini berdasarkan audit investigasi BPK tercatat lebih dari Rp 188 miliar.
"Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI No 9/LHP/XXI/02/2018 tanggal 2 Februari 2018, kerugian negara dalam perkara di atas sebesar RP 188.745.051.310,72," kata Djoko.
Terhalang Pasokan BBM
Kasus ini bermula saat tersangka NP selaku Direksi PLN mengadakan pertemuan dengan Honggo Wendratmo (HW) yang merupakan Presdir PT TPPI sebelum lelang dimulai untuk membahas pasokan kebutuhan PLN atas BBM jenis HSD dari TPPI.
Djoko membeberkan, proses pengadaan yang dilakukan oleh panitia pengadaan di PLN atas perintah NP supaya memenangkan TPPI untuk menjadi pemasok BBM jenis HSD untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan dalam pengadaan PT PLN tahun 2010.
Tuban Konsorsium akhirnya menjadi pemenang lelang, di mana TPPI menjadi pimpinannya. Tuban Konsorsium memenangkan lelang pengadaan HSD untuk Lot II PLTGU Tambak Lorok dan Lot IV PLTGU Belawan.
"Walaupun, Tuban Konsorsium di mana PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama sebagai leader tidak layak dan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemenang," kata Djoko.
Kontrak antara kedua korporasi tersebut ditandatangani untuk pengadaan dalam kurun waktu empat tahun, yakni 10 Desember 2010 hingga 10 Desember 2014.
Di tengah jalan, PT TPPI tidak mampu memasok BBM jenis HSD untuk PLTGU Tambak Lorok dan PLTGU Belawan sebagaimana yang tertuang di kontrak lelang.
"Sehingga, atas kegagalan pasokan tersebut PT PLN harus membeli dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium yang mana mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian," ucap Djoko.
Advertisement
Uang Miliaran Rupiah
Sementara itu, polisi mengamankan barang bukti uang Rp 173 miliar lebih dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PLN, Nur Pamudji (NP) dalam pengadaan High Speed Diesel (HSD) PT Trans Petrochemical Pasific Industri (TPPI).
Polisi mengamankan barang bukti selama tiga tahap. Tahap pertama pada 6 Maret 2018, yakni sejumlah Rp 140.715.151.524,79. Kemudian tahap kedua dan ketiga pada hari yang sama, yakni 24 Mei 2018.
"Jumlah total sebesar Rp. 173.369.702.672,85," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Djoko Poerwanto di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Menurut Djoko, kasus korupsi yang menjerat NP telah merugikan negara sebesar lebih dari Rp 188 miliar. Adapun barang bukti uang ratusan miliar itu dipamerkan penyidik dalam konferensi pers.
Ditahannya NP menyusul koleganya sesama bos PLN yaitu Sofyan Basir, yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1 pada 23 April 2019.
"KPK meningkatkan penyidikan SFB (Sofyan Basir) Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Jakarta Selatan, Selasa (23/6/2019).
Selain Sofyan, dalam perkara proyek PLTU MT Riau-1 yang menelan biaya USD900 juta ini, KPK juga menetapkan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka.