Liputan6.com, Dali - China adalah salah satu negara sepuh di Bumi ini. Bahkan menurut situs oldest.org, Tiongkok menduduki urutan kedua dari tujuh negara paling tua di dunia, setelah Mesir.
Meski sedang berkembang sangat pesat dan memproduksi banyak teknologi canggih nan modern, namun hal tersebut tak lantas membuat China melupakan budayanya begitu saja.
Advertisement
Ketika berkunjung ke Yunnan (salah satu provinsi di sebelah barat daya China yang konon menjadi "gerbang" bagi negara-negara Asia Selatan dan "pintu masuk" bagi Vietnam, Laos, dan Myanmar), masih banyak ditemukan lokasi dan situs peninggalan kuno di sana.
Salah satunya adalah kota tua yang berada di Dali: Dali Ancient Town. Butuh waktu 2 jam untuk sampai di kota yang berada di barat laut Yunnan ini dari Kunming (ibu kota Yunnan). Jarak dari Kunming ke Dali setara dengan Jakarta ke Pekalongan, yang jika ditempuh dengan kereta api biasa bisa memakan waktu 6 jam.
Saya berangkat sekitar pukul 09.00 waktu setempat dengan menggunakan high speed train atau kereta super cepat, biayanya yaitu 145 RMB atau sekitar Rp 300 ribu.
Si ular besi ini bisa melaju hingga di atas 200 km/jam dan fasilitas di dalamnya pun sama dengan kereta api eksekutif yang ada di Indonesia (yang berbeda hanya pelayanan dan kebersihannya saja).
Sesampainya di Dali (kurang lebih pukul 10.53 waktu lokal), cuaca gloomy menyambut saya dan segera saja saya menuju hotel yang berada tak jauh dari stasiun.
Usai meletakkan seluruh barang bawaan saya di kamar hotel (tas ransel 65 liter, karena saya menginap 2 hari 1 malam di Dali dan akan kembali ke Kunming setelahnya), saya beserta rombongan lain langsung bergerak menuju Dali Ancient Town dengan mini bus.
Kala itu, cuaca di Dali sedang labil. Padahal sebelum-sebelumnya, panas menyengat. Namun hari pertama saya di Dali disapa dengan gerimis rintik (namun mentari masih terik), angin kencang, dan suhu yang sejuk.
Konon, menurut pemandu saya, panggil saja Pu (dosen ilmu sosial di Dali University), itu adalah cara Dewa mengucapkan "Selamat Datang" kepada kami.
Sepanjang perjalanan ke Kota Tua Dali, mata saya dimanjakan dengan pemandangan yang menenangkan hati. Banyak sekali bunga berwarna warni mekar di pinggir-pinggir jalan raya. Langit yang biru dan awan putih.
Kebersihan kota yang terjaga, banyak pepohonan, dan lengkap dengan danau alami yang terkenal di Dali, Erhai, juga pegunungan yang mengelilingi Dali, Cangshan.
Erhai atau Er Lake memiliki arti "laut berbentuk telinga", karena bentuknya yang mirip seperti kuping manusi bila dilihat oleh penduduk setempat. Erhai juga dikenal sebagai Yeyuze atau Danau Kunming di zaman kuno. Danau ini masih punya hubungan dengan Kota Tua Dali. Tapi itu cerita nanti, akan saya tuliskan pula di sini.
Usai duduk di dalam kendaraan selama sekitar 45 menit, saya dan rombongan tiba di tujuan utama: Kota Tua Dali. Sebelum menjelajahi situs bersejarah ini, pengunjung disarankan untuk membawa topi atau payung, guna melindungi kepala dari panas matahari.
Tak lupa juga membawa botol minum sendiri, demi mengurangi sampah plastik. Selain itu, siapkan uang kas secukupnya, sebab banyak penjaja makanan dan pedagang yang berjualan di dalam Kota Tua Dali dan tidak ada ATM.
Sejarah Singkat Kota Tua Dali
Kota Tua Dali dahulunya adalah ibu kota Kerajaan Nanzhao (738 - 902 Masehi) dan Kerajaan Dali (937 - 1254 Masehi), dikelilingi oleh Pegunungan Cangshan --yang masih dijaga kelestariannya-- di barat dan Danau Erhai di timur.
Menurut catatan sejarah, kota ini sempat dihancurkan dan rekam jejaknya dibakar selama penaklukannya oleh Dinasti Yuan Mongolia (China).
Sementara itu, kota tua yang ada sekarang, diorganisir pada akhir Abad ke-14 (1382 Masehi) di bawah Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming.
Sejarah dari Kota Kuno Dali dapat ditelusuri kembali ke tahun 779 Masehi, ketika Yimouxun (raja Kerajaan Nanzhao) memindahkan ibu kota ke lokasi ini, yang pada masa lampau masih bernama Yangjumie.
Dengan meniru tata letak arsitektur papan catur yang ada di Chang'an, ibu kota Dinasti Tang, ia membangun Yangjumie dengan menyilang 9 jalur mendatar dan 18 jalur memanjang.
Luas kota tersebut adalah sekitar 15 persegi Li (unit metrologi Tiongkok, 1 Li sama dengan 500 meter), temboknya punya panjang 2 Zhang (unit panjang, 1 Zhang sama dengan 3,3/1 meter), dan tinggi 5 Chi (satuan panjang, 1 Chi sama dengan 3,3/1 cm) dan tebal 2 Zhang.
Ada 4 menara gerbang yang terletak di selatan, utara, barat dan timur dan 4 menara mewah berbentuk lengkung yang bernama Menara Wuhua. Menara ini dibangun pada 865 Masehi, dengan ketinggian lebih dari 30 meter dan keliling 1,25 kilometer.
Menurut keterangan dari Pu, menara tersebut dapat menampung 10.000 orang pada saat yang bersamaan.
Sebagai tempat singgah selama masa Kerajaan Nanzhao dan Kerajaan Dali, Menara Wuhua adalah menara yang begitu megah dan belum pernah didirikan sebelumnya, di mana para raja bertemu dengan para utusan dan mengadakan perjamuan untuk tamu-tamu terhormat.
Selama lebih dari lima ratus tahun Dinasti Tang dan Song (618 - 1279 Masehi), Kota Yangjumie --sebagai ibu kota Kerajaan Nanzhao dan Kerajaan Dali-- mengembangkan diri menjadi pusat politik, ekonomi dan budaya di Yunnan serta China barat daya, serta kota metropolitan internasional, seperti Istanbul dan Kairo.
Kemegahan Yangjumie berkembang sangat pesat sebagai salah satu dari empat belas kota terbesar dan paling terkenal di dunia.
Advertisement
Peran Pegunungan Cangshan
Karena sejarah panjang dan budaya yang indah, Dali memenangkan reputasi sebagai "Dunhuang di barat daya China" dan "Ibu kota kuno di persimpangan budaya Asia", terdaftar sebagai salah satu kota bersejarah dan budaya terkenal yang diumumkan oleh Dewan Negara.
Saat ini, jalan utama di dalam Kota Tua Dali tetap memiliki struktur seperti papan catur ala Dinasti Ming dan Qing (1368 - 1912 Masehi).
Seperti misal Fuxing Road yang menghubungkan Gerbang Selatan dan Gerbang Utara, dengan deretan toko yang menjual kelereng dan kerajinan etnik. Semua bangunan di kota ini berdinding batu-bata dengan ubin biru tua, sederhana namun canggih.
Di sepanjang jalan, saya mendapati gaya bangunan yang klasik, sembari menikmati pemandangan nan asri dari Pegunungan Cangshan, menghirup udara segar dan berjalan kaki dengan leluasa.
Sementara itu, menanam bunga dan pohon adalah salah satu tradisi masyarakat Bai. Ada taman dengan ukuran berbeda di setiap keluarga setempat.
Mata air bersih dan dingin mengalir dari Pegunungan Cangshan, melalui jalan-jalan dan rumah tinggal di Kota Tua Dali. Kota ini sangat berbeda dari banyak tempat menarik di China.
Sejarah panjang dan budaya yang tersirat di sana tidak membuat para turis merasa 'pening' ketika berada di sana. Sebaliknya, Dali menceritakan kisah-kisah romantis yang indah dari orang-orang yang tinggal di daerah itu, dengan pemandangan yang menakjubkan dan air yang jernih, serta langit biru yang cerah dan awan putih.