Miliarder Dermawan Ingin Donald Trump Terpilih Lagi, Kenapa?

Donald Trump tampaknya tak perlu risau masalah dana kampanye, sebab seorang miliarder turut mendukungnya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Jul 2019, 19:02 WIB
Presiden AS, Donald Trump bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un di zona demiliterisasi Korea (DMZ), Desa Panmunjom pada Minggu (30/6/2019). Pertemuan keduanya berawal ketika Trump menuliskan undangan pertemuan dengan Kim melalui Twitter. (AP Photo/Susan Walsh)

Liputan6.com, Washington D.C. - Tak terasa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menyelesaikan periode pertamanya pada tahun depan. Trump yang juga miliarder itu pun siap melanjutkan sebagai presiden pada periode kedua.

Terkait dana kampanye, Presiden Trump tampaknya tidak perlu pusing, sebab miliarder Bernie Marcus siap menjadi penyokong dana. Forbes mencatat kekayaannya mencapai USD 5,8 miliar atau Rp 91,6 triliun (USD 1 = Rp 14.092).

Dilansir Yahoo! Finance, sosok Bernie Marcus ternyata amatlah dermawan. Ia sudah menyumbang lebih dari USD 2 miliar (Rp 28,1 triliun) kepada 300 organisasi.

Sang miliarder mengaku tidak tahu seberapa kaya dirinya dan berusaha menyumbang mayoritas hartanya selama ia hidup. Ia juga mendukung Presiden Trump agar terpilih lagi karena cara berpikir Trump yang seperti pebisnis dalam menghadapi masalah.

"(Trump) memiliki pendekatan common sense seorang pebisnis untuk dalam berbagai isu. Apakah saya setuju dengan segala hal yang ia lakukan? Tidak. Tetapi kenyataannya ia menghasilkan lebih banyak ketimbang yang lain," ujar Marcus.

Dibandingkan delapan atau enam tahun lalu, keadaan AS lebih baik ketimbang enam atau delapan tahun yang lalu. Kekuarangan Trump sebagai presiden, menurut Marcus, adalah caranya dalam berkomunikasi.

Bernie Marcus merupakan Co-Founder Home Depot yang bergerak di sektor ritel. Selain Marcus, miliarder tersohor lain yang mendukung Trump adalah bos industri judi Sheldon Adelson, bos WWE Vince McMahon, dan investor teknologi Peter Thiel.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Rupiah Menguat Usai Donald Trump Bertemu Presiden China

Presiden AS Donald Trump saat tiba di Bandara Internasional Raja Khalid di Riyadh (20/5). Kunjungan ini akan membicarakan perjanjian politik dan perdagangan serta dukungan atas perang melawan para militan. (AFP/Saudi Royal Palace/Bandar Al-Jalou)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Sentimen positif pendorong penguatan rupiah adalah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.

Mengutip Bloomberg, Senin (1/7/2019), rupiah dibuka di angka 14.082 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.126 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.082 per dolar AS hingga 14.119 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 1,97 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.117 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.141 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah di pada awal pekan ini menguat usai pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.

Analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, bertemunya kedua pemimpin negara dengan ekonomi terbesar itu memang berdampak positif bagi rupiah.

"Sangat positif sekali. Terutama karena adanya semacam 'gencatan senjata' perang dagang. Penundaan pengenaan tarif 25 persen terhadap sisa produk impor asal Tiongkok sebesar 300 miliar dolar AS," ujar Rully dikutip dari Antara.

Ketegangan perang dagang AS dan China sedikit mengendur setelah kedua pemimpin negara bertemu di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Osaka, Jepang.

Kedua negara sepakat akan merundingkan kembali isu perang dagang yang telah membuat tatanan perekonomian global mengalami guncangan.

Seusai pertemuan tersebut Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menegaskan akan mengurangi ketegangan atas perang dagang dengan meningkatkan kerja sama lebih lanjut.

Pernyataan tersebut diharapkan dapat meredam dampak perang dagang antar kedua negara yang berlangsung setahun lebih.  


BI Prediksi Nilai Tukar Rupiah 13.900 - 14.000 per Dolar AS di 2020

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan asumsi ekonomi makro tahun 2020 untuk nilai tukar Rupiah adalah pada level 13.900-14.300 dan inflasi 3 persen plus minus 1.

Perry menilai,sejauh ini Rupiah masih menunjukan kondisi yang positif. Tercatat hingga hari ini nilai tukar berada pada posisi 14.250 terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

"Hingga tanggal 10 Juni 2019 nilai tukar Rupiah 14.250 per USD atau menguat 0,91 persen bila dibandingkan dengan level akhir tahun 2018 yaitu Rp 14.380, nilai tukar rupiah pada tahun 2019 mencapai Rp 14.187 atau menguat 0,41 persen dibandingkan rerata tahun 2018 Rp 14.246," kata dia pada Selasa 11 Juni 2019.  

Selain itu, BI memperkirakan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia akan mencatat surplus sejalan dengan prospek aliran masuk modal asing yang terus berlanjut.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) 2019 juga diperkirakan lebih rendah dari tahun 2018 yaitu dalam kisaran 2,5 sampai 3 persen terhadap PDB.

"Sejalan dengan perkiraan neraca pembayaran tersebut, kami memperkirakan rata-rata nilai tukar pada tahun 2019 akan berada pada kisaran Rp 14.000 - Rp 14.400 terhadap dolar Amerika Serikat," ujarnya.

"Pada tahun 2020 kami memperkirakan bahwa prospek penguatan Neraca Pembayaran Indonesia akan berlanjut ditopang oleh peningkatan aliran masuk modal asing dan penurunan defisit transaksi berjalan," dia menambahkan.

Aliran masuk modal asing (inflow) diperkirakan meningkat dipengaruhi oleh prospek ekonomi yang membaik dan juga koordinasi yang kuat kebijakan antara pemerintah Indonesia dan berbagai otoritas terkait, untuk 2019 defisit transaksi berjalan kita akan tetap terkendali.

"Dengan berbagai perkembangan tersebut kami memperkirakan bahwa rata-rata nilai tukar Rupiah pada tahun 2020 akan berada pada kisaran Rp 13.900 sampai dengan Rp14.300 dolar Amerika Serikat," tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya