Rusuh, Aparat Rebut Gedung Parlemen Hong Kong dari Pengunjuk Rasa

Kerusuhan mewarnai aksi unjuk rasa di Hong Kong, Senin (1/7/2019) malam waktu setempat. Demonstran menerobos masuk Gedung Parlemen.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 02 Jul 2019, 00:53 WIB
Demonstran merusak simbol Hong Kong di Gedung Parlemen dalam aksi demonstrasi, Senin (1/7/2019) malam waktu setempat. (AFP/Philip Fong)

Liputan6.com, Hong Kong - Kerusuhan mewarnai aksi unjuk rasa di Hong Kong, Senin (1/7/2019) malam waktu setempat. Demonstran menerobos masuk Gedung Parlemen dan menguasai gedung sebelum dipukul keluar aparat.

Masuk dengan merusak pintu menggunakan berbagai benda, ratusan pengunjuk rasa kemudian mencoret simbol Hong Kong dengan warna hitam di dalam gedung. Mereka juga merusak potret anggota dewan, merusak perabotan, dan menulis pesan pro-demokrasi serta memasang Bendera Kolonial Inggris.

Aksi ini berakhir setelah aparat menembakkan gas air mata dan memaksa demonstran keluar pada tengah malam.

Demonstrasi terjadi pada peringatan 22 tahun penyerahan dari Inggris ke Tiongkok. Pengunjuk rasa menuntut pembatalan rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan ekstradisi ke pemerintah pusat China.

Aksi protes sudah terjadi selama beberapa pekan dan memuncak pada hari jadi tersebut. Demonstran dan aparat berhadapan sejak pagi hari.

"Pergerakan sekarang tidak lagi sekedar RUU. Ini menyangkut otonomi Hong Kong," kata salah satu pengunjuk rasa, dilansir BBC.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kebebasan yang Menyusut

Pengunjuk rasa menerobos Gedung Parlemen dalam aksi demonstrasi, Senin (1/7/2019) malam waktu setempat. (AFP/Vivek Prakash)

Gelombang protes awalnya bertujuan mendesak Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam membatalkan RUU ekstradisi yang didukung Beijing. Namun kini demonstrasi telah berubah menjadi gerakan yang lebih luas terhadap pemerintahan Lam dan Tiongkok.

Setiap tahun pemerintah setempat menggelar prosesi pengibaran bendera menandai kembalinya Hong Kong ke kepemilikan Tiongkok. Kali ini pemerintah mengumumkan upacara tersebut akan dipindahkan ke dalam, bukan di tepi kota, karena cuaca buruk.

Sam Mu, seorang seniman, bersama sekelompok kecil temannya mengibarkan bendera hitam pada Senin pagi di dekat tempat upacara itu akan berlangsung.

"Ini adalah simbol bagaimana kota telah jatuh," katanya kepada kantor berita AFP. "Kebebasan kota kami menyusut, menuju arah yang lebih otoriter."

Aktivis, yang sebagian besar adalah generasi muda, telah bersumpah untuk melanjutkan kampanye pembangkangan sipil dalam beberapa pekan mendatang.

"Apa pun yang terjadi, kami tidak akan berkecil hati, itulah sebabnya kami akan terus turun ke jalan," kata Jason Chan (22), seorang akuntan menambahkan. "Perlawanan bukan masalah sehari atau sepekan, itu jangka panjang."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya