Tiap Tahun Ada 2 Ribu Duda dan Janda Baru di Banjarmasin

Pengadilan agama Banjarmasin setidaknya mencatat ada 2.000 pasangan menikah yang menggugat cerai dan talak.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Jul 2019, 00:00 WIB
(ilustrasi)

Liputan6.com, Banjarmasin - Pengadilan Agama Banjarmasin setidaknya mencatat ada sekitar 2.000 pasangan menikah yang menggugat cerai dan talak tiap tahun lantaran persoalan ekonomi. 

Kepala Humas Pengadilan Agama Banjarmasin Bahtiar MH di Banjarmasin, mengatakan, pada 2018 tingkat perceraian baik cerai gugat maupun talak yang telah diputus pengadilan mencapai 2.310 kasus.

Sedangkan pada 2019 hingga Juni mencapai 1.150 kasus perceraian lebih, dengan penyebab perceraian karena gugat dan talak.

"Rata-rata setiap bulan, ada sekitar 140-150 kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Banjarmasin," katanya.

Menurut Bahtiar, hampir 90 persen, penyebab perceraian tersebut disebabkan karena masalah ekonomi, baik karena ekonomi berlebih atau karena ekonomi rumah tangga yang tidak mencukupi.

Penyebab ekonomi berlebih, tambah dia, membuat suami menikah lagi, melakukan hal-hal negatif seperti terlibat narkoba, pulang larut malam, perselingkuhan dan lainnya.

Karena sebab itu, membuat istri tidak terima, kemudian mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.

 

 


Simak juga video pilihan berikut ini:


Faktor Pemicu

Sedangkan ekonomi kurang, tambah dia, biasanya karena suami tidak mampu memenuhi nafkah keluarga, sehingga istri memilih cerai.

"Ada juga kasus, gaji suami kecil sekitar Rp4,5 juta, tapi selingkuh atau poligami, sehingga membuat istri pertama menggugat cerai," katanya.

Usia suami istri yang terlibat kasus perceraian, di usia 20-40 tahun ke bawah.Terbanyak 30 tahun ke bawah.

Sedangkan usia, 40-50 tahun, prosentasenya jauh lebih kecil, dibanding usia pernikahan produktif.

Bahtiar membantah, bila tingginya angka perceraian usia muda tersebut akibat usia pernikahan dini.

"Bukan karena pernikahan dini atau pernikahan di bawah usia 16 tahun, tetapi murni kebanyakan karena persoalan ekonomi," katanya.

Menurut pengamatan Bahtiar, kasus perceraian akibat pernikahan dini, prosentasenya justru cukup kecil.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya