Liputan6.com, Panmunjom - Minggu 30 Juni 2019, Donald Trump berjabat tangan dengan Kim Jong-un. Setelah 20 langkah menuju Korea Utara, presiden Amerika Serikat itu membuat sejarah sebagai pemimpin AS pertama yang duduk menginjakkan kaki di hermit kingdom atau kerajaan pertapa.
Istilah Hermit Kingdom atau kerajaan pertapa digunakan untuk merujuk pada negara, organisasi atau masyarakat mana pun yang dengan sengaja membentengi dirinya sendiri, baik secara metaforis atau fisik, dari seluruh dunia.
Advertisement
Menurut laporan CNN yang dikutip Selasa (2/7/2019), detik-detik menegangkan terjadi saat Donald Trump melintasi trotoar batu yang memisahkan sisi Utara dan Selatan Korea pada pukul 15.45 waktu setempat.
Ia berjalan di samping Kim yang memimpin Korea Utara dengan ambisi nuklirnya dan memiliki catatan menyedihkan tentang hak asasi manusia.
Pertemuan di Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) yang sangat dijaga ketat - pertemua ketiga keduanya secara langsung - terjadi sehari setelah Trump menyatakan ingin bertemu di perbatasan melalui sebuah twit dan menyatakan ia "tidak masalah" melangkah ke Korea Utara.
Sementara di dalam wilayah Korea Utara, Trump dan Kim berjabat tangan dan menepuk punggung satu sama lain sebelum kembali melintasi perbatasan ke Selatan setelah sekitar satu menit.
"Aku tidak pernah berharap bertemu denganmu di tempat ini," Kim, yang tampak sangat gembira saat itu, memberi tahu Trump melalui seorang penerjemah. Belakangan, Trump mengatakan dia "bangga melangkahi garis pembatas itu" dan berterima kasih kepada Kim atas pertemuan tersebut.
Trump sekali lagi berterima kasih kepada Kim atas pertemuannya dan menambahkan, "Ketika saya mengeluarkan pemberitahuan media sosial, jika dia tidak muncul, pers akan membuat saya terlihat sangat buruk."
Trump juga berkata, karena Kim muncul, mereka berdua terlihat baik.
"Ini bisa menjadi momen yang sangat bersejarah dan saya kira itulah itu," kata Donald Trump. "Saya pikir hubungan yang telah kami kembangkan sangat berarti bagi banyak orang."
Donald Trump bahkan mengundang Kim Jong-un ke Gedung Putih, meskipun kemudian mengakui bahwa kunjungan seperti itu sepertinya tidak akan segera terwujud.
Setelah jabat tangan bersejarah, kedua pria itu bertemu di dalam Freedom House di DMZ selama kurang dari satu jam.
Momen ini menandai loncatan dalam sejarah Amerika Serikat dengan Korea Utara, tetapi apa artinya di balik persahabatan kedua negara itu tak diketahui pasti.
Selama pertemuan itu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in selaku tuan rumah, menunggu di ruangan terpisah.
Saling Puji
Pemerintah Korea Utara memuji pertemuan "bersejarah" Trump dan berjabat tangan dengan Kim sebagai "peristiwa luar biasa" dalam pengakuan pertama negara itu atas perundingan di Panmunjom, kantor berita negara Korea Utara, KCNA.
Kim mengatakan bahwa "hubungan pribadi yang baik dengan Trump yang memungkinkan pertemuan dramatis," menurut KCNA.
Pemerintah Korea Utara melanjutkan untuk menjelaskan bagaimana keputusan "berani" oleh Kim dan Trump menciptakan "kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara kedua negara yang telah saling bermusuhan dengan permusuhan yang mengakar," lapor KCNA.
Tampaknya tidak ada komitmen baru yang dibuat dalam pertemuan Trump selama 50 menit dengan Kim di luar kesepakatan untuk memulai kembali pembicaraan. Dan Trump sendiri mengatakan sesudahnya dia tidak terburu-buru untuk menyingkirkan Korea Utara dari senjata nuklirnya.
Namun, pertemuan dan penyeberangan perbatasan bersejarah itu telah memecah kebuntuan dalam pembicaraan yang belum pecah sejak Trump keluar dari pertemuan terakhirnya dengan Kim di Vietnam empat bulan lalu.
Trump mengatakan tim negosiasi akan mulai bertemu dalam hitungan minggu. Tim AS akan dipimpin oleh perwakilan khusus AS saat ini untuk Korea Utara, Stephen Biegun, kata Trump. Beralih ke Biegun, Trump berharap dia beruntung.
Media Korea Utara menggambarkan pertemuan akhir pekan antara pemimpinnya, Kim Jong-un, dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai peristiwa "bersejarah" dan "luar biasa".
"Jabat tangan bersejarah para pemimpin utama DPRK dan AS di Panmunjom adalah"peristiwa luar biasa," kata kantor berita resmi Korea Utara KCNA, menggambarkan desa gencatan senjata itu sebagai "simbol pembagian".
Pemimpin Gereja Katolik Dunia, Paus Fransiskus, juga memuji pertemuan historis antara Donald Trump dan Kim Jong-un. Ia berharap, tatap muka itu mampu membawa perdamaian.
"Kita telah melihat di Korea contoh baik tentang budaya pertemuan (culture of encounter)," kata Paus di hadapaan jemaat di alun-alun Santo Peter, Vatikan, Minggu kemarin, seperti dikutip dari New York Post 1 Juli.
KTT AS - Korut ke-3 Segera Terjadi?
Berkomentar kepada wartawan sebelum pertemuan tertutup di House of Freedom, Kim Jong-un mengatakan dia "terkejut" dengan undangan terbuka lewat Twitter dari Donald Trump untuk bertemu di DMZ.
"Saya sangat terkejut mendengar tentang tawaran Anda di twit dan hanya pada sore hari saya dapat mengonfirmasi undangan Anda. Saya ingin bertemu dengan Anda lagi dan terutama untuk kedua Korea, tempat ini adalah tanda sejarah malang," kata Kim, seperti dikutip dari CNN, hari Minggu.
"Jadi bagi kedua Korea, untuk dapat memiliki kesempatan ini bagi saya untuk bertemu dengan Anda di sini sangat penting. Artinya, kita dapat merasa nyaman dan bertemu satu sama lain dengan pola pikir positif. Saya percaya bahwa ini akan memiliki pengaruh positif dalam semua diskusi kita di masa depan," lanjut Kim.
Mengantar Pulang
Usai pembicaraan selama 50 menit di House of Freedom, Presiden Trump, Pemimpin Kim Jong-un dan Presiden Moon Jae-in melangkah keluar bersama-sama dari House of Freedom.
Trump dan Moon mengantarkan Kim kembali ke sisi utara DMZ, yang secara teknis merupakan wilayah Korea Utara.
Sebelum berpisah di garis demarkasi, ketiganya saling mengucapkan salam dan melambaikan tangan.
Dalam konferensi pers bersama dengan Moon setelah mengawal Kim Jong-un melintasi perbatasan, Trump mengatakan bahwa rangkaian pertemuan di DMZ "sangat bersejarah" dan menjelaskan bahwa negosiasi denuklirisasi dan perdamaian Semenanjung Korea akan terus berlanjut.
Tapi, "kecepatan bukan tujuan utama," kata Trump, menambahkan, "kami ingin mencapai kesepakatan yang komprehensif" dan mengindikasikan bahwa KTT AS - Korut ke-3 bisa segera terjadi.
Advertisement
Peluang Pembicaraan Baru?
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan kepada wartawan tak lama sebelum meninggalkan Korea Selatan, bahwa putaran pembicaraan baru kemungkinan akan terjadi "sekitar bulan Juli", dan negosiator Korea Utara akan menjadi diplomat kementerian luar negeri.
Dalam sebuah foto yang dirilis oleh KCNA pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong-ho, dan Pompeo ditampilkan masing-masing duduk di sebelah Kim dan Trump di Freedom House, gedung tempat kedua pemimpin melakukan pembicaraan tatap muka.
KCNA mengatakan bahwa selama obrolan antara Trump dan Kim, kedua pemimpin menjelaskan "masalah meredakan ketegangan di semenanjung Korea", serta "masalah yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama yang menjadi batu sandungan dalam menyelesaikan masalah tersebut," dan "disuarakan penuh pengertian dan simpati. "
Kim mengatakan itu adalah hubungan pribadi yang baik dengan Trump, di mana memungkinkan pertemuan dramatis yang hanya diberitahu satu hari sebelumnya.
Selain itu, Kim juga berpendapat bahwa hubungan dengan Trump akan terus membuahkan hasil yang baik.
"Keputusan berani kedua pemimpin itu, yang mengarah pada pertemuan bersejarah, menciptakan kepercayaan tinggi antara kedua negara yang sempat terlibat permusuhan yang mengakar," tulis KCNA melengkapi.