Liputan6.com, Kupang - Balai Besar KSDA NTT melalui Bidang KSDA Wilayah II, Seksi Konservasi Wilayah III bersama aparat Pemkab Manggarai Timur serta Yayasan Komodo Survival Program berjibaku menyelamatkan seekor biawak komodo (Varanus komodoensis ouwens) yang memasuki Kampung Tanjung, Desa Nanga Baras, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Jumat, 28 Juni 2019, sekitar pukul 15.00 Wita.
Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara mengatakan, informasi keberadaan komodo di kampung tersebut dilaporkan masyarakat setempat. Berdasarkan analisis perilaku, biawak komodo memasuki permukiman warga karena dalam proses penjelajahan untuk mencari pasangan saat musim kawin.
Baca Juga
Advertisement
"Musim kawinnya antara bulan Juni sampai Agustus. Kondisi biawak komodo masih agresif saat diamankan," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (1/7/2019).
Untuk menghindari keramaian warga, petugas BBKSDA membawa komodo tersebut ke pusat informasi Komodo. Selanjutnya, petugas BBKSDA didampingi Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olah Raga Kabupaten Manggarai Timur melakukan pengambilan data biometrik melalui pengukuran dan penandaan.
"Pengukuran individu satwa komodo dan penandaan dilaksanakan pada hari Sabtu 29 Juni 2019 dengan data, jenis kelamin jantan, ID tag 000706D12C, panjang total 225 cm dan berat 33,8 kilogram, kondisi satwa sehat, serta umur telah memasuki fase dewasa," jelasnya.
Setelah diidentifikasi, komodo tersebut kemudian dilepasliarkan kembali pada Minggu, 30 Juni 2019, di Watu Pajung.
"Pertimbangannya di Watu Pajang merupakan habitat aslinya, dekat dengan pos pemantauan/pengamanan untuk memudahkan monitoring oleh petugas dan dekat dengan sumber makanan," katanya.
Ia menambahkan, pelepasliaran komodo telah dilengkapi dengan dokumen berita acara pelepasliaran satwa dilindungi dengan Nomor BA.169/K.5/BKWII/KSA/6/2019, tanggal 30 Juni 2019.
Drama Evakuasi Buaya
Selain menyelamatkan komodo, Tim Unit Penanganan Satwa (UPS) dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT juga mengamankan seekor buaya berukuran besar di Desa Soliu, Kabupaten Kupang. Kepala BBKSDA NTT Timbul Batubara mengatakan, buaya itu diamankan karena sering menyerang dan memangsa ternak warga.
"Buaya muara (Crocodylus porosus) kami amankan di Desa Soliu, Kecamatan Amfoang Barat, Kabupaten Kupang. Buaya ini merupakan buaya yang ukuran tubuhnya paling besar yang pernah ditangani tim UPS BBKSDA NTT," kata Timbul.
Sesuai hasil pemeriksaan, buaya muara itu berkelamin jantan dan berukuran panjang 4,58 meter serta lebar 80 sentimeter.
"Tim lalu melakukan persiapan untuk penanganan terhadap buaya muara itu. Upaya evakuasi satwa berlangsung dramatis, mengingat ukurannya yang besar," ungkap Timbul.
Berkat kerjasama tim UPS BBKSDA NTT dengan masyarakat sekitar, polisi, dan pemerintah kecamatan, buaya itu berhasil dievakusi.
Selanjutnya, buaya muara dievakuasi oleh tim UPS ke kandang transit di kantor Seksi konservasi wilayah II di Kupang. Tim juga melakukan perawatan terhadap buaya, karena kondisi tubuhnya mengalami luka pada bagian kepala, leher, dan mulut.
Selanjutnya, buaya itu akan ditampung sementara di kandang transit, sambil menunggu adanya lembaga konservasi yang berminat menampung buaya untuk digunakan sebagai indukan pada penangkaran satwa.
Advertisement
Lumba-Lumba Malang
Bangkai seekor lumba-lumba ditemukan terdampar di pantai Doreng, Desa Nenbura, Kabupaten Sikka, Kamis 27 Juni 2019, sekitar jam 10.00 Wita. Bangkai lumba-lumba itu kemudian dipotong orang tak dikenal dan dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara mengatakan, menyikapi aksi warga tersebut kepala Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere mengambil langkah memberi sosialisasi kepada masyarakat sesuai Undang Undang No 5 Tahun 1990 tentang beberapa biota perairan yg dilindungi seperti penyu, paus, lumba- lumba, hiu dan lainnya.
"Kita baru terima informasinya Minggu 30 Juni 2019 sekitar pukul 15.15 Wita melalui SKW IV Maumere dan dua petugas langsung kita terjunkan," ujar Timbul.
Ia menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 21, ayat 1) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.
"Kita tingkatkan patroli terpadu dengan melibatkan aparat terkait dan masyarakat, serta pemasangan papan informasi agar kejadian serupa dapat dihindarkan," dia memungkasi.
Simak video pilihan berikut ini: