Liputan6.com, Washington D.C. - Gedung Putih baru saja merilis daftar gaji pada 1 Juli 2019. Dalam berkas itu, pendapatan para pegawai Gedung Putih diungkap kepada masyarakat seluruh dunia.
Dilansir dari situs resmi Gedung Putih, Ivanka Trump dan suaminya Jared Kushner masih konsisten tidak mendapat gaji. Putri sulung Donald Trump menjabat sebagai penasihat presiden, sementara Jared Kushner adalah penasihat sekaligus asisten presiden.
Baca Juga
Advertisement
Gaji asisten presiden sebetulnya adalah yang tertinggi di Gedung Putih. Mereka mendapatkan USD 183 ribu per tahun atau Rp 2,5 miliar (USD 1 = Rp 14.140).
Tentunya pekerjaan mereka sebagai asisten tidak remeh-temeh. Mereka membantu Presiden Donald Trump dalam berbagai hal teknis, mulai dari perdagangan internasional, keamanan nasional, serta memantau dinamika politik.
Berikut beberapa nama asisten Presiden Donald Trump yang mendapatkan gaji USD 183 ribu:
1. Robert Blair: asisten presiden dan penasihat senior untuk kepala staf.
2. John Bolton: asisten presiden untuk keamanan nasional.
3. Kellyanne Conway: asisten presiden dan konselor senior
4. Jason Greenblatt: asisten presiden dan perwakilan khusus untuk negosiasi internasional
5. Lawrence Kudlow: asisten presiden untuk kebijakan ekonomi
6. Stephen Miller: asisten presiden dan penasihat kebijakan senior
Lebih lanjut, para asisten khusus memiliki rentan gaji antara USD 64 ribu (Rp 910 juta miliar) hingga USD 120 ribu (Rp 1,6 miliar) per tahun.
Sementara, gaji deputi asisten presiden bisa mencapai USD 158 ribu (Rp 2,2 miliar) hingga USD USD 168 ribu (Rp 2,3 miliar).
Presiden Donald Trump sendiri tidak menikmati gajinya. Sesuai janji kampanye, gajinya selalu disumbangkan ke organisasi pilihannya. Terakhir, Trump menyumbangkan gaji ke organisasi yang melawang kecanduan alkohol.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Donald Trump Jadi Presiden AS Pertama yang Kunjungi Korea Utara
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bertatap muka dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di zona demiliterisasi Korea (DMZ), Desa Panmunjom pada Minggu 30 Juni 2019 siang waktu lokal.
Pertemuan itu menandai momen bersejarah di mana pertama kalinya seorang presiden AS yang masih menjabat dan pemimpin Korut yang masih berkuasa bertatap muka langsung di salah satu garis perbatasan paling dijaga di seluruh dunia.
Selain itu, Presiden Trump juga melangkah melewati garis demarkasi militer (MDL) ke sisi utara. Dua puluh langkah yang diambil Trump menandai pertama kalinya seorang presiden AS yang masih menjabat menginjakkan kaki di wilayah --yang secara teknis-- Korea Utara.
Momen bersejarah itu dimulai dengan Trump yang berjalan dari gedung House of Freedom di sisi selatan ke Joint Security Area (JSA) ke garis demarkasi. Saat Trump mulai mendekati garis, tampak Kim Jong-un berjalan mendekat dari sisi utara menuju ke titik yang sama.
Keduanya kemudian bertatap muka tepat di garis demarkasi dan berjabat tangan erat.
Setelah itu, Trump melangkah melewati garis dan berjalan berdampingan dengan Kim sebanyak sekitar 20 langkah menuju sisi utara atau semakin mendekat ke Panmungak Hall. Keduanya kemudian berhenti dan kembali berjabat tangan.
Trump dan Kim kemudian kembali ke garis demarkasi dan berhenti sejenak. Seusai itu, giliran Kim yang melangkah ke sisi selatan. Ia berjalan cukup jauh sampai ke halaman depan House of Freedom, di mana ia disambut oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae In.
"Ini momen bersejarah," kata Kim Jong Un soal Trump yang melangkah ke sisi utara, seperti dikutip dari CNN. Trump pun turut menyampaikan respons positif, dan ia mengatakan bahwa melewati garis itu merupakan sebuah kehormatan.
Advertisement
Media Korea Utara Puji Habis-Habisan Pertemuan Trump dan Kim
Media Korea Utara menggambarkan pertemuan akhir pekan antara pemimpinnya, Kim Jong Un, dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai peristiwa "bersejarah" dan "luar biasa".
"Jabat tangan bersejarah para pemimpin utama DPRK dan AS di Panmunjom adalah"peristiwa luar biasa," kata kantor berita resmi Korea Utara KCNA, menggambarkan desa gencatan senjata itu sebagai "simbol pembagian".
Dikutip dari The Guardian, KCNA mengatakan Kim Jong-un dan Donald Trump membahas "masalah yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama yang menjadi batu sandungan dalam memecahkan masalah itu (denuklirisasi)".
"Para pemimpin utama kedua negara sepakat untuk tetap berhubungan di masa depan juga, serta melanjutkan dan mendorong dialog produktif untuk membuat terobosan baru dalam denuklirisasi semenanjung Korea, dan juga dalam hubungan bilateral," lanjut KCNA.
Pertemuan, yang diprakarsai oleh twit Donald Trump pada hari Sabtu di sela-sela KTT G20, yang Kim Jong Un sebut mengejutkannya, menampilkan hubungan akrab di antara keduanya.
Tetapi, analis mengatakan mereka tidak lebih dekat untuk mempersempit kesenjangan antara posisi kedua negara, sejak berjalan menjauh dari pertemuan terakhir di Hanoi, Vietnam, pada Februari lalu.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan kepada wartawan tak lama sebelum meninggalkan Korea Selatan, bahwa putaran pembicaraan baru kemungkinan akan terjadi "sekitar bulan Juli", dan negosiator Korea Utara akan menjadi diplomat kementerian luar negeri.
Dalam sebuah foto yang dirilis oleh KCNA pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong-ho, dan Pompeo ditampilkan masing-masing duduk di sebelah Kim dan Trump di Freedom House, gedung tempat kedua pemimpin melakukan pembicaraan tatap muka.
KCNA mengatakan bahwa selama obrolan antara Trump dan Kim, kedua pemimpin menjelaskan "masalah meredakan ketegangan di semenanjung Korea", serta "masalah yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama yang menjadi batu sandungan dalam menyelesaikan masalah tersebut," dan "disuarakan penuh pengertian dan simpati. "
Kim mengatakan itu adalah hubungan pribadi yang baik dengan Trump, di mana memungkinkan pertemuan dramatis yang hanya diberitahu satu hari sebelumnya.
Selain itu, Kim juga berpendapat bahwa hubungan dengan Trump akan terus membuahkan hasil yang baik.
"Keputusan berani kedua pemimpin itu, yang mengarah pada pertemuan bersejarah, menciptakan kepercayaan tinggi antara kedua negara yang sempat terlibat permusuhan yang mengakar," tulis KCNA melengkapi.