Liputan6.com, Jakarta - Rasa cemas sempat melanda pikiran Fajar Adityo Ismantoro, salah satu Customer Service Officer (CSO) Bank Mandiri di kantor cabang Plaza Mandiri.
Akhir 2018, ia dan rekan-rekannya mendapat informasi dari kepala cabang tentang proyek awal Digital Banking yang akan berlokasi di tempat yang sama.
"Saya khawatir, apakah nanti saya akan dipindahkan ke unit atau divisi lain kalau nanti ada pengurangan staf di kantor cabang? Jika saya dipindahkan ke divisi legal, saya takut tak bisa menguasai bidang itu," ungkap Fajar yang mengawali profesinya sebagai teller pada 2009 di bank terbesar secara aset itu.
Baca Juga
Advertisement
Sejak Bank Mandiri meluncurkan aplikasi mobile pertama di platform Blackberry pada 2011 silam, Fajar merasakan adanya perubahan sistem perekrutan karyawan di bank pelat merah itu.
"Dulu setelah saya bekerja satu tahun menjadi teller, saya langsung diangkat sebagai pegawai tetap. Akan tetapi, tahun berikutnya hingga sekarang, makin sulit bagi teller menjadi karyawan tetap," sebutnya.
Namun, kegelisahan Fajar tak berangsur lama setelah ia berkonsultasi dengan kepala cabang. Ia yakin jika posisinya cukup aman saat ini.
"Memang saat ini kami mulai mengalihkan nasabah alihkan ke digital, namun ada hal-hal yang tak bisa dipenuhi melalui digital. Banyak nasabah yang masih butuh konsultasi secara langsung dengan petugas bank, baik itu mengenai produk perbankan. Saya rasa perampingan (karyawan) itu ada tapi pegawai seperti teller dan CSO masih akan tetap dibutuhkan," ujar Fajar.
Sementara, Dandy Permana, salah satu teller BCA di kantor cabang Thamrin tak merasa terancam karena yakin jika bank akan membekali ilmu bagi para karyawannya agar lebih sigap beradaptasi dengan digitalisasi perbankan.
Selain melayani nasabah bertransaksi, Dandy yang masih kuliah dan menjadi karyawan magang di bank swasta ini, mengaku jika ia dan rekan kerjanya juga harus bisa menawarkan produk perbankan.
"Jadi teller dan CSO juga ditargetkan cross-selling (berjualan) produk-produk seperti KPR, KKB, dan sebagainya," ujar dia.
Kecemasan Fajar dan pengalaman Dandy untukberjualan merupakan segelintir contoh yang tengah dialami para karyawan perbankan tanah air sebagai dampak disrupsi teknologi digital yang terjadi di industri perbankan.
Berdasarkan survei Digital Banking in Indonesia 2018 yang oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), para pekerja di sektor perbankan sedang mengalami proses bisnis dan tim yang tidak fleksibel akibat minimnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang digital.
Manajemen perbankan tak menyangkal jika perbankan mulai mengurangi biaya operasional perbankan, terutama dalam pembukaan kantor cabang seiring dengan tuntutan bagi perbankan untuk dapat bertransformasi menjadi digital banking.
Direktur Operasional dan Bisnis Bank Mandiri Hery Gunardi mengakui, jika perampingan kantor cabang telah terjadi sejak tahun lalu.
Dibandingkan beberapa tahun lalu yang umumnya membuka 100-200 cabang, tahun lalu Bank Mandiri hanya membuka 50 kantor cabang. Adapun tahun ini, bank pelat merah itu hanya membuka 10 cabang.
Penyusutan ekspansi kantor cabang sejalan dengan transformasi perbankan digital, di mana Bank Mandiri telah mengurangi interaksi nasabah pada bank secara fisik dengan mengembangkan Mobile Apps atau Digital Channel.
Saat ini, Hery menuturkan, transaksi digital di Bank Mandiri telah mencapai 92 persen, sementara transaksi konvensional atau di kantor cabang sekitar 8 persen.
"Kami ingin menaikkan produktivitas,baik dari penghimpunan Dana PihakKetiga maupun kredit. Penghematan modal kerja dari sisi pembukaan cabang saja bisa berarti lebih dari Rp 100 miliar," ungkap Herry.
Berbeda dengan BCA yang masih ingin membuka kantor konvensional dan merekrut para teller. Presiden Direktur BCA, JahjaSetiaatmadja mengatakan, BCA masih akan tetap ekspansi membuka kantor cabang baru dan karyawan baru meski transaksi digital di BCA telah mencapai 98 persen saat ini
"Bank akan tetap membutuhkan teller danCSO, terutama transaksi besar di atas limit tertentu masih dilakukan di kantor cabang. Hal ini untuk melindungi nasabah dari kelalaian atau pihak-pihak yang mempunyai niat jahat," ungkap Jahja.
Berebut SDM di Era Digital
Meski bank-bank besar berlomba dalam meluncurkan produk digital perbankan, bukan berarti industri keuangan ini akan segera merampingkan tenaga kerja.
Justru,mencari sumber daya manusia (SDM) yang berketerampilan di bidang digital menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi perbankan Indonesia dalam transformasi digital layanan perbankan.
Survei Digital Banking in Indonesia 2018 yang dirilis PricewaterhouseCoopers (PwC), sebesar 52 persen responden dariperbankan Indonesia menyatakan ketidakfleksibelnya proses bisnis dan tim, serta kurangnya SDM yang memiliki keahlian digital menjadi tantangan ketiga terbesar dalam mengimplementasi strategi digital. Hal ini akan menjadi risiko bagi perbankan dalam 2-3 tahun ke depan.
Advertisement
Pemerintah Dorong Pengembangan SDM Digital
Saat ini, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia berupaya untuk terus mendorong pengembangan SDM digital.
Salah satunya dengan memberikan 25.000 beasiswa digital bagi para siswa pada 2019.Jumlah ini akan terus meningkat 100 persen menjadi 50.000 beasiswa pada 2020.
Menteri Kominfo, Rudiantara mengatakan, jumlah ini masih terbilang kecil dibandingkan kebutuhan tenaga digital di pasar yang diprediksi oleh Bank Dunia, mencapai 600.000 per tahun.
Presiden Direktur Commonwealth Bank Indonesia, Lauren Sulistiawati mengapresiasi langkah yang dilakukan Kominfo maupun regulator dalam mengembangkan tenaga kerja yang siap beradaptasi di era digital. Namun, hal itu, kata Lauren, masih belum mewadahi kebutuhan SDM digital yang diperlukan perusahaan saat ini.
"Kita tak hanya bersaing dengan sesama perbankan, tapi juga dengan teknologi finansial (tekfin), e-commercedan startup lainnya. Semua memerlukan talenta yang hampir sama, yakni harus memahami digital dan memiliki daya inovasi tinggi," ujar Lauren.
Menurut konsultan Informasi Teknologi (IT) Independen sekaligus Founder Baba Studio, Zeembry Neo, kurangnya digital talent tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
"SDM IT masih belum mencukupi untuk menghadapi tuntutan perkembangan zaman. Kalau menunggu SDM menjadi ahli, bank bisa ketinggalan. Maka, hal yang paling cepat itu adalah menggunakan tenaga outsource atau ‘membajak’," kata Zeembry.
Bank-bank besar sebenarnya secara rutin membekali para karyawan dengan pelatihan ulang(retraining). Salah satunya, bank BCA yang memiliki program e-learning untuk membekali ilmu bagi seluruh karyawan BCA.
Armand Wahyudi Hartono, Wakil Direktur BCA menuturkan program e-learning ini merupakan aplikasi yang dapat diunduh di ponsel pintar,sehingga para karyawan bisa belajardi mana pun dan kapan pun.
"Module-learning ini wajib bagi seluruh karyawan BCA. Modul ini dilengkapi tes dan permainan. Seluruh karyawan mendapat kesempatan latihan yang sama, dan tak bisa untuk dilewatkan,” ungkap Armand yang juga mengajar di e-learningapps BCA.
Para bankir mengakui, menerapkan pelatihan ulang bagi karyawan bukan suatu hal yang mudah. Lantaran, taksemua karyawan mau mengubah polapikir (digital mindset) para pekerja danmenyesuaikan (agile) budaya kerjad engan kondisi perubahan digital saat ini.
Selanjutnya
Di Commonwealth Bank Indonesia, tingkat keberhasilan pelatihan karyawan masih di bawah 70 persen. Lauren menyadari, tingkat keberhasilan pelatihan ini tak akan mencapai 100 persen.
Oleh karena itu, Commonwealth Bank memilih untuk mengembangkan program Management Training (MT) bagi karyawan baru dengan fokus pengembangan digital. Hal ini berbeda dari program sebelumnya, di mana para karyawan lulusan kuliah dibekali ilmu perbankan secara umum.
"Kami juga memiliki unit khusus, yakni Digital Innovative team, yang fokus untuk memenuhi kebutuhan digital kami," ujar Lauren.
Dalam tim tersebut terbentuk profesi-profesi baru seperti Scrum Master, User Experience Specialist, dan User Interface Specialist.
Sementara, Bank pelatmerah, Bank Mandir imengadakan kontesnasional Hackaton dalam dua tahun terakhir. Selain menjadi ajang kompetisi ide kreatif bagi pengembangan digital perbankan, Bank Mandiri bisa menjaring talenta-talenta berbakat yang memiliki keterampilan digital.
"Dari kompetisi ini, kami bisamenemukan mahasiswa maupun talenta yang berbakat di ranah digital. Nantinya, kami akan ajak mereka untuk bergabung dengan Mandiri," papar Rico Usthavia Frans, Direktur Teknologi dan Transformasi Bank Mandiri.
Tak hanya itu, Bank Mandiri terus mendekatkan diri ke kampus-kampus IT ternama untuk memperoleh talenta-talenta digital.
"Persaingan dengan tekfin dan startup dalammencari bakat-bakat digital memang sangat menantang. Kita berharap, agar semakin banyak kampus-kampus IT yang bisa melahirkan SDM digital," ungkap Rico. (Cindy S)
Advertisement