Tanggapan Pengusaha soal Menteri dari Generasi Muda

Pengusaha menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengangkat menteri dari kalangan muda di kabinet selanjutnya.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Jul 2019, 17:00 WIB
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Kondisi ekonomi Indonesia dinilai relatif baik dari negara-negara besar lain di Asean. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengangkat menteri dari generasi muda di kabinet selanjutnya.

Namun demikian, sosok menteri tersebut harus memiliki pengalaman dan mampu memimpin kementerian.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, sebenarnya usia bukan menjadi patokan apakah seseorang mampu menjadi menteri atau tidak.

Namun, yang harus dipastikan sosok yang dipilih menjadi orang nomor satu di kementerian tersebut memiliki pengalaman yang banyak dan memiliki karakter seorang pemimpin.

"Masalah matang dan usia hal yang beda. Ada yang muda tapi punya pengalaman seperti usia 50 tahun. Usia tidak bisa jadi tolak ukur. ‎Tapi bagus Pak Jokowi mau mengangkat para generasi muda‎. Namun yang harus dipastikan bagaimana mereka bisa memimpin," ujar dia di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Selain soal usia, lanjut dia, profesionalisme juga menjadi penting untuk menjadi pertimbangan dalam pemilihan menteri di kabinet selanjutnya.

Terlepas sosok tersebut berasal dari kalangan pengusaha, politis maupun akademisi, harus memiliki profesionalisme agak tidak mendahulukan kepentingan pribadi maupun golongan.‎

"Profesionalisme menjadi kunci bagaimana dari pengusaha, politik, akademisi.Rekam jejak harus ada dan bisa menjalankan, bisa eksekusi dan dia tahu apa yang terjadi di lapangan. Kita tidak bisa tunggu-tunggu lagi. Ke depan ini menjadi kunci. Kabinet yang terpilih harus bisa langsung jalan, baik akan mempertahankan atau ada yang diganti," ujar dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto.

Menurut dia, usia tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai seseorang layak atau tidak menduduki jabatan menteri. Namun yang paling penting yaitu niatnya untuk membuat Indonesia lebih baik.

"Ini hak prerogatif presiden. Kematangan dan emosi butuh proses. Tidak bisa dipukul rata, tergantung individu.‎ Janji Pak Jokowi memang mau merangkul milenial. Boleh populer di medsos tapi harus bisa kerja di lapangan. Spiritnya untuk Indonesia yang lebih baik," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Investor Asing Bakal Tahan Investasi hingga Penyusunan Kabinet

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, investor asing masih akan menahan investasi ke Indonesia hingga ada penyusunan kabinet pemerintahan baru.

Selain itu, suasana politik dalam negeri yang kini tengah panas pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah reda.

Setelah MK mengeluarkan keputusannya pada Kamis kemarin, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih hingga penutupan sesi perdagangan di bursa saham.

"Ini menunjukkan investor asing masih menunggu susunan kabinet bulan oktober dan proses rekonsiliasi kubu 01 dan 02," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat, 28 Juni 2019.

Jika tensi politik masih terus memanas, ia melanjutkan, investor asing akan memiliki dua pertimbangan, yakni menunda pemberian investasi atau mengalihkannya ke negara lain.

"Kalau tensi politik masih panas, ya investornya akan punya dua pilihan. Menunda realisasi investasi seperti pembangunan pabrik dan membeli mesin baru, atau opsi kedua, relokasi investasi ke negara lain yang politiknya lebih stabil," tuturnya.

Bhima memperkirakan, investor asing bakal tetap menahan penyaluran investasi ke Indonesia hingga proses penyusunan kabinet Oktober nanti.

"Menunggu susunan kabinet lebih penting. Karena kebijakan teknis nanti ada di tangan kementerian baru," ujar Bhima.

 


Menunggu Bagi-Bagi Kursi Menteri ala Jokowi

Presiden Joko Widodo saat menerima pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (13/6/2019). Presiden Jokowi meminta masukan dari Apindo terkait pemerintahan ke depan, salah satunya tentang upaya peningkatan nilai ekspor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pascapenetapkan pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024 oleh KPU RI, kabarnya Jokowi segera menyusun kabinet baru.

Beberapa pucuk pimpinan partai telah melakukan sowan ke Jokowi pascapenetapan, sebut saja Ketum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Kedatangan para pimpinan partai koalisi itu menguatkan sinyal adanya teriakan parpol untuk mendapat jatah menteri.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi akan mulai membahas kabinet periode selanjutnya pada Juli 2019.

Menurut dia, biasanya pembahasan kabinet dibicarakan hanya antara Jokowi dengan para ketum parpol pengusung.

"Kabinet kalau seramai ini enggak mungkin. Kabinet pasti empat mata sama saya, kalau seramai ini enggak mungkin dibahas. Beliau (Presiden Jokowi) bilang akan ada pembicaraan (kabinet) sekitar pertengahan Juli," kata pria yang diakrab Cak Imin sebelum bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019.

Cak Imin mengaku belum mengetahui berapa kader PKB yang akan menduduki kursi menteri di kabinet selanjutnya. Dia menyebut telah menyodorkan beberapa nama kader PKB kepada Jokowi.

"Ya, berdoa sebanyak-banyaknya pasti. Kami ngusulin (kader PKB) juga banyak, tapi yang diterima belum tentu berapa. Usulin 10 (nama) minimal-lah," ujarnya.

Cak Imin belum mengetahui apakah pos menteri yang saat ini diisi PKB, juga akan menjadi jatah partainya. Dia memastikan belum ada pembahasan kabinet periode selanjutnya.

Saat ini, kader PKB yang menempati posisi di kabinet, antara lain Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan, pihaknya akan terus menanyakan perihal pembentukan kabinet ke Presiden Terpilih Joko Widodo atau Jokowi.

Ia yakin Jokowi akan segera berkomunikasi dengan parpol pendukung terkait susunan kabinet 2019-2024. Nanti kalau ketemu lagi dengan Pak Jokowi saya tanyakan dulu baru saya bisa ngomong," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Arsul memprediksi, Jokowi masih mencari waktu yang tepat untuk membahas susunan kabinet.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan terkait kemungkinan bergabungnya Gerindra, dia menuturkan koalisi tentu terbuka untuk siapa pun.

"Prinsipnya, kami sangat terbuka untuk sama-sama membangun bangsa ini. Memperkuat koalisi yang sudah terbangun dari sejak pemilihan dan kampanye jauh lebih diutamakan karena partai-partai dan para relawan inilah yang telah berjuang dan bekerja keras untuk memenangkan pasangan Jokowi-Kiai Ma'ruf," ia memungkasi.

Belakangan memang beredar rumor nama Sandiaga Uno dan Hasyim Djojohadikusumo bakal menjadi menteri Jokowi.

Berbeda dengan Ace yang menyebut koalisi Jokowi terbuka, Seknas Jokowi menilai tidak etis jika Sandiaga atau partai oposisi bergabung.

"Sudah tidak etis, secara ideologis punya masalah tersendiri bukan hanya Sandi, tapi juga politikus yang berasal dari Kubu 02 seperti Partai Gerindra, PAN dan PKS," ujar Sekjen Seknas Jokowi Dedy Mawardi dalam keterangannya, Kamis (20/6/2019).

Dia menambahkan, selama proses pemilu berlangsung, perbedaan mencolok antara pasangan 01 dengan 02 adalah masalah ideologi. Kubu 01 identik dengan nasionalisme dan kebinekaan, sedangkan Kubu 02 identik dengan politik identitas.

"Masalah ideologis ini yang jadi pertimbangan utama untuk tidak ada menteri dari kubu 02 di kabinet Jokowi ke depan. Lebih baik pilih calon menteri yang seideologi dan satu visi dengan Jokowi ketimbang memilih menteri yang beda ideologi dan beda visi. Bisa repot nantinya", tegas Dedy.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya