Untuk Pertama Kalinya, WN Jepang Ditangkap Terkait ISIS

Rabu 3 Juli 2019 terjadi penangkapan kasus pertama di Jepang soal warga negaranya yang terkait ISIS.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 04 Jul 2019, 06:45 WIB
Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)

Liputan6.com, Tokyo - Dua orang Jepang terancam dituntut karena diduga berusaha bergabung dengan kelompok ISIS, kata polisi, Rabu 3 Juli 2019. Ini adalah kasus pertama di negara itu.

"Polisi Tokyo merujuk dua orang kepada jaksa penuntut karena berencana melakukan perjalanan ke Suriah sebagai antek kelompok anti-pemerintah," kata seorang juru bicara kepolisian kepada AFP seperti dikutip dari The Straits Times, Kamis (4/7/2019).

Juru bicara itu menambahkan tiga orang lainnya juga dirujuk ke jaksa, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Salah satu dari lima orang yang ditangkap, menurut media lokal, adalah seorang berusia 31 tahun yang berencana melakukan perjalanan ke Suriah pada tahun 2014. Dia mengatakan kepada polisi ingin bergabung dengan ISIS untuk bekerja sebagai militan.

Empat lainnya termasuk jurnalis lepas veteran Kosuke Tsuneoka dan sarjana hukum Islam Ko Nakata, yang tampaknya dikonsultasikan oleh sang murid -- pria 31 tahun di atas -- tentang perjalanan ke Suriah.

Awal tahun ini, pemerintah Jepang memerintahkan Tsuneoka untuk menyerahkan paspornya saat ia bersiap untuk pergi ke Yaman.

Langkah itu muncul di tengah perdebatan di Jepang tentang apakah wartawan harus dicegah pergi ke zona perang, setelah penangkapan dan pembebasan seorang wartawan Jepang di Suriah tahun lalu.

Saksikan juga video terkait ISIS berikut:

 


ISIS Mengklaim Aktif di 6 Wilayah Ini...

Ilustrasi wanita pengikut ISIS di Singapura. (AFP)

Setelah berbulan-bulan berperang, kelompok teroris ISIS akhirnya kehilangan Baghuz, sebuah area di Suriah timur yang menjadi kantung pertahanan terakhir 'kekhalifahannya'.

Meskipun itu merupakan pukulan telak, hilangnya daerah kantong kecil di dekat perbatasan Irak-Suriah itu bukan berarti aktivitas kelompok tersebut tamat. Beberapa pihak menilai, ISIS masih mampu melakukan serangan mematikan di seluruh dunia.

Kelompok pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi dan afiliasinya terus aktif di berbagai negara, mengklaim serangan setiap hari melalui outlet propagandanya yang berplatform daring.

Data yang dikumpulkan oleh BBC Monitoring yang dikutip pada Rabu 27 Maret 2019 menunjukkan, meskipun telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Suriah dan Irak pada akhir 2017, ISIS, melalui platform medianya, mengklaim setidaknya 3.670 serangan di seluruh dunia tahun lalu - rata-rata 11 serangan per hari  dan 502 serangan di dua bulan pertama awal 2019.

Itu terjadi ketika Baghuz, jantung pertahanan terakhir mereka di Suriah, tengah dikepung.

Dari total 3.670 serangan IS yang diklaim di seluruh dunia pada tahun 2018, 1.767 terjadi di Irak (48%) dan 1.124 terjadi di Suriah (31%).

Ada puncak klaim serangan ISIS pada September 2018. Ini kemungkinan telah dikaitkan dengan sebuah operasi oleh aliansi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung Amerika Serikat untuk mengambil alih Hajin di utara Baghuz yang masih diduduki ISIS pada awal bulan September.

Dalam sebuah pesan baru-baru ini, kepemimpinan ISIS mengolok-olok pernyataan Presiden AS Donald Trump pada bulan Desember yang bertekad akan mengalahkan mereka. Kelompok besutan Abu Bakr al-Baghdadi tersebut bersikeras bahwa mereka masih jauh dari selesai.

Namun demikian, model kekhalifahan ISIS telah berakhir sejak akhir 2017, ketika mereka kehilangan jantung kekuasaannya di Mosul, Irak dan Raqqa, Suriah. Setelah itu, kelompok tersebut berjuang untuk memproyeksikan citra negara yang berfungsi dan berkembang - yang telah membentuk dasar klaimnya untuk menghidupkan kembali 'kekhalifahan Islam'. Namun, aktivitas kelompok itu di luar negeri masih ada.

Selengkapnya di sini...


ISIS Mengaku Jadi Dalang Pengeboman Gereja di Filipina

Ilustrasi ISIS (Liputan6.com/Abdillah)

Sebelumnya, kelompok ISIS pada Minggu, 27 Januari 2019, mengaku bertanggung jawab atas pengeboman ganda terhadap sebuah gereja Katolik di Filipina Selatan, yang menewaskan sedikitnya 20 orang dan melukai 111 lainnya.

Klaim mereka muncul beberapa jam setelah serangan bom, yang disebarkan melalui corong kantor berita Amaq, menurut SITE Intelligence Group yang memantau aktivitas online organisasi ekstremis itu.

Dikutip dari The Straits Times pada Senin 28 Januari 2019, ISIS langsung merilis pernyataannya sendiri, yang mengklaim sebagai dalang di baliknya, beberapa saat setelah bom meledak.

Selengkapnya di sini...

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya