Liputan6.com, Melbourne - Temuan sampah plastik impor yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Batam bulan lalu, ada di antaranya yang berasal dari Kota Melbourne, Australia.
ABC Indonesia yang dikutip Kamis (4/7/2019) menyebut, dalam laporan media Australia The Age dan The Sydney Morning Herald pekan ini disebutkan, dari 65 kontainer yang ditahan Bea Cukai setempat di Pelabuhan Batu Ampar, satu kontainer berasal dari Melbourne, kota yang setiap tahun mendapat predikat kota paling layak huni di dunia.
Advertisement
Susila Brata dari Bea Cukai setempat dalam laporan itu menyebutkan asal kontainer sampah plastik ini selain Australia juga dari Perancis, Jerman, Hong Kong, dan Amerika Serikat.
Dia menjelaskan bahwa ini untuk pertama kalinya pihaknya mengecek kontainer-kontainer yang diklaim sebagai sampah plastik oleh beberapa perusahaan lokal yang bertindak sebagai importir dengan dalih dijadikan bahan baku plastik.
Kontainer-kontainer sebelumnya selalu lolos, kata Susila, namun atas informasi intelijen pihaknya kini mengambil tindakan.
"Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan pengujian dan kontainer dari Australia positif mengandung B3," katanya.
Saksikan Juga Video Berikut ini:
Sampah Rumah Tangga
Sampah-sampah dari Melbourne menurut laporan media tersebut terdiri atas jenis-jenis sampah daur ulang yang lazim ditemukan di tempat sampah rumah tangga di kota ini.
Misalnya, kemasan plastik sabun cuci pakaian Omo dan Dynamo, kemasan mentega Western Star, Greek Yoghurt dan Streets Blue Ribbon, kemasan sabun cuci piring Morning Fresh, produk-produk bahan bangunan serta kemasan oli mobil.
Susila menjelaskan kontainer dari Melbourne jelas terlihat mengandung sampah lainnya sehingga pihaknya pun langsung mengadaka pengujian lab.
Secara terpisah pada Selasa 2 Juli 2019, Menko Maritim Luhut Panjaitan menyatakan pemerintah Indonesia akan meningkatkan inspeksi terhadap kontainer-kontainer sampah daur ulang yang masuk ke negara ini.
"Kita banyak ditipu. Kasus di Jawa Timur misalnya. Katanya kertas ternyata ada plastik," katanya seperti dikutip media lokal.
Media lingkungan Mongabay.co.id pertengahan Juni lalu melaporkan bahwa selain kontainer sampah yang masuk di Jatim, kontainer yang masuk ke Batam juga akan dikembalikan ke negara asalnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Rosa Vivien Ratnawati dalam laporan itu menyatakan pengembalian kontainer di Batam dan di Surabaya itu melanggar UU.
Dirjen Rosa Vivien menjelaskan, impor limbah plastik seharusnya merupakan bahan yang sudah dicacah dan siap dipakai.
Pihak perusahaan yang menerima di Indonesia, katanya, diwajibkan memiliki industri pengolahan, dengan porsi material daur ulang maksimal 50 persen dari impor.
Saat ini tercatat sekitar 50 perusahaan yang melakukan daur ulang plastik di Batam, namun media setempat menyebutkan tidak semua material plastik itu bisa didaur ulang.
Advertisement