Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mendapat kepastian utang dari Eximbank Korea Selatan senilai USD 1,5 milliar untuk membiayai proyek, di antaranya modernisasi dan pembangunan kilang yang dikenal dengan Proyek Refinery Development Masterplan Program (RDMP) dan New Grass Root Refinery (NGRR).
Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan, inisiasi kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama yang telah dibangun sebelumnya, dengan beberapa mitra dari Korea Selatan seperti Hyundai dan SK yang tergabung dalam Joint Operation (JO) pekerjaan EPC RDMP Balikapan.
"Dengan adanya framework agreement ini diharapkan akan semakin mempermudah kerja sama yang melibatkan mitra potensial lain dari Korea Selatan, terutama dalam proyek RDMP Balikpapan," kata Fajriyah, di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Fajriyah melanjutkan, kerja sama ini akan sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak. Pertamina semakin berkomitmen untuk menjamin availability, kemudahan akses dan keterjangkauan energi nasional atau dalam konteks ini energi untuk ekonomi Indonesia.
"Kerja sama yang erat antara Pertamina dengan berbagai mitra pembiayaan dari Korea Selatan, akan semakin memperkuat pelaksanaan proyek RDMP Balikpapan sesuai dengan target yang ditetapkan,” tutur dia.
Sebagai kelanjutan dari penandatangan kerja sama tersebut, pemerintah Indonesia dan Korea melalui Pertamina dan Kexim juga menggelar acara Vendor Day pada 2-3 Juli 2019.
Kegiatan yang menggandeng pelaku usaha bidang konstruksi dari Indonesia dan Korea ini, berhasil menarik sekitar 250 orang dari 38 perusahaan Indonesia dan 60 perusahaan Korea. Dari kegiatan ini diharapkan ada kolaborasi kerja sama antara vendor dari kedua negara.
Dengan mempertemukan pelaku usaha dari kedua belah pihak, Pertamina juga berharap akan mendukung program TKDN Pemerintah dalam pengembangan project RDMP Balikpapan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Pertamina Tawarkan Skema Baru Pembangunan Kilang Cilacap
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) akan menawarkan skema baru ke Saudi Aramco terkait kerjasama pembangunan Kilang Cilacap di Jawa Tengah. Hal ini diharapkan menjadi solusi agar pembangunan infrastruktur tersebut bisa terlaksana.
Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang mengaku, dalam kerjasama membangun Kilang Cilacap, Pertamina dan Saudi Aramco belum sepakat terkait perhitungan aset Pertamina yang sudah ada di lokasi pembangunan Kilang Cilacap.
"Belum sepakat," tegas Tallulembang, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, 12 Juni 2019.
Dia menuturkan, Pertamina akan melanjutkan pembicaraan dengan perusahaan minyak nasional Arab Saudi tersebut untuk menawarkan skema kerjasama baru. Hal ini sebagai solusi pemecah kebuntuan negosiasi skema kerjasama awal.
"Ada keinginan para pihak untuk melakukan pembicaraan lanjutan, dengan mungkin konsep yang berbeda. Jadi bukan spin off lagi, bukan valuasi aset," tuturnya.
Tallulembang menjelaskan, skema baru tersebut berupa pembangunan kilang untuk tahap awal akan dibangun Pertamina, kemudian pembangunan sampai tahapan tertentu akan ditawarkan ke Saudi Aramco.
"Mungkin kayak aset baru saja kita kerja sama bikin yang baru. Mau petrokimia oke, atau mau produk-produk baru yang akan dihasilkan dari Cilacap dengan unit baru," paparnya.
Menurut dia, Pertamina masih memiliki kemampuan keuangan untuk menggarap Kilang Cilacap, dengan menerapkan skema baru yang ditawarkan ke Saudi Aramco. Konsep ini, sama seperti yang diterapkan dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
"Kita pendanaan project financing kan nggak masalah. Biasa bangun kilang itu pinjaman 65-70 persen sisanya equity. Itu pun flexible karena kita bisa cari equity partner seperti di Balikpapan," tandasnya.
Advertisement
SKK Migas Minta Pertamina Segera Jual LNG Muara Bakau
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta PT Pertamina (Persero), untuk segera menjual kargo gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) Muara Bakau. Ini guna menghindari risiko kelebihan muatan tangki.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher mengatakan, Kargo LNG yang di pasok dari lapangan Muara Bakau berpotensi mengalami kelebihan muatan (high inventory). Hal tersebut disebabkan oleh Pertamina sebagai pembeli yang ditunjuk meminta perubahan jadwal pengapalan kargo pada Mei 2019.
"Perubahan tersebut akan berdampak terjadi potensi kelebihan stok gas karena tidak terserap (unmanageable high inventory) di Kilang Bontang pada akhir Mei 2019," kata Wisnu, di Jakarta, Rabu, 22 Mei 2019.
Wisnu mengungkapkan, untuk mengantisipasi hal tersebut, SKK Migas telah berkoordinasi dengan Pertamina sebagai pihak penjual LNG dan Kilang Bontang untuk melakukan mitigasi, antara lain mendesak Pertamina untuk tetap mengambil kargo LNG Muara Bakau sesuai dengan jadwal.
Kemudian mempersiapkan hal teknis untuk menghindari kelebihan stok gas di Kilang Bontang dan mencegah terjadinya penurunan produksi gas dari Muara Bakau untuk mengerem laju Pasokan gas ke kilang Bontang.
"Hingga saat ini SKK Migas terus berupaya melakukan mitigasi dan menjaga monetisasi gas bumi dengan maksimal, guna memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk pemerintah," tandasnya.