Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS DPR RI menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada rapat paripurna DPR pada Selasa 11 Juli 2023.
Menurut Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini, sikap kritis dan penolakan konsisten disuarakan PKS sejak awal di Badan Legislasi (Baleg), Pembicaraan Tingkat I, hingga akhir Pengesahan di rapat paripurna. Apalagi, kata dia, banyak pasal yang dinilai setback dari UU Kesehatan.
Advertisement
"Pertama, RUU Kesehatan justru menghilangkan mandatory spanding untuk kesehatan yang ada di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Padahal budget yang ditetapkan dalam APBN dan APBD ini penting untuk menjamin kesehatan rakyat," ujar Jazuli Juwaini melalui keterangan tertulis, Jumat (14/7/2023).
"UU Kesehatan menetapkan mandatory spanding 5% dalam APBN, Fraksi PKS mengusulkan 10%. Bukannya mengokohkan aturan lama, RUU Kesehatan justru menghapus alokasi APBN tersebut," sambung dia.
Jazuli menilai, penghapusan tersebut merupakan langkah mundur dan bentuk dari upaya mengurangi tanggungjawab pemerintah di bidang kesehatan.
"Dihapusnya mandatory spending ini juga bisa berdampak kepada daerah yang sudah menetapkan alokasi anggaran untuk kesehatan dalam persentase tertentu dari APBD yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah," ucap dia.
Jazuli mengatakan, beberapa daerah yang tadinya telah menindaklanjuti UU 36/2009, bisa saja menghapuskan ketentuan alokasi anggaran kesehatan tersebut.
Apalagi, kata dia, beberapa daerah sejak dikeluarkannya UU 36/2009 ini juga banyak yang belum memenuhi ketentuan minimal 10% APBD untuk bidang kesehatan maupun pengaturan dalam Perda Sistem Kesehatan Daerah nya.
Negara Tak Boleh Lepas Tanggungjawab
Jazuli mengatakan, menurut Fraksi PKS negara tidak boleh lepas tanggung jawab atas amanat konstitusi untuk menjamin kesehatan rakyat apalagi dengan alasan tidak tersedia dana atau alasan lain.
"Dengan dihapusnya mandatory spanding tersebut, Fraksi PKS tegas mengatakan RUU Kesehatan tidak berpihak pada rakyat," ucap dia.
Kedua, lanjut Jazulim RUU Kesehatan minim partisipasi dan mengabaikan aspirasi organisasi profesi kesehatan seperti ikatan dokter, perawat, dan lain-lain.
"Organisasi profesi selama ini telah berupaya menjaga etika dan profesionalitas profesi kesehatan. Nyatanya suara mereka diabaikan padahal aspirasi mereka tentu untuk kepentingan pemuliaan dan pemajuan profesi sebagaimana yang berlaku di banyak negara," papar dia.
"Singkatnya waktu pembahasan, sehingga terkesan terburu-buru, padahal RUU ini mengintegrasikan sekaligus merevisi dan membatalkan 13 undang-undang, membuat RUU ini rentan bermasalah sebagaimana pengalaman UU Cipta Kerja yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Konstitusi. Apalagi jelas-jelas RUU ini lemah dalam partisipasi publik untuk mendapatkan masukan yang komprehensif," sambung Jazuli.
Advertisement
Ada Kekhawatiran Tenaga Kesehatan
Ketiga, menurut Jazuli, Fraksi PKS menangkap kekhawatiran besar dari stakeholder kesehatan, misalnya dari asosiasi, para dokter, paramedis, akademisi, dan aktivis bahwa RUU ini akan membuat sektor kesehatan semakin liberal sehingga merugikan masyarakat.
"Berdalih berbagai kemudahan perijinan dan praktek serta investasi di sektor kesehatan hal ini mengancam kualitas dan daya beli layanan kesehatan pada masyarakat luas. Jika selama ini asosiasi profesi memainkan peran penting, maka ke depan dikhawatirkan kontrol dan pengawasan pihak berwenang menjadi lemah dan akhirnya masyarakat sebagai konsumen akan dirugikan," beber dia.
Keempat, lanjut Jazuli, Fraksi PKS menilai RUU Kesehatan sangat sentralistis di tangan pemerintah dengan memangkas banyak norma strategis yang semestinya menjadi muatan Undang-Undang.
"Hal ini terlihat dari banyaknya klausa yang akan diatur dalam peraturan turunan yang jumlahnya mencapai 100-an. Fraksi PKS menilai hal ini justru bertolak belakang dengan semangat omnibus yang disebut untuk menyederhanakan," ucap dia.
Yang terjadi, Jazuli mengungkapkan, justru hyper regulasi di tingkat PP atau turunan lainnya.
"Kita juga khawatir hadirnya peraturan turunan akan dibuat terburu-buru mengingat jumlahnya yang banyak sehingga pada akhirnya kualitas kebijakan kesehatan akan rentan dampaknya kepada publik," kata dia.
"Atas seluruh argumentasi tersebut, Fraksi PKS berpendapat RUU Ombibus Law Kesehatan tidak benar-benar berpihak pada rakyat. Maka dengan tegas Fraksi PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang. Fraksi PKS memohon maaf perjuangan kami khususnya dalam meningkatkan anggaran kesehatan 10% dalam APBN belum berhasil saat ini," pungkas Jazuli.
Tok, DPR Sahkan UU Kesehatan
Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Kesehatan. Paripurna digelar di ruang rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen pada Selasa 11 Juli 2023 dan dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Puan menyatakan, berdasarkan laporan Komisi IX terdapat enam fraksi, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai GErindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP yang menyatakan menyetujui. Sementara PKS dan Demokrat menolak.
"Satu fraksi, Fraksi Partai Nasdem menyatakan setuju dengan catatan dan dua fraksi, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menyatakan menolak," kata Puan.
Kemudian masing-masing fraksi menyampaikan pandangan fraksi. Setelah itu, Puan menanyakan persetujuan anggota Dewan.
"Apakah RUU Kesehatan dapat disetujui menjadi Undang-Undang?," tanya Puan.
"Setuju," jawab anggota Dewan.
Puan kembali menanyakan persetujuan kepada anggota dari 6 fraksi.
"Jadi Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP setuju ya?," tanya Puan, dijawab persetujuan anggota.
Advertisement