Liputan6.com, Jakarta - CEO Air Asia, Tony Fernandes menanggapi, ada dugaan monopoli atau kartel maskapai di Indonesia yang menyebabkan harga tiket pesawat melambung tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Ramai sebelumnya, kartel diduga dilakukan oleh Garuda Indonesia dan Lion Air.
"Saya benci kartel, saya suka berkompetisi. Saya ingin berkompetisi, dan tidak suka ada kartel dan monopoli. Tapi ingat ya, bukannya saya menuduh ada kartel di Indonesia, saya tidak bilang itu," ujar Tony di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
"Saya tidak tahu ada kartel atau tidak. Yang jelas saya tidak menyetujui praktik tersebut. Saya pro terhadap kompetisi terhadap konsumen. Janganlah ofensif, jadilah lebih baik," sambungnya.
Baca Juga
Advertisement
Tony mengatakan, persaingan bisnis seharusnya berjalan sehat. Semua maskapai pasti bisa menjalankan usaha dengan strategi-strategi khusus termasuk soal menutup biaya operasional dengan tidak memberatkan pelanggan.
"Kami juga punya strategi sendiri untuk mempertahankan harga di level terjangkau. Misalnya membuat lini bisnis baru, seperti hotel, makanan dan lainnya. Jadi begitu cara kami untuk menyiasati biaya operasional maskapai. Kita harus cerdik," kata dia.
Tony Fernandes menambahkan, pihaknya fokus dalam menjaga penyediaan tiket pesawat murah bagi pelanggan di saat maskapai lain di Indonesia menerapkan harga tinggi. Hal ini sesuai dengan cita-cita maskapai berwarna merah tersebut.
"Saya tidak bisa komentar soal maskapai lain. Yang penting tugas kami adalah menyediakan harga tiket terbaik untuk konsumen. Bisnis adalah bisnis, kalau maskapai lain menerapkan harga lebih tinggi, kami tidak bisa komen. Hal itu juga buat dugaan kartel. Motto kami adalah membuat semua orang bisa terbang. Kami tidak akan menyimpang dari itu, kalau tidak murah lagi berarti bukan AirAsia," tandasnya.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bos AirAsia: Harga Tiket Kami Sudah Murah
Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memutuskan untuk menurunkan harga tiket penerbangan murah atau low cost carrier (LCC). Hal ini untuk merespons harapan masyarakat akan harga tiket yang terjangkau.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama AirAsia Indonesia, Dendy Kurniawan, sejauh ini tiket pesawat yang dijual maskapainya sudah murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
"Saya rasa mungkin imbauan itu sebetulnya bukan ke kami. Kami sudah murah kok. Harga kami masih yang paling terjangkau," kata dia, di Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Dia mengatakan, rata-rata harga tiket atau avarage fare AirAsia mengalami penurunan pada kuartal pertama tahun ini. Dia menyebut, ada penurunan 3 persen avarage fare kuartal pertama 2019 jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2018.
Pada kuartal pertama 2018, urai Dendy, average fare AirAsia Indonesia tercatat sebesar Rp 580.499. Saat ini, di periode yang sama average fare turun menjadi Rp 563.095.
"Selalu kami katakan, kami tidak turunkan pun selama ini harga kami selalu yang terjangkau. Jadi sebelum diminta untuk turunkan pun kami sudah turunkan," ujar dia.
Dendy mengatakan pihaknya tidak akan melanggar tarif batas atas (TBA) maupun tarif batas bawah (TBB) yang dipatok Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dengan demikian, jika ada rute yang dinilai masih perlu diturunkan, dia mengaku siap menaati.
"Tapi kalau nanti ada surat, kami akan bertanggung jawab, mana rute AirAsia yang kami terbangi yang dianggap kemahalan yang mana. Tapi saya rasa masyarakat sudah lebih pintar. Imbauan pemerintah tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen," tandasnya.
Advertisement
Bisnis Penerbangan Indonesia Sangat Potensial
Sebelumnya, Direktur Utama Air Asia Indonesia Dendy Kurniawan membantah pernyataan yang menyebutkan iklim bisnis angkutan udara di Indonesia tidak menarik. Dia menegaskan bahwa Indonesia sangat potensial untuk bisnis penerbangan.
Menurut Dendy, sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia merupakan pasar yang menarik untuk dikembangkan.
"Kalau untuk bisnis penerbangan untuk Indonesia ini sangat potensial. Kita negara kepulauan. Penduduknya nomor 4 terbanyak di dunia," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
"Market yang luar biasa sangat menarik di sektor penerbangan. Transportasi udara itu sangat krusial buat negara kepulauan seperti kita," lanjut dia.
Dukungan dari pemerintah pun kata dia terus meningkat. Sejak mulai berkiprah di langit Indonesia pada tahun 2004 silam, ujarnya, dukungan dan kerja sama yang baik pemerintah sungguh terjadi. Hal tersebut tampak dari perbaikan peringkat ICAO Indonesia.
"(Dukungan pemerintah) Terus meningkat terus membaik, kita liat tracking kita dari sisi safety di ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional) terus membaik. Ya kerja sama yang baik semua stakeholder, bukan hanya pemerintah, Kemenhub, tapi juga airline dengan instansi terkait," jelas dia.
Dia pun meminta masyarakat tak perlu resah terkait adanya wacana mengundang maskapai asing untuk masuk ke Indonesia.
"Soal wacana maskapai asing menurut saya tidak perlu diperdebatkan. Sudah ada Undang-Undangnya. Bahwa asing silakan masuk maksimal 49 persen. Itu saja. Sederhana," urai dia.
"Saya rasa statement Pak Presiden kan belum ada wacana merubah Undang-Undang kan. Masyarakat saja, atau pengamat saja yang mengartikan bahwa seolah-olah asing langsung masuk 100 persen. Bukan saya sok tahu. Tapi bagi kami pelaku penerbangan lihat undang-undang saja," tandasnya.