Liputan6.com, Gibraltar - Angkatan Laut Kerajaan Inggris telah membantu merebut sebuah kapal tangki raksasa milik Iran, yang diduga membawa minyak ke Suriah di lepas pantai Gibraltar.
Insiden itu meningkatkan ketegangan antara London dan Teheran, ketika perjanjian yang bertujuan untuk menghentikan program nuklir Iran terurai.
Sebuah detasemen hampir 30 tentara Inggris yang bekerja dengan polisi Kuwait mencegat kapal itu, yang diyakini membawa 2 juta barel minyak, dalam sebuah manuver dramatis, yang menurut Spanyol dilakukan atas permintaan Amerika Serikat (AS).
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari The Guardian, Jumat (5/7/2019), Marinir dari 42 Komando --kesatuan maritim khusus Inggris-- terlibat dalam penyitaan cepat pada Rabu malam.
Beberapa anggotanya terlihat sigap mendarat di dek kapal dengan cepat, menuruni tali yang ditangguhkan dari helikopter Wildcat, dan sisanya menindaklanjuti melalui speedboat.
Visual hitam putih dari kamera termal yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Inggris, pada hari Kamis, menunjukkan helikopter melayang di salah satu ujung kapal, dicegat menuju ke timur melalui perairan Gibraltar.
Gambar warna, yang dirilis setelahnya, menunjukkan marinir merangsek masuk ke kapal Grace 1, yang kepemilikannya sempat tidak diketahui, sebelum kemudian dikonfirmasi oleh kementerian luar negeri Iran.
Juru bicaranya mengetwit: "Setelah penyitaan ilegal tanker minyak Iran di Gibraltar oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris, utusan negara itu untuk Teheran telah dipanggil ke kementerian urusan luar negeri kami."
Iran menyebut insiden itu sebagai "penyitaan ilegal", yang sebelumnya dideskripsikan oleh Inggris sebagai penegakan rezim sanksi UE terhadap Suriah.
Terjadi di Tengah Ketegangan AS-Iran
Tindakan itu terjadi pada saat ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran, setelah dituduh melakukan sabotase terhadap kapal tanker minyak di selat Hormuz.
Kebijakan brinkmanship --tindakan mendorong suatu kondisi berbahaya ke ambang kehancuran demi keuntungan sebesar-besarnya-- yang diambil Iran, menurut para analis, dirancang untuk melawasn AS secara psikologis.
Bahwa ada harga mahal yang harus dibayar oleh pemerintahan Trump, sebagai akibat dari penarikan sepihak terhadap kesepakatan nuklir 2015, yang berujung pada sanksi ekonomi.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih John Bolton menanggapi penyitaan kapal tersebut dengan penuh antusias.
"Berita bagus: Inggris telah menahan kapal super Grace I yang sarat dengan minyak Iran menuju Suriah, karena melanggar sanksi Uni Eropa," tulis Bolton.
"Amerika & sekutu kita akan terus mencegah rezim di Teheran & Damaskus mengambil untung dari perdagangan gelap ini," katanya.
Advertisement
Dilema Inggris
Di lain pihak, Kantor Luar Negeri Inggris menghadapi dilema selama beberapa hari terakhir, di mana jika pihaknya merebut kapal minyak Iran, seperti yang diminta oleh AS, itu berisiko sangat bertentangan dengan Teheran, yang sangat ingin meningkatkan ekspor minyaknya.
Iran, menurut beberapa pejabat, sekarang mengekspor 200.000 barel per hari, dan perlu mendekati 600.000 untuk menjaga ekonominya tetap bertahan.
Namun, Kemlu Inggris beralasan bahwa mereka memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menyita kapal apa pun yang menuju Suriah, karena itu melanggar sanksi Uni Eropa.
Dalam membuat keputusannya, Inggris harus mempertimbangkan kemungkinan efek kejut pada kesepakatan nuklir Iran, serta pembalasan terhadap diplomat Inggris di Teheran, yang bekerja di kedutaan yang dihancurkan oleh demonstran Iran pada abad ini.
Inggris menegaskan tidak keberatan Iran berusaha meningkatkan ekspor minyaknya, tetapi hanya selama tidak menjual produk-produknya dalam pelanggaran sanksi Uni Eropa.