Liputan6.com, California - Ada sesuatu tentang Jupiter yang mampu memukau orang-orang yang memandanginya dari dekat. Awan yang rumit dan mempesona adalah representasi visual dari hukum alam yang sulit terlepas darinya.
Meskipun pesawat ruang angkasa Juno telah berada di planet itu selama hampir tiga tahun, dan menghasilkan ribuan gambar awan gas raksasa yang beraneka warna, namun para ilmuwan sepertinya tidak bisa berhenti untuk tidak menelitinya.
Advertisement
Baru-baru ini, Kevin M. Gill yang merupakan insinyur perangkat lunak di Jet Propulsion Laboratory NASA, mengabadikan gambar-gambar Jupiter yang mengesankan. Empat foto diambil oleh JunoCam Imager dari pesawat ruang angkasa Juno.
Potret tersebut ditangkap pada ketinggian antara 8.600 dan 18.600 km (5.400 dan 8.600 mil) di atas puncak awan Jupiter, selama lintasan ke-20 Juno pada tanggal 29 Mei 2019.
Bagian dari misi Juno ke Jupiter berpusat di sekitar JunoCam. JunoCam bukan bagian dari instrumentasi ilmiah pesawat ruang angkasa tersebut. Sebaliknya, itu disematkan di Juno hanya untuk orang awam, jadi mereka bisa menatap Jupiter dengan leluasa.
NASA mem-posting semua foto hasil bidikan JunoCam --tanpa filter-- di situs web mereka, dan mengajak warganet untuk mengkoleksinya.
Foto Persamaan Antara Bumi dan Jupiter
Sebelumnya, para ilmuwan NASA merilis foto-foto yang memperlihatkan persamaan antara Jupiter dan Bumi. Gambar-gambar menakjubkan ini ditangkap oleh pesawat ruang angkasa Juno yang mengorbit Jupiter dan dari Landsat-8 yang mengelilingi Bumi.
Persamaan kedua planet ini diperlihatkan melalui gerakan fluida yang satu pola. Jupiter memperlihatkan awan yang berputar-putar, yang merupakan komponen utama pembentuk planet itu. Sedangkan Bumi menampilkan fitoplankton yang menyebar di Laut Baltik.
"Ini semua tentang cairan yang bergerak di sekitar badan planet yang berotasi," kata Norman Kuring dari Goddard Space Flight Center NASA, sebagaimana dikutip dari Science Alert, Senin, 18 Maret 2019.
Dalam siaran pers lembaga tersebut, Kuring menggambarkan pola aliran yang serupa sebagai kombinasi laminar (mengikuti jalur yang mulus) dan turbulen (tidak rata dan kacau).
"Dari semua kerumitan, mengalir keindahan. Entah itu dari Bumi atau Jupiter, seperti kopi dalam cangkir yang dituangkan krim," imbuh Kuring.
Sejak wahana antariksa Juno tiba di Jupiter, gambar-gambar menakjubkan dari atmosfer raksasa gas itu telah diperlihatkan ke publik, yang semuanya ditangkap oleh JunoCam.
Para ilmuwan cukup yakin bahwa Jupiter memiliki tiga lapisan awan yang berbeda. Interaksi antara lapisan-lapisan ini, dan rotasi planet, membantu menciptakan atmosfer planet yang mengagumkan.
Perputaran yang rumit terlihat di lapisan awan paling atas dari Jupiter. Kemungkinan ini disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi di lapisan atmosfer terdalam Jupiter --dan oleh rotasi planet.
Sedangkan foto Bumi menampakkan Laut Baltik dekat Finlandia, di mana fitoplankton sedang 'mekar'. Ketika ada banyak nutrisi dan saat suhu di dalam laut dirasa sudah pas, organisme ini bereproduksi dengan cepat. Kadang-kadang mengubah penampilan air.
Arus laut menciptakan pola aliran yang berputar-putar dalam gambar tersebut. Foto itu ditangkap oleh Operational Land Imager yang disematkan pada Landsat-8.
Para ilmuwan sangat tertarik dengan cara arus laut memindahkan nutrisi, karbon, dan panas di sekitar lautan dan dampaknya terhadap kehidupan fitoplankton.
"Dalam menafsirkan apa yang kita lihat di tempat lain di Tata Surya dan alam semesta, kita selalu membandingkan dengan fenomena yang sudah kita ketahui di Bumi," pungkas astronom NASAini.
Advertisement
Rahasia Jupiter
Juno mengumpulkan data baru mengenai misinya selama mengorbit Jupiter. Wahana ini mengungkapkan beberapa misteri dalam planet gas raksasa itu. Menurut citra Juno, permukaan Jupiter terdiri dari gumpalan gas yang terang dan gelap, serta angin yang berembus ke arah berlawanan dengan kecepatan tinggi.
Dalam foto tersebut, tampak pusaran badai berputar-putar di permukaan planet. Badai itu sendiri terdiri dari campuran hidrogen cair dan helium yang bergerak, dengan jet besar yang menghantam atmosfer sehingga membentuk garis-garis lengkung bak lukisan abstrak di atas kanvas.
Ilmuwan bernama Yohai Kaspi dari Weizmann Institute of Science di Israel, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan, Galileo telah mengamati garis-garis di Jupiter lebih dari 400 tahun yang lalu.
"Hingga kini, kami memiliki pemahaman dangkal tentang garis-garis itu dan mampu menghubungkan mereka (garis) ke awan yang berada di sepanjang jet," paparnya, seperti dikutip dari CNN, Kamis, 8 Maret 2018.
"Dengan mengikuti alur pengukuran gravitasi Juno, kita tahu seberapa dalam jet itu dan struktur seperti apa yang ada di bawah awan yang terlihat," imbuh Kaspi, yang juga penulis utama makalah Nature mengenai lapisan cuaca Jupiter, seperti dikutip dari situs web NASA.
"Seperti beralih dari gambar 2-D ke 3-D dalam definisi tinggi," tuturnya lagi.
Jupiter terbentuk dari helium dan hidrogen, tak seperti Bumi dan Mars yang teksturnya lebih padat. Para periset terkejut saat mengetahui bahwa jet tersebut mengalir sekitar 1.800 mil di bawah awan berwarna cokelat. Meski demikian, mereka yakin bahwa jet itu akan terus bergerak sampai kedalaman 1.900 mil (3.000 kilometer).
Ahli tata surya, Tristan Guillot dari Universite Cote d'Azur di Nice, mengatakan pusat dari aliran tersbut kemungkinan terbuat dari batuan bertekanan dan bersuhu tinggi. Ia meyakini adanya cairan juga, tapi tidak padat.
Juno akan terus mengorbit Jupiter sampai Juli 2018. Setelahnya, pesawat ruang angkasa tersebut akan "menceburkan diri" ke dalam Jupiter, yang memiliki massa 317 kali dari Bumi. Juno pun akan hancur saat itu juga.