Kemenhub Ingin Tak Ada Gugatan Aturan Taksi Online

Kemenhub mengakui masih ada kelompok yang menolak aturan taksi online

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jul 2019, 14:23 WIB
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengumumkan tarif untuk ojek online (ojol) di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (25/3). Besaran tarif ojek online (ojol) dibagi ke dalam 3 zonasi dan ketentuan tarif ini akan mulai berlaku mulai 1 Mei 2019. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerapkan aturan baru mengenai taksi online yang berlaku sejak 18 Juni 2019 lalu.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 118 tahun 2018 yang menyangkut keselamatan dan keamanan pengemudi juga penumpangnya, tarif, hubungan kemitraan antara aplikator dengan mitra pengemudi, dan masalah suspend.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan, dengan diberlakukannya kebijakan terebut diharapkan para pihak aplikator maupun pengemudi dapat menerima isi dari kebijakan tersebut. Sehingga ke depan tidak ada lagi masalah ribut-ribut terkait dengan aturan itu.

"Mudah-mudahan tidak ada alagi guagatan-gugatan karena PM ini kita lahirkan, kita buat dengan sangat akomodatif baik dari sisi institusi ataupun asosiasi termasuk pasal-pasalnya juga sangat akomodatif," katanya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Di samping itu, Budi juga memberikan apresiasi kepada pihak-pihak aplikator yang telah terlibat sehingga aturan ini pun bisa dijalankan. "Saya terimakasih ke para pengemudi dan aplikator bahwa PM 118 yang taksi online sudah bsia kita jalan kan," pungkasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Masih Ada Penolakan

Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengakui dalam tahap sosialisasi tentang Peraturan Menteri Nomor 118 Tahun 2018 yang mengatur mengenai taksi online, masih ada sekelompok orang yang melakukan penolakan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi berharap meski masih ada penolakan tidak berujung pada penggugatan ke Mahkamah Agung.

"Kalau digugat lagi kapan kita akan bekerja, yang rugi siapa. Kondisinya masih terus ada masalah. Kita harapkan bisa diturunkan semua. Saya agak emosional. Saya mau segera dijalankan, namun masih ada yang tidak suka," kata Budi di Hotel Meryln Park, Jakarta, Selasa (26/2).

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Kemenhub Usul Biaya Izin Taksi Online Jadi Rp 1,5 Juta

Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menerapkan aturan baru soal taksi online mulai 18 Juni 2019. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 118 tahun 2018.

Dalam aturan itu harus mengurus izin angkutan sewa khusus yang dikenakan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak atau retribusi daerah. Pengenaan biaya PNBP senilai Rp 5 juta.

Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Ahmad Yani menjelaskan, Kemenhub akan mengusulkan revisi aturan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada Kementerian Keuangan.

Menurut Yani, rencana revisi aturan PNBP itu bertujuan untuk memberikan biaya izin angkutan sewa khusus (ASK) taksi online supaya lebih murah.

"Karena perizinannya masih di bawah Kementerian Perhubungan maka kita menganut kepada biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)  di Peraturan Pemerintah (PP) nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP. Nah tapi kita sudah usulkan untuk melakukan revisi terhadap PP itu," tuturnya di Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Dia menjelaskan, revisi PP itu penting dilakukan merespons biaya PNBP yang dinilai cukup tinggi bagi pengemudi perorangan dan UMKM, khususnya di wilayah Jabodetabek. 

Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kemenhub disebutkan biaya PNBP badan usaha ditetapkan sebesar Rp 5 juta. 

"Kalau tiap perusahaan 5 tahun sekali harus memperpanjang ya itu sebesar Rp 5 juta memang, nanti untuk UMKM kita lebih rendahkan. Jadi kita sedang revisi itu jadi Rp 1,5 juta," ucapnya.

"Tahapan revisinya saat ini sudah kita sampaikan di biro keuangan kemudian nanti ke Kemenkeu, pasti dibahas lagi," ia menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya