Liputan6.com, Jakarta - Anggota parlemen Prancis telah menyetujui adanya aturan baru yang memaksa perusahaan-perusahaan teknologi semacam dan Google untuk menghapus konten bernada ujaran kebencian.
Mengutip laman The Verge, Jumat (5/7/2019), aturan tersebut merupakan bagian dari RUU regulasi internet yang diadopsi oleh majelis Parlemen Prancis, Kamis 4 Juli 2019.
Jika aturan ini disetujui sepenuhnya, penyedia medsos seperti hanya akan punya waktu 24 jam untuk menghapus ujaran kebencian dari platform mereka, setelah konten dianggap sebagai ujaran kebencian.
Menurut New York Times, RUU ini akan didiskusikan lebih lanjut oleh senat.
Baca Juga
Advertisement
Menurut laporan, perusahaan diharuskan untuk menghapus konten apapun di platform-nya yang dianggap menghasut atau mendorong kekerasan atau diskriminasi berdasarkan ras atau agama.
Selain ujaran kebencian, aturan ini juga mengatur tentang larangan adanya konten pornografi di platform medsos.
Jika penyedia dan platform media sosial lainnya tidak menghapus konten dalam jangka waktu 24 jam setelah konten dianggap sebagai ujaran kebencian (atau konten melanggar), mereka akan menghadapi denda sebesar 1,25 juta Euro (setara dengan Rp 19,8 miliar).
Sebelumnya, pada awal tahun ini, presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan adanya denda terhadap perusahaan media sosial yang melakukan pelanggaran.
Meski begitu, anggota parlemen Prancis terbagi dua tentang definisi ujaran kebencian dalam RUU tersebut.
Jerman Sudah Teken Aturan Serupa
Pada 2018, Jerman menyetujui aturan serupa. Sanksi denda ini kepada penyelenggara media sosial secara resmi dijalankan pada 1 Januari 2019.
Dengan adanya aturan ini, penyedia media sosial wajib menghapus konten-konten yang dianggap ilegal oleh aturan hukum Jerman dalam waktu maksimal 24 jam.
Jika tidak dilaksanakan, penyedia media sosial seperti Facebook dan lain-lain bakal terkena denda hingga USD 50 juta.
Platform merdia sosial memang mendapatkan cukup banyak tekanan untuk menghapus konten-konten ujaran kebencian setelah penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, awal tahun ini.
Parahnya, salah satu penembak menggunakan Facebook Live untuk menyiarkan tindakan kejinya secara langsung.
Advertisement
Facebook Didenda di Jerman
Belum lama ini, otoritas Jerman memutuskan untuk memberi sanksi denda Facebook sebesar USD 2,3 juta atau sekitar Rp 32,5 miliar (Kurs 1 Dolar = Rp 14.143) karena melanggar undang-undang tentang hate speech di negara tersebut.
Kantor Pengadilan Federal di Jerman menyebutkan dalam siaran persnya, laporan transparansi Facebook selama 6 bulan di tahun 2018 hanya memuat 'sedikit keluhan mengenai konten ilegal'.
Mengutip laman CNET, Kamis (4/7/2019), hal ini memperlihatkan seolah terjadi distorsi di hadapan publik karena platform media sosial ini terlihat tidak bisa menangani komplain konten ilegal dengan baik.
Laporan transparansi Facebook dinilai tidak lengkap dan memberikan informasi yang salah.
Menurut Network Enforcement Act di bawah hukum Jerman, platform media sosial wajib mempublikasi laporan setiap 6 bulan sekali tentang prosedur penanganan komplain konten ilegal.
Hingga saat ini, Facebook masih belum memberi komentar.
Sebenarnya, denda ini bukan jumlah yang besar bagi raksasa teknologi besutan Mark Zuckerberg. Bulan Januari hingga Maret saja, Facebook berhasil meraup USD 15,08 miliar atau sekitar Rp 213,2 triliun.
Tapi, kasus ini menyoroti fakta kalau Facebook sepertinya harus membangun relasi baik dengan pemerintah dan regulasinya seputar privasi, keamanan dan moderasi konten.
Sebelumnya, Facebook juga kena denda USD 5 miliar oleh Komisi Perdagangan Federal karena dugaan kebocoran privasi.
(Tin/Isk)