Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI (Menko Polhukam) dilaporkan tengah memimpin pembahasan antar-lembaga terkait penanganan WNI di Suriah --kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri RI.
Kabar itu datang di tengah polemik mengenai sejumlah warga negara Indonesia yang diduga menjadi simpatisan ISIS namun telah menyerah dan kini dikabarkan tinggal di kamp-kamp pengungsian di Suriah.
"Pemerintah Indonesia mengedapankan aspek kemanusiaan seraya menekankan aspek keamanan dan penegakan hukum dalam pembahasan tersebut," lanjut pernyataan yang diperoleh Liputan6.com dari Direktorat Perlindungan WNI, Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (5/7/2019).
Baca Juga
Advertisement
Nasib eks-simpatisan dan eks-kombatan ISIS asing yang masih hidup pasca-kekalahan teritorial mereka di Suriah telah menjadi perhatian sejumlah negara dunia, termasuk Indonesia --mengingat rekam jejak mengenai keterlibatan WNI dalam kelompok teroris itu.
"Kekhalifahan" ISIS, yang membentang dari Suriah hingga ke gerbang Kota Bagdad di Irak, diklaim tamat pada Maret 2019. Wilayah terakhirnya di Baghouz takluk di tangan Syrian Democratic Forces (SDF) yang dibeking AS.
Sejak itu, muncul pertanyaan mengenai nasib para eks-simpatisan dan eks-kombatan, terutama mereka yang menyerah untuk kemudian diamankan oleh otoritas. Dan, beberapa di antara mereka menyatakan ingin pulang ke negara asal.
Namun, Kemlu RI pernah menyatakan bahwa bahwa perlu ada proses verifikasi khusus bagi para eks-simpatisan atau eks-kombatan ISIS di Suriah yang mengaku WNI dan meminta pulang ke Indonesia.
"Kita harus melakukan berbagai tahap sebelum bisa menentukan apakah akan memberikan pelayanan sebagai WNI kepada mereka," kata juru bicara Kemlu RI di Jakarta pada Maret 2019 lalu.
"Seperti melakukan verifikasi apakah mereka WNI. Verifikasi ada prosesnya tersendiri, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Kemlu, Kemendagri, BNPT, Polri, dan lainnya."
"Setelah (verifikasi) itu kita baru bisa menentukan apa yang bisa kita lakukan," kata jubir Kemlu RI.
Ia menambahkan, proses lanjutan pascaverifikasi status kewarganegaraan dapat berupa tahapan yang sangat panjang, meliputi analisis profil hingga mencakup keikutsertaan dalam program deradikalisasi.
"Baru setelah itu kita bisa menentukan apakah mereka akan bisa kembali atau tidak," jelasnya.
Simak video pilihan berikut:
Gabung ISIS, Perempuan Indonesia Dibui 15 Tahun oleh Pemerintah Irak
Sebelumnya, pada kabar lain, Mahkamah Agung Irak telah menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada seorang perempuan Indonesia karena bergabung dengan kelompok ISIS.
WNI itu telah menikah dengan seorang anggota ISIS yang tewas dalam serangan udara koalisi AS, sebagaimana disebutkan dalam dokumen pengadilan pada Rabu 26 Juni 2019.
Pernyataan yang sama menyebutkan, perempuan itu telah memasuki Provinsi Nineva, Irak, dari Suriah sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia pada Kamis (27/6/2019). Kapan kejadian itu terjadi tidak diungkap oleh dokumen tersebut.
Sebuah pengadilan Irak telah menjatuhkan hukuman mati terhadap lebih dari 10 warga Prancis dalam beberapa pekan terakhir. Seluruhnya dihukum karena menjadi anggota ISIS. Namun hingga saat ini, hukuman mati terrsebut belum dilaksanakan.
Menurut data yang dihimpun Associated Press, Irak hingga sejauh ini telah menahan atau memenjarakan sedikitnya 19.000. Mereka dituduh memiliki hubungan dengan ISIS atau melakukan kejahatan terorisme.
Dari jumlah itu, lebih dari 3.000 orang telah dijatuhi hukuman mati.
Advertisement