Liputan6.com, Juba - Upaya untuk mencegah masuknya virus Ebola yang mematikan tengah digalakkan oleh para pejabat bidang kesehatan Sudan Selatan. Mereka melakukan sejumlah cara agar infeksi penyakit tersebut tak banyak memakan korban.
Hal itu dilakukan pasca-sebuah kasus Ebola di suatu daerah di bagian utara Republik Demokratik Kongo, yang hanya terletak 70 kilometer dari perbatasan Sudan Selatan.
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (5/7/2019) Dr. Pinyi Nyimol, Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Layanan Tanggapan Darurat di Sudan Selatan, mengatakan kementerian kesehatan telah mengirim tujuh personel ke negara bagian Yei River, yang berbatasan dengan DRC.
Baca Juga
Advertisement
"Tujuannya adalah untuk memperkuat pemantauan dan kesiapan menghadapi Ebola," ujar Nyimol pada VOA.
"Kami menjadi semakin khawatir karena kini kasus Ebola itu semakin mendekati Sudan Selatan, karena orang bergerak, jadi siapapun yang menyebrang ke Sudan Selatan dapat membawa penyakit ini. Dan satu-satunya hal yang dapat kami lakukan adalah meningkatkan pemantauan dan pemindaian, juga mengingatkan para petugas layanan kesehatan kami."
"Siapapun yang datang harus siap menyampaikan sejarah perjalanan mereka, termasuk soal apakah mereka pernah berada di DRC atau tidak," ujar Nyimol.
Kasus di Ariwara, sebuah pusat perdagangan, yang dikukuhkan Selasa lalu 2 Juli itu adalah kasus Ebola pada seorang perempuan berusia 40 tahun yang telah melakukan perjalanan sejauh 500 kilometer dari Beni, di provinsi Kivu Utara di DRC.
Kivu Utara adalah pusat wabah Ebola yang telah menewaskan lebih dari 1.500 orang.
Nyimol mengatakan ini merupakan kasus Ebola pertama yang dikukuhkan, yang dekat dengan perbatasan DRC-Sudan Selatan sejak wabah terjadi di bagian timur DRC Agustus lalu.
Ebola di Kongo Bukan Ancaman Global
Sebelumnya, dalam sebuah rapat darurat, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memutuskan epidemi Ebola di Republik Demokratik Kongo (DRC) tidak termasuk darurat kesehatan masyarakat internasional.
Namun, komite tersebut memperingatkan minimnya dana bisa mengancam kemampuan untuk memberantas virus mematikan itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.
Lebih dari 1.400 orang telah tewas akibat Ebola di DRC timur dan lebih dari 2.100 orang tertular penyakit mematikan ini. Kondisi itu membuat epidemi di provinsi Kivu Utara yang dilanda konflik itu menjadi yang terbesar kedua setelah wabah di Afrika Barat pada 2014, yang menewaskan sekitar 11.300 orang.
Penyebaran virus Ebola baru-baru ini ke negara tetangga, Uganda, dan kematian dua orang memicu WHO untuk mengumpulkan sekelompok pakar untuk meninjau kembali situasi sekarang ini dan berbagai tantangan ke depan.
Penjabat Ketua Komite Darurat Preben Aavitsland, mengatakan komite itu sepakat bahwa wabah itu merupakan darurat kesehatan di DRC dan kawasan. Tapi risiko penyebaran ke luar kawasan cukup kecil. Kendati demikian, dia memperingatkan akan konsekuensi serius bagi DRC dengan menyatakan wabah darurat global.
Advertisement