Temuan Korban Pantai Kemiren dan Mitos Laut Kidul Kembalikan Korban Tenggelam

Ada kepercayaan lokal atau mitos yang menyebut bahwa Laut Kidul bisa menyembunyikan sekaligus mengembalikan jasad korban tenggelam dengan deburan ombaknya

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 08 Jul 2019, 03:00 WIB
Tim SAR gabungan mengevakuasi korban tenggelam Pantai Kemiren, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Basarnas/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Alam begitu berpengaruh terhadap kosmologi masyarakat Jawa. Di pesisir selatan misalnya, Laut Kidul begitu memengaruhi semesta pikir masyarakatnya.

Masyarakat memaknai api, angin, gunung dan segara (laut/air) bukan sekadar benda mati. Ia hidup dan berpengaruh dalam peri kehidupan. Di batas tertentu, sebagian masyarakat percaya bahwa keberadaan gunung dan laut turut andil dalam sosial dan politik yang terjadi di negeri ini.

Lantas, lahirlah kepercayaan-kepercayaan, yang kini dianggap sebagai legenda dan mitos Laut Kidul. Namun demikian, sebagian masyarakat bahkan masih melakukan kompromi-kompromi hingga hari ini. Salah satunya misalnya dengan ritual-ritual budaya.

Syahdan, seorang remaja berusia 16 tahun, Alfian hilang tenggelam di pantai Kemiren, Cilacap, Kamis sore, 4 Juli 2019, sekitar pukul 16.00 WIB. Saat itu, warga Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 41 Kebonmanis, Cilacap itu tengah berenang dengan seorang rekannya, Akmal (14 th).

Beruntung, Akmal selamat usai dilabrak ombak besar. Nahas bagi Alfian, ia tak bisa menyelamatkan diri dan hilang tenggelam terbawa arus laut yang begitu kuat.

Badan pencarian dan penyelamatan (Basarnas) Pos SAR yang mendapat laporan kecelakaan laut itu segera memberangkatkan satu regu SAR yang dilengkapi dengan peralatan SAR air. Bersama dengan potensi SAR lainnya, mereka langsung mencari keberadaan korban.

Tim SAR gabungan terkendala gelombang tinggi yang tengah terjadi di pantai selatan Cilacap. Arus laut juga kuat sehingga berbahaya jika dilakukan penyisiran laut. Tim SAR saat itu hanya bisa melakukan pencarian lewat darat.

Tim SAR gabungan dibagi menjadi dua regu. Regu pertama menyisir jauh ke pantai sebelah barat, adapun regu kedua ke arah sebaliknya. Namun, hingga malam, korban tenggelam Laut Kidul tak juga ditemukan.

 


Penemuan Korban Tenggelam Pantai Kemiren

Tim SAR gabungan mengevakuasi korban tenggelam Pantai Kemiren, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Basarnas/Muhamad Ridlo)

Pencarian kemudian dilanjutkan pada Jumat. Akan tetapi, keberadaan korban tak juga ditemukan. Sama seperti pencarian hari pertama, tim SAR terkendala gelombang tinggi dan arus bawah laut yang kuat.

Pencarian kemudian diteruskan pada Sabtu. Mendadak, kabar baik datang ketika matahari baru saja lengser ke barat. Korban ditemukan sekitar pukul 13.00 WIB.

Jenazah korban ditemukan mengapung oleh tim SAR Tegalkamuyan masih di kawasan Pantai Kemire. Saat itu, tim SAR tengah menyisir menggunakan perahu kitir.

“Jarak dari LKP tidak jauh, kurang dari satu kilometer,” kata Saeful Anwar, anggota Basarnas Pos SAR Cilacap.

Tim SAR lantas mengevakuasi jenazah ke Dermaga Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) dan kemudian dibawa ke RSUD Cilacap untuk dilakukan identifikasi dan pemeriksaan. Selanjutnya, jenazah diserahkan kepada keluarganya.

Barangkali, ini lah salah satu keajaiban Laut Kidul. Korban seringkali ditemukan tak jauh dari lokasi tenggelam, meski tak selalu demikian.

Makanya, ada kepercayaan lokal atau mitos yang menyebut bahwa Laut Kidul bisa menyembunyikan sekaligus mengembalikan jasad korban tenggelam dengan deburan ombaknya. Tentu saja, bagi masyarakat modern, memahami kepercayaan itu hanya sebatas mitos.

Penjelasan masuk akal diberikan oleh Komandan Basarnas Pos SAR Cilacap, Moelwahyono. Fenomena penemuan korban tak jauh dari lokasi kecelakaan air sudah menjadi hal umum di laut selatan.

 


Palung Laut atau Boleran

Pantai Selatan Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Tak jarang, korban ditemukan 200 meter atau 300 meter dari lokasi kejadian meski sudah berhari-hari hilang. Kondisi ini berbeda dari laut utara Jawa saat terjadi kecelakaan air. Korban biasanya ditemukan relatif jauh dari lokasi.

“Arus laut selatan berbeda dengan laut utara. Laut utara cenderung konstan arahnya, kalau selatan bisa berubah,” kata Mulwahyono, dalam kesempatan terpisah.

Selain itu, beberapa pantai selatan berimpitan langsung dengan palung. Palung itu lantas menciptakan arus laut bersifat menggulung yang oleh masyarakat disebut sebagai boleran.

Keberadaan boleran ini menyebabkan sejumlah pantai selatan Jawa Tengah, termasuk Kebumen dan Cilacap memiliki pusaran air yang berbahaya. Diduga pusaran itulah yang menyeret korban, dan membuat korban tak hanyut terlampau jauh.

“Jadi hanya berputar-putar saja di situ. Makanya, kita cari ke kanan atau ke kiri, tergantung arusnya ke mana,” ujar Moelwahyono.

Sementara, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di perairan selatan Jawa Tengah hingga Yogyakarta antara 6-9 Juli 2019.

Gelombang setinggi 4-6 meter berpeluang terjadi baik di perairan selatan maupun lepas samudera selatan Cilacap, Kebumen, Purworejo hingga Yogyakarta.

Prakirawan BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Deaz Rivai menjelaskan, terdapat pusat tekanan tinggi atau high pressure 1.011 hPa di Laut Cina Selatan. Pola angin di wilayah utara ekuatorumumnya dari Tenggara -Barat Daya dengan kecepatan 4-20 knot.

Sedangkan di wilayah selatan ekuator umumnya dari Timur-Selatan dengankecepatan 4-25 knot. Kecepatan angin tertinggi terpantau di Perairan Bengkulu-Enggano, Perairan barat Lampung, Laut Jawa dan Perairan selatan Jawa.

“Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut,” jelas Deaz, dalam keterangan tertulisnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya